Oppo dan Evcoss mengejarku. Mereka membuntutiku hingga aku berhenti di tepi tebing. Di mana di bawah sana terdapat jurang yang dalam. Gelap, licin, dan menyeramkan. Seperti mulut Gendrowo yang menganga.

''Vivo ... lo mau ke mana?'' tanya Oppo.
Aku diam saja.
''Ah, Vivo ... ngambekan. Baperan. 'kan tadi cuma game doang ...'' lanjut Evcoss.
''Iya, Vo ... sorry, gue gak bermaksud apa-apa, apa yang gue lakukan sama lo cuma bercanda dan hanya sebagai bentuk permainan belaka,'' imbuh Oppo menjelaskan.
''Vo ... gue juga minta maaf karena ide tantangan itu dari gue,'' ungkap Evcoss dengan nada penyesalan.
Aku masih enggan untuk membuka mulutku.
''Vivo, ayo kita balik ... di sini berbahaya!'' seru Oppo cemas.
''Iya, Vo ... banyak nyamuk dan binatang-binatang liar yang lainnya ...'' sambung Evcoss sembari menepuk tubuhnya berusaha melindungi diri dari serangan nyamuk-nyamuk nakal.
Aku menoreh ke arah mereka, dan aku melihat wajah-wajah yang penuh rasa cemas, ketakutan dan penyesalan.
''Baiklah ...'' ujarku sembari berjalan mendekati mereka.
''Gitu dong!'' timpal Oppo sambil merangkulku. Aku tersenyum tipis.
''Vivo ... Vivo ... jadi cowok kok sensi amat, sih ... kayak anak cewek aja!'' gerutu Evcoss.
''Diam lo!'' pekik Oppo seraya menjitak kepala Evcoss, ''ini semua tuh, gara-gara lo, Kampret!'' sambungnya kesal.
''Cie ... ada yang belain. Kalian berdua emang benar-benar klop. Atau jangan-jangan kalian ini memang lagi pacaran ...''
''Evcoss ... jangan berpikiran yang tidak-tidak!'' Aku menjewer kuping Evcoss, dan cowok berambut keriting ini meringai kesakitan.
''Tau nih sukanya kompor, iiih ... gue cium juga lo, Coss!'' tadah Oppo turut kesal.
''Hehehe ... mau dong dicium lo, Po ... rela gue ... rela ...'' balas Evcoss malah menantang sambil memonyongkan bibir dowernya.
''Najis, gue cium lo!'' timpal Oppo sembari menabok bibir Evcoss dengan kasar hingga cowok berkulit gelap itu termehek-mehek.
''Hahaha ...'' Aku, Oppo dan Evcoss jadi ngakak. Tiada rasa kesal atau pun dendam lagi. Kami semua sahabatan. Walau terkadang sikap mereka menyebalkan, tapi aku tahu mereka masih memiliki rasa solidaritas terhadap teman.
Akhirnya, kami bertiga kembali ke tenda. Saat tiba di tenda kami melihat Advan sudah terbaring di tempat tidurnya. Dia memang gampang sekali molornya. Ditinggal sebentar saja dia sudah tepar. Terlelap, mendengkur dan terkapar. Menggelar badannya yang melar.
''Lihat tuh, Kebo udah tidur aja! Dasar Pelor (Nempel Molor)!'' cetus Evcoss sedikit dongkol. Kemudian dengan kasar dia mengguncang-guncang tubuh Advan dengan kakinya. Namun, Advan tetap bergeming. Ia masih memejamkan matanya dan terus mengorok. Persis seperti kodok.
''Udah, biarin aja, Coss ... mungkin dia lelah!'' ucapku.
''Iya, kasihan tuh bocah, masih kedinginan gara-gara nyebur kolam, hehehe ...'' sambung Oppo.
''Hmmm ... terus apa acara kita selanjutnya, nih?'' gerutu Evcoss.
''Gue sama Oppo mau beli makanan dulu di warung. Lo jaga tenda bareng Advan, ya, Coss ...''
''Hah?'' Evcoss mendelikan matanya.
''Kok, Hah?'' Aku jadi mengernyit.
''Ini namanya gue jaga sendiri, Vo ... lihat tuh, partner jaga gue udah molor gitu!''
''Ya udah, pokoknya lo jagain tenda dan barang-barang kita, Coss!''
''Iya, i-ya ... udah sono, kalian buruan pergi ... hus ... hus ...''
''Sue ... lo kayak ngusir ayam aja, Coss!''
''Hahaha ...''
Aku dan Oppo pun pergi mencari warung yang terdekat. Walaupun kami membawa bekal makanan, tapi kami juga ingin mencicipi masakan kuliner di tempat wisata ini. Setelah mutar-muter kesana-kemari akhirnya kami menemukan sebuah warung yang khas menjual masakan berbagai olahan dari daging keong. Seperti Sate Keong, Keong Bumbu Kare, Keong Urap dan masih banyak lagi.
Usai membeli makanan-makanan itu, Aku dan Oppo langsung kembali ke tenda.

