webnovel

Bagian 11

Arzan terihat termenung, dikamar Yuna. Entah apa yang dia pikirkan. Sampai-sampai Yuna berbicara saja tidak dia gubris.

"Arzan....!!!"

"Ya, kenapa sayang????" Arzan terperanjat saat Yuna meninggikan suaranya sedikit.

"Kau tak mendengarkan aku??? Aku lelah bercerita dan ternyata suami aku tak mendengarkan ku sedikitpun..lucu" Yuna merajuk, dan Arzan tak ingin istrinya itu mendiamkannya.

"Maafkan aku, aku hanya sedang berpikir satu hal, Yuna..." Arzan mencoba untuk membujuk

"Alasan, apa jangan-jangan kau memikirkan istri sah mu itu iya.." Yuna menuduh Arzan

"Untuk apa aku memikirkan wanita licik itu..seperti tak ada kerjaan saja. Serius Yuna, aku sedang memikirkan satu hal.." Arzan

"Apa itu???"

"Apa tak sebaiknya aku ceraikan wanita itu??" Yuna terlihat sumringah mendengar perkataan Arzan, dia sangat setuju akan ide itu. itu adalah ide brilian

"Aku akan senang karena hanya aku satu-satunya yang akan mendampingimu, Ar..lakukan dengan segera.." Yuna

"Tapi dengan resiko aku akan didepak dari keluarga ini  juga terhapus dari pewaris harta keluargaku.." Yuna terdiam mendengarkannya. Terhapus dari pewaris???

"Yuna..sayang.."

"Lanjutkan, aku belum terlalu paham..." ujar Yuna

"Dikeluargaku ada ketetapan kalau putra keluarga Ganendra tak boleh menceraikan istrinya atau semua harta akan diambil darinya, juga di coret dari KK. Tapi tidak masalah kan, Yuna. Kita bisa memulai dari awal, bukan begitu???" Yuna hanya mengangguk kecil, dengan senyum terpaksa.

"Kenapa kau terlihat tidak senang, Yuna???" Arzan memastikan tatapannya

"Hah??? Ah bukan begitu..aku hanya berpikir akan sangat menyakitkan jika kita tidak bersama keluarga, terlebih dengan mama yang melahirkanmu, Ar..." ujar Yuna

"Ya, mau gimana lagi. Aku tak ingin kau terus tersisih, disaat wanita itu malah di sambut di keluargaku, harusnya posisi itu milikmu, bukan dia.." Arzan masih tak terima akan kehadiran Navya.

"Sudahlah, aku masih akan berjuang untuk mengambil hati keluargamu, aku pasti bisa..kamu tenang saja..ya" Yuna mengelus pipi Arzan.

Sret..

Yuna terkejut saat Arzan mengelus perutnya.

"Kalau aku memiliki anak darimu, bisa saja mama merubah pikirannya. Semoga kau bisa segera hamil, Yuna..."

"Ahahha..ya..semoga.." Arzan sedikit bingung dengan raut wajah Yuna, hanya saja dia tak terlalu ambil pusing.

Di mansion yang sama namun beda ruangan, terlihat Navya menidurkan Arka didampingi oleh Ayra. Mereka berdua berada didalam kamar Arzan.

"Nav..."

"Iya kak???"

"Ceritakan saat kau sedang hamil..apa saja yang kau rasa???" Ayra menatap Navya lekat.

"Emm..awal-awal mood aku sering naik turun kak, lalu aku mengalami moodswing yang lumayan parah, karena apa yang aku makan pasti aku muntahkan. Sampai-sampai aku harus suntik vitamin penambah tenaga. Apalagi saat masa ngidam datang. Aku terpaksa keluar sendiri untuk mencari makanan yang diinginkan Arka. Kaki aku juga bengkak sampai sedikit susah untuk berjalan. Bersyukur tetangga aku baik hati. Mereka berdua yang sesekali memeriksa aku juga bertanya bagaimana keadaan aku..

Saat bulan kesembilan aku mengalami pendarahan karena aku terjatuh. Aku sangat takut kalau-kalau Arka kenapa-kenapa didalam. Tetangga aku itu juga yang membawa aku kerumah sakit..untung saja belum terlambat saat itu. Telat lima belas menit saja, aku atau Arka akan pergi selamanya.kelahiran Arka memang sudah bulannya saat itu, namun masih kurang hari kak.." cerita Navya mengingat masa kehamilan nya.

