webnovel

ALTHEA (EOTL)

Jiak aku bisa memutar waktu, aku tidak ingin bertemu denganmu lagi. Tapi, apa aku bisa melakukannya?

alemannus · ファンタジー
レビュー数が足りません
6 Chs

[3] Setelah Badai

Sudah seminggu semenjak kepergian Thea untuk selama-lamanya. Kenyataan itu masih sangat sulit untuk Aaron terima meskipun air mata dan jeritan kesedihan yang terdengar sangat memilukan ini tidak akan pernah bisa mengembalikan kekasihnya ke dunia ini lagi. Bahkan di dalam kamar gelap ini, dia masih bisa merasakan rasa sakit itu walaupun jejak kenangan mereka tidak pernah tertinggal di dalamnya. Aaron kembali menutup kedua matanya karena sudah seminggu lamanya dia tidak bisa tidur dengan tenang. Dia mengantuk tapi jiwanya terus menolak untuk jatuh ke bawah alam sadar dan masuk ke dalam dunia mimpi yang indah.

Tubuhnya terasa sangat lemas dan lemah karena mulutnya tidak bisa menerima asupan nutrisi apapun bahkan setetes air putih saja terasa sangat berat untuk diteguk. Secara fisik dia memang terlihat masih baik-baik saja namun jauh di dalam tubuhnya, dia bisa merasakan rasa sakit yang perlahan-pelan mulai menghancurkan jiwa dan hatinya. Dia sekarat tapi tidak ada yang tahu akan kondisinya. Hanya dia seorang yang bisa merasakan rasa sakit yang teramat dalam ini. Tidak ada yang tahu kabarnya selama seminggu ini karena dia memang menutup semua akses untuk teman dan juga adik-adiknya. Dia tidak membiarkan siapapun menghubunginya apalagi sampai mengunjungi rumahnya. 

Dia hanya ingin sendiri untuk sementara waktu ini. Ah tidak, mungkin kesendirian ini akan dia lakukan sampai waktu yang tidak ditentukan. Kematian Thea benar-benar membuatnya sangat terpukul. Satu-satunya orang yang bisa menerima dirinya apa adanya setelah ibunya kini telah pergi untuk selama-lamanya. Kekasihnya pergi begitu saja tanpa salam perpisahan. Meninggalkan dirinya yang kembali tersesat ke dalam ruang hampa yang gelap. Dia tidak mengerti kenapa Tuhan menghukumnya seberat ini. Apa dia pernah melakukan kejahatan yang sangat kejam? Atau pernahkah dia menyakiti orang lain? Lalu kenapa Tuhan selalu mengambil kebahagiannya saat dia baru bisa merasa bahagia?

Benar kata orang, Terkadang Tuhan itu tidak adil. Untuk apa dia membuat umatnya merasakan kebahagiaan jika pada akhirnya dia akan mengambilnya lagi. Untuk apa ada pertemuan jika pada akhirnya akan terpisah juga. Untuk apa ada harapan jika masih ada kata kecewa. Lantas untuk apa hidup jika pada akhirnya akan mati juga. Aaron menghembuskan nafasnya dengan pelan. Dia menatap sebuah foto berukuran besar yang terpajang di dinding dengan tatapan sedih. Disana dia bisa melihat kata bahagia dibalik senyuman tulus dari kedua orang yang saling menggenggam satu sama lain dengan sangat erat. Bahkan orang asing yang melihat foto itu pun akan berpendapat kalau kedua orang itu memang saling mencintai satu sama lain. 

Tapi apa pentingnya pendapat orang lain jika masa indah seperti yang ada di foto itu tidak akan pernah terulang kembali. Sekeras apapun dia berteriak dan sebanyak apapun dia menangis sambil memohon, Tuhan tidak akan pernah mengembalikan kekasihnya ke dunia ini lagi. Thea sudah pergi. Pergi untuk selama-lamanya. Tanpa tanda apapun, dia pergi meninggalkan dunia ini. Tanpa pesan apapun dan tanpa senyum perpisahan yang biasa pemeran utama pria dapatkan dari pemeran utama wanitanya. Tapi kenapa? Apa dia tidak terlalu berharga untuk Thea? Apa dia terlalu berdosa hanya untuk mendapatkan sedikit cinta dari kekasihnya? Apa makhluk kotor ini tidak pantas hidup dengan bahagia?

