Hari ini aku banyak sekali kegiatan di sekolah. Dari mulai mengumpulkan berkas untuk seleksi penerimaan mahasiswa jalur beasiswa hingga persiapan untuk menghadapi Ujian Akhir Semester yang akan dilaksanakan pada minggu depan. Aku harus semangat untuk mengejar nilai yang tertinggi. Karena hasil akhir dari Ujian Akhir Semester cukup mempengaruhi dalam penilaian untuk menentukan diterima atau tidaknya pengajuan beasiswaku di Universitas impian. Mungkin kesibukanku dalam mengejar nilai akademis inilah yang membuat badanku jadi nge-drop. Karena saat aku belajar terkadang lupa waktu dan kurang memperhatikan kesehatanku.
Well, mulai sekarang aku harus lebih memperhatikan kesehatanku. Tak boleh ngoyo dan tetap belajar sesuai dengan porsinya. Pintar boleh, sakit ... jangan!
''Oppo, gue cabut duluan, ya!'' Aku menepuk bahu sahabatku itu saat bel tanda pulang meraung panjang.
''Hah ... tumben lo buru-buru, Vo?'' Ekspresi Oppo tampak terkejut. Heran.
''Hehehe ... gue udah ditungguin seseorang.''
Oppo mengkerutkan keningnya. Aku tak peduli. Aku bergegas keluar dari ruang kelas dan berlarian kecil menuju gerbang sekolah. Aku sudah tak sabar ingin berjumpa dengan Bang Sam. Karena seharian dia mengajar di sekolah sebelah, tidak ada jadwal mengajar di sekolahku, jadi aku tidak melihatnya untuk beberapa jam. Rasanya kangen juga. Aneh! Ternyata benar, menahan rindu itu berat.
''Bang Sam!'' seruku semringah sembari melambaikan tangan saat berada di gerbang sekolah.
Bang Sam tampak melambaikan tangan juga dan telah duduk sedia di atas motornya. Tanpa banyak tingkah aku pun segera menghampiri laki-laki itu dan langsung memboncengnya. Sejurus kemudian, motornya meluncur dengan sangat kencang. Kami pulang. Dengan hati riang. Damai dan tenteram. Tanpa beban dan banyak pikiran.
Tiba di rumah. Kami makan siang alakadarnya. Mie rebus dan gorengan tempe plus lalapan mentimun beserta sambal terasi. Selesai makan kami istirahat sebentar, tak ada percakapan karena kami beristirahat di kamar kami masing-masing. Sore harinya aku beres-beres rumah. Menyapu dan mengepel. Sementara Bang Sam masih berada di dalam kamarnya. Entah, apa yang sedang ia kerjakan. Aku tidak ingin mengganggunya. Biarlah dia beristirahat dengan tenang. Karena semalaman dia telah menjagaku. Menemaniku.
Usai beres-beres rumah, mengusir debu dan menghempas kotoran, aku jadi kelelahan. Sambil menikmati secangkir teh manis hangat aku duduk di sofa. Membuka buku pelajaran dan mengulik materinya. Belajar. Tak ada hari tanpa belajar. Setiap saat. Di setiap ada kesempatan aku memang selalu menyempatkan diri untuk belajar dan belajar. Tentu saja, biar aku pintar.
''Vivo ... kamu lagi apa?'' celetuk Bang Sam tiba-tiba. Dia hadir di depanku hanya mengenakan sarung dan membiarkan tubuh bagian atasnya terbuka. Dia telanjang dada. Memamerkan pahatan dada gempal berhiasan bulatan merona dua putingnya. Serta enam bagian perutnya yang berlapis kotak-kotak. Nice!
''Baca buku, Bang!'' jawabku setelah sekian lama terperangah menatap keindahan anatomi tubuh Bang Sam yang terbentuk nyaris sempurna sebagai bentukan anatomi seorang laki-laki. Jantan. Maskulin. Macho.
''Kamu bisa mijitin gak, Vo?'' ujar Bang Sam enteng.
''Mijit?'' Keningku seketika mengkerut.
''Iya, badan saya terasa pegal-pegal, nih!'' Bang Sam tampak meringai sembari memijit-mijit bahunya sendiri.
''Eh ... a-aku ... bisa dikit, aku juga sering memijit ibuku ...''
''Kalau gitu boleh dong kalau saya minta bantuan kamu untuk memijit tubuh saya?''
''E ....''
''Kenapa? Kamu keberatan?''
''Ti-tidak, Bang ...''
''Ya udah, kalau gitu, tolong pijitin saya, sekarang!''
''Ba-baiklah!''
Bang Sam menarikku ke kamarnya, lalu ia membaringkan tubuhnya di atas kasur. Tengkurep. Kepalanya menghadap ke samping. Tangannya sedakep memeluk guling.
''Gunakan minyak gosok atau baby oil!''
''I-iya, Bang ...''
Aku mengambil botol miyak gosok dan baby oil di atas lemari, tempat biasa ibu menyimpannya.
''Ayo, mulai saja, Vo!''
''O-oke!''
Aku membuka tutup botol baby oil perlahan-lahan. Rasanya deg-degan juga. Aku benar-benar gemetar saat aku membalurkan baby oil di punggung Bang Sam yang lebar. Seperti hamparan daging gempal yang ditumbuhi bulu-bulu halus di setiap pori kulitnya. Menakjubkan sekaligus menggairahkan. Aku tak percaya, aku bakal menjamahnya.
Dengan lembut aku mulai mengurut punggung Bang Sam. Ini pengalaman pertama kali aku mengurut tubuh orang lain. Seorang laki-laki. Karena biasanya aku hanya mengurut dan memijit tubuh ibu.
''Waw ... lumayan enak juga, pijitan tanganmu, Vo.''
''Hehehe ...'' Aku hanya nyengir tersenyum.
''Teruskan, Vo!''
''Siap!''
Dengan semangat aku mengurut dan memijit tubuh Bang Sam. Ini kesempatan yang tak boleh dilewatkan. Kapan lagi aku bisa mengobok-obok tubuhnya. Menggerayanginya. Menguasainya. Mengusapnya. Menekannya. Kuat. Sedikit dengan tenaga. Mulai dari bagian leher, lalu turun ke punggungnya. Pinggangnya dan juga bongkahan pantatnya.
Saat aku menyentuh bagian gundukan pantatnya. Aku sengaja menjelajahinya dengan seksama. Aku merasa Bang Sam tidak mengenakan sempak. Dia hanya mengenakan sarung saja. Aku meremas dan mencengkram. Dan aku bertambah yakin, dia memang tak bercelana dalam. Aku jadi semakin deg-degan. Waswas. Tubuhku mendadak gemetaran tak terkendali. Nervous. Gelisah dan gugup.