''Vivo ...'' ujar Oppo di tengah jalan.
''Iya ...'' sahutku.
''Ada yang ingin gue omongin sama lo.''
''O, ya? Soal apa?''
''Bang Sam.''
Aku jadi menghentikan langkahku dan langsung mengkerutkan keningku.
''Sejujurnya, gue sangat terkejut sekali saat mengetahui kalau dia menikah dengan ibu lo, Vo ... dulu gue berpikir dan sempat menyayangkan sikap Bang Sam, mengapa laki-laki gagah, muda dan tampan seperti dia malah memilih untuk menikahi janda, tapi setelah gue tahu seperti apa jandanya, gue malah mendukung keputusannya.''
''Hehehe ... kok gitu?''
''Iya, gue rasa dia memilih orang yang tepat. Ibu lo tuh, masih muda dan juga cantik ... montok pula ... siapa sih yang tidak tergoda. Hanya laki-laki yang tak normal saja bila tidak tertarik dengan pesona ibu lo, Vo ...''
''Hahaha ... lo berlebihan, Po ... jangan-jangan lo tertarik juga sama Ibu gue.''
''Jujur sih, iya ...''
''PLAAAAKKK!'' Aku menabok bahu sekal Oppo.
''Aduh!'' Oppo merintih.
''Dasar bocah cabul! Beliau itu Ibu gue, gue gak sudi punya Ayah Tiri seperti lo.''
''Hahaha ... gue bercanda, Vo ...''
''Hmmm ...'' Aku bersingut.
''Gak papa gue gak dapat Emaknya, dapat anaknya juga, boleh!''
''Sue!'' Aku meninju dada Oppo.
''Hahaha ...'' Oppo hanya cekikikan. Aku merengut kesal.
Sambil ketawa-ketiwi, aku dan Oppo melanjutkan kembali melangkah. Namun sebelum tiba di tenda, kami berhenti. Ketika kami melihat ada dua orang pria berbadan tegap sedang berdiri di depan tenda kami. Saat aku memperhatikan wajah-wajah mereka. Aku merasa tidak asing. Tubuh kekar bentukan gym dan wajah innocent mereka sungguh mirip sekali dengan orang-orang yang pernah aku intip di toilet tempat gym. Si Rambut Hitam dan Si Rambut Cokelat. Aku yakin dua orang itulah, yang sedang bercinta di toilet itu. Mengapa mereka ada di sini? Dan kenapa pula mereka berada di depan tenda kami? Aneh!

''Oppo ... siapa mereka, apa lo mengenalnya?'' tanyaku.
''Itu Abang gue dan temannya, Vo ... Bang Nokia dan Bang Lenovo,'' jawab Oppo.
Mendengar jawaban dari Oppo. Aku jadi langsung tercengang. Speechless. Badanku terasa terguncang badai topan. Membuatku mundur beberapa jengkal. Aku tidak percaya. Orang-orang yang melakukan mesum di toilet itu ternyata Abangnya Oppo dan temannya.