Ah, benar. Penjahat akan selalu hidup menderita dengan ending yang tragis dan pahlawan akan selalu hidup dengan penuh kehormatan dan ending yang bahagia. Apa kalian akan mengatakan ketidakadilan sekarang? Bukankah kalian selalu mengharapkan hal yang sama? Jangan munafik. Ini sudah hukum alam yang berlaku di dunia ini. Ada yang baik dan ada yang jahat. Ada yang hidup beruntung dan ada juga yang hidup dalam kemalangan. Semua itu sudah diatur sedemikian rupa oleh Tuhan dan anggap saja di kehidupan ini dia tidak terlahir sebagai orang baik yang beruntung.  Mungkin di kehidupan selanjutnya dia akan menjalani kehidupan yang lebih baik dari kehidupan yang sekarang walaupun dia tidak terlalu berharap banyak.

Srak!

Sebuah buku diary berwarna coklat masuk ke dalam kamarnya melalui sela bawah pintu. Dia tidak tahu siapa yang mendorong buku itu karena dia tidak mendengar suara apapun dari luar. Di dalam rumahnya hanya ada dirinya, beberapa orang asisten rumah tangga yang datang setiap hari untuk membersihkan rumah dan beberapa bodyguard yang selalu berjaga di sekitar rumahnya. Tidak ada yang bisa masuk ke dalam rumahnya selama seminggu ini dan sepertinya akan berlangsung sampai beberapa minggu ke depan. Perusahaannya juga diambil alih oleh adik laki-lakinya karena dia tidak mampu mengambil keputusan apapun dengan pikiran yang kacau.

Aaron bangkit dari tempat tidur lalu berjalan menuju pintu kamarnya dengan langkah kaki yang gontai. Pintu kamar itu akhirnya terbuka dengan lebar setelah beberapa hari tertutup rapat. Bahkan beberapa pelayan yang kebetulan sedang berada disana langsung terkejut saat melihat Aaron berjalan keluar dari dalam kamarnya. Oh ya, buku yang berada di depan pintu kamarnya tadi hanya dia lewati saja tanpa berminat untuk melihat isinya. Dia hanya menginjak buku itu karena letaknya yang tepat berada di depan pintu kamarnya jadi dia tidak punya pilihan lain selain menginjaknya. Lagian juga dia tidak peduli pada buku usang itu. 

"Tuan!" 

Aaron hanya mengangkat tangan kanannya sebagai tanda kalau dia tidak ingin diganggu ataupun berbicara dan pelayan itu langsung menutup mulutnya rapat-rapat sambil memundurkan tubuhnya ke belakang dengan kepala yang tertunduk ke bawah. Aaron terus berjalan menuju sebuah ruangan yang berada tidak jauh dari kamarnya. Tanpa berpikir dua kali lagi, dia langsung masuk ke dalam ruangan itu lalu menutup rapat pintunya setelah dia benar-benar masuk ke dalam ruangan itu. Tidak ada yang pernah masuk ke dalam ruangan itu selain dirinya. Ada dua ruangan yang tidak boleh dimasuki oleh siapapun. Pertama kamarnya dan kedua adalah ruangan ini. 

Bahkan pelayan yang bekerja di rumah ini tidak diperbolehkan untuk masuk ke dalam kedua ruangan itu. Hanya dirinya saja yang boleh masuk ke dalamnya dan hanya dia juga yang boleh membersihkan kedua ruangan itu. Aaron berjalan menuju sofa coklat yang berada di tengah ruangan besar itu sambil menghidupkan sesuatu dari remot pengontrol yang berada di tangannya. Sebuah video langsung terputar di layar lebar melalui proyektor saat dia sudah duduk di atas sofa dengan posisi yang nyaman. Dia menatap layar itu dengan tatapan kosongnya yang malah terlihat sangat sedih.

"Apa yang sedang kamu lakukan?"

"Aku sedang merekam video." Jawab Aaron serentak dengan jawabannya di dalam video.

"Untuk apa?"

"Dokumentasi pribadi." Jawab Aaron lagi.

Thea hanya tertawa dengan renyah sambil menatap ke arah dirinya yang saat itu sedang memegang kamera. Wajah bahagia itu meremas hatinya dengan sangat kuat. Kenyataan bahwa dia tidak bisa melihat wajah cantik itu lagi menamparnya dengan sangat keras. Hatinya hancur dan air matanya tidak bisa berhenti mengalir dari kedua matanya. Dia masih tidak percaya kalau wanita yang selama ini selalu dia lihat setiap hari sudah tidak bisa dia lihat lagi sekarang. Aaron meremas dadanya dengan kuat karena rasa sakit dan sesak yang menekan dadanya. Andai dia tahu kalau waktu akan sesingkat ini. Andai saja dia tahu kalau kekasihnya akan pergi secepat ini. Andai saja. Mungkin semua ini tidak akan semenyedihkan ini. 