Ayra hanya bisa terdiam mendengarnya. Apa yang dialami Navya sangat menyedihkan juga pasti sangat berat, apalagi Navya sendirian. Menjadi korban pemerkosaan, lalu berjuang melahirkan bayi tak berdosa dengan seluruh hidupnya menjadi taruhan.

Tes...tes...

"Loh kak...kok menangis??? Jangan menangis..." Navya menghapus air mata Ayra dengan lembut.

Grep...

"Maafkan adikku itu Nav, maafkan dia..hiks..hiks.." Ayra memeluk Navya erat. Ayra sendiri tak akan sanggup jika dia berada di posisi Navya saat itu.

"Kak, jangan menangis aku mohon, aku tak menyalahkan siapapun saat itu karena itu jalan hidup ku..sudahlah.." Navya tak ingin menyalahkan siapapun.

Sret..

"Nav...kalau kau memang tidak sanggup, katakan padaku juga bang Danar. Kami akan membawamu juga Arka.." ujar Ayra serius

"Kak Ay..aku hanya bisa bertahan sampai akhir, sampai Arka bisa aku lepas.." Navya menampilkan senyumnya dan itu membuat Ayra semakin merasa bersalah, disaat dia tak melakukan kesalahan apapun, selain karena dia adalah kakak dari Arzan.

*****

"Yuna...pakaikan dasi ku, sayang..." Arzan akan mulai kembali bekerja pagi ini, dan dia akan selalu kesal dengan yang namanya dasi. Karena dia tak pernah bersahabat dengan benda yang satu itu.

"Yuna...tolong pakaikan dasi ku.." Arzan membangunkan Yuna yang masih tertidur.

"Engghh..jangan ganggu aku, Ar. Aku masih mengantuk. Kau bisa meminta siapapun memakaikan dasi itu.." jawab Yuna lalu semakin menarik selimutnya.

Arzan hanya bisa menghela nafas saja dan memilih keluar dari kamar Yuna untuk mencari sang ibu.

"Ma, pakaikan dasiku..." ujar Arzan saat ia melihat sang ibu asik didapur.

"Tangan Mama kotor, Ar..mana Yuna??? Dia gak bisa pakaikan sebentar???" Ny. Ganendra

"Masih tertidur, ma..." Arzan

"Navya??? Coba kau minta padanya.." Ny. Ganendra berujar tanpa melihat wajah sang anak. Dan dengan wajah malas, Arzan berjalan menuju kamar dia dan Navyq.

Cklek...

"Eh.." baru saja Arzan mau membuka pintu, ternyata pintu itu sudah terbuka.

"Kenapa Tuan Arzan??" Tanya Navya

"Pakaikan dasi ku.." ujar Arzan dengan wajah datar.

"Oh..emm..emm.." Navya celingak celinguk ke kanan dan ke kiri

"Kenapa??? Kau malas??" Tanya Arzan tak senang

"Bukan, bukan begitu..aku mencari sesuatu yang tinggi.." Navya masuk kedalam kamar dan membawa kursi yang ada di meja rias, lalu Navya naik ke atas kursi dan bibir plumpy itu kembali tersenyum, karena dia tak perlu berjinjit untuk menggapai leher suaminya.

Dengan telaten Navya memakaikan dasi, namun lagi-lagi Navya terlihat berusaha tenang karena aroma parfum milik Arzan

Setelah dasi terpasang, Navya langsung turun dan langsung membawa masuk kursi tersebut tanpa mengeluarkan sepatah kata. Membuat Arzan memicingkan mata tak suka.

Pria tampan bertubuh atletis itu berjalan menuju meja makan dan mendapati ayahnya dan ibunya sudah duduk disana.

"Sok sekali dia..dasar licik.." Navya menggerutu

"Siapa???" Tanya Tn. Ganendra sang ayah

"Si Anindya itu..." jawab Arzan, Ny. Ganendra menatap putranyq lalu kembali menatap sarapan di meja makan.

"Kau masih memakai parfum mu yang biasa??" Tanya Ny. Ganendra yang membuat Arzan heran tapi mengangguk

" Dia masih trauma dengan aromamu..dia masih takut pada pelaku yang memperkosa dia plus kekerasan fisik yang dia terima.." jelas Ny. Ganendra, membuat Arzan langsung menatap sang ibu

"Benarkah, Yu????" Tanya Tn. Ganendra

"Iya, aku bertanya padanya. Dia bahkan sering mengalami mimpi buruk, tapi dia berusaha melawan, mungkin salah satunya tidak terlalu dekat dengan Arzan..." jelas Ny. Ganendra

"Maaf..ibu, ayah.." ujar Navya yang baru saja tiba di meja makan.

"Tak apa, apa Arka kembali tidur??" Tanya Ny. Ganendra

"Iye ibu, tadi Arka haus..maaf karena aku menyusui Arka, ibu jadi sendirian di dapur.." sesal Navya

"Tak masalah, tidak sendiri juga kok..lagian mama hanya meneruskan yang kalian kerjakan tadi.." ujar Ny. Ganendra, sambil menepuk kursi di sebelahnya, kode untuk Navya duduk disamping wanita cantik itu

Navya mengambil tempat disamping ibu mertua bukan di samping sang suami.

"Selamat pagi semua.." Yuna bergabung dengan sangat santai.

"Mulai besok, kalau ingin makan..masaklah lebih dulu, aku dan Navya bukan babu mu.." ujar Ny. Ganendra dengan nada datar dan membuat Yuna terlihat ragu untuk duduk di samping Arzan.

"Duduklah, tak perlu berdrama. Aku hanya mengingatkan saja. Wanita dirumah ini tetap melaksakan tugasnya sebagai wanita plus istri. Bukan sebagai tamu ataupun tuan putri dari kerajaan antah berantah.." Ny. Ganendra menikmati sarapannya, begitupun Tn. Ganendra juga Navya. Beda halnya dengan Yuna yang malah menikmati sarapan dengan tidak tenang.

Yuna melihat dasi sudah terpasang di leher Arzan, dia mengira Ny. Ganendra yang memakaikannya.

Selesai sarapan, Tn. Ganendra meminta Navya membawa Arkana.

"Papa ingin melakukan rutinitas baru..JNav, bawa Arka kemari" merasa heran tapi Navya mengangguk dan mengambil Arka dari kamarnya dilantai atas.

"Ya ampun...cucu Kakek.." Tn. Ganendra mengambil Arka dari gendongan Navya dan langsung membubuhi wajah bayi mungil itu dengan kecupan-kecupan kecil yang membuat Arka menggeliat dan berceloteh. Navya dan Ny. Ganendra tertawa mendengar celotehan Arka yang sepertinya marah karena diganggu.

"Liam, sekarang mengecup Arka saja kah ??? Apa aku bisa cemburu??" Ny. Ganendra merajuk.

"Ahahha...Ayunina, rutinitas baru ku itu mengecup Arkana saat akan pergi ataupun pulang dari kantor..sedang dirimu itu rutinitas mutlak. Kakek pergi dulu jagoan..jaga bunda dan nenek centilmu itu mu oke.." Tn. Ganendra mengecup kening Arka lagi sebelum ia mengembalikan kepada Navya. Lalu mengecup kening sang istri. Kegiatan manis itu ditatap lekat oleh Arzan dan Yuna.

"Kalian akan merasakannya saat kalian memiliki anak kalian sendiri, Ar..." ucapan yang entah doa entah sindirian dari Ny. Ganendra

"Loh Yu, kan Arka anak Arzan??" Tn. Ganendra berceletuk.

"Maksud aku anak dia dan Yuna...sudah sana pergi lah, sudah jam berapa ini.." Ny. Ganemdra mendorong tubuh sang suami

"Baiklah, ayo Ar..." Tn. Ganendra berjalan lebih dulu. Sedang Arzan malah mendekati Navya dan Arkana.

"Ayah pergi dulu, son..." Arzan membungkukkan tubuhnya.

Chup...

Arzan mengecup pipi Arka..namun manik bambinya menatap Navya lekat. Membuat Navya menundukkan kepalanya.

Arzan berjalan mengikuti langkah sang ayah menuju mobil masing-masing.

Begitu kedua mobil itu berlalu, Ny. Ganendra mengajak Navya masuk dan menyisakan Yuna didepan pintu.

"Kenapa dia hanya melewatiku, tanpa menciumku???" Tanya Yuna entah pada siapa.

to be continue