"Cantik." Ucap Aaron sambil menangis.

"Hmm, kamu tadi bilang apa?" 

"Aku suka padamu." Ucap Aaron lagi sambil menyeka air matanya.

"Hey, kamu pasti bercanda kan." 

"Tidak, aku serius. Aku suka padamu." Ucap Aaron dengan suara yang bergetar karena dia menahan rasa sesak di dadanya. Sangat berbanding terbalik dengan suaranya yang berada di dalam video itu.

"Tapi aku tidak menyukaimu."

"Aku tahu." Jawab Aaron sambil menundukkan kepalanya ke bawah.

"Aaron! Ayo kita pergi kesana! Aku mau beli permen kapas!"

"Tunggu Thea!"

"Ayo cepat!"

Aaron menghembuskan nafasnya dengan kasar. Di dalam ruangan gelap dan sepi ini, dia hanya bisa mendengar dua suara yang saling bersahutan satu sama lain. Seakan-akan dia sedang kembali ke masa lalu dan menyaksikan momen-momen bahagia yang pernah dia lewati bersama kekasihnya. Namun, semua kenangan yang sedang dia lihat sekarang ini tidak bisa menghilangkan rasa rindunya pada Thea. Yang ada malah semakin besar setiap detiknya. Ibarat sebuah tanaman yang selalu disiram dan diberi pupuk secara rutin. Seperti itulah rasa rindunya tumbuh di dalam hatinya. 

"Biar aku saja yang pegang kameranya." 

"Tidak Thea, biar aku saja. Kamera ini terlalu berat untuk kamu pegang."

"Sudah sini kameranya. Aku akan menunggu disini sambil merekam kamu dari belakang."

"Ya sudah, aku pergi kesana dulu ya."

"Iya."

"Kamu mau apa lagi selain permen kapas?"

"Aku mau susu dan es krim!"

"Akan aku belikan tapi satu saja."

"Aku mau dua."

"Tidak boleh, baby. Semua makanan itu terlalu manis jadi hanya boleh satu."

"Pokoknya aku mau dua."

"Satu atau tidak sama sekali."

"Huh! Baiklah satu!"

"Bagus hahaha. Tunggu disini ya. Jangan pergi kemana-mana. Kalau ada orang asing yang tidak dikenal-"

"Panggil namamu."

"Iya, bagus."

Aaron mendengus sambil menatap rekaman video itu. Tangisannya sudah berhenti namun rasa sakitnya masih terasa sampai sekarang. Jujur saja, dia baru pertama kali menonton semua rekaman yang selama ini dia rekam bersama Thea jadi sebagian besar rekaman yang diambil Thea dengan kameranya tidak diketahui isinya. Dia tidak punya waktu untuk mengecek kembali rekamannya karena dia lebih suka menghabiskan waktunya bersama Thea daripada di dalam ruangan ini dalam waktu yang lama. Dia lebih suka menatap wajah Thea yang indah dan mendengarkan suaranya yang candu secara langsung daripada melalui rekaman seperti ini. 

Itu yang dia pikirkan dulu sampai tiba dimana waktunya dia tidak bisa melakukan hal itu lagi dan memilih pilihan satu-satunya yang bisa dia pilih.

"Hello disini Thea!"

Aaron tersentak saat kamera itu tiba-tiba berputar ke arah wajah Thea. Kedua matanya bergetar saat wajah yang dia rindukan dapat dia lihat secara dekat karena Thea tidak bisa mengatur zoom kameranya saat itu. Aaron menekan tombol pause agar dia bisa melihat wajah Thea lebih lama lagi. Hah, rasanya dia bisa gila jika terus seperti ini. Kalau tidak karena janjinya pada Thea, mungkin sekarang dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Tapi Thea selalu mengingatkannya betapa berharganya kehidupan ini karena untuk bisa hidup di dunia ini, semua ibu yang ada di dunia ini mempertaruhkan nyawanya agar anaknya bisa mendapatkan kehidupan. 

"Aaron."

"Maaf, aku bohong saat mengatakan kalau aku tidak menyukaimu."

"Kamu adalah pria yang baik, tidak mungkin aku tidak menyukaimu."

"Kalau kamu melihat rekaman ini nanti, aku harap kamu tidak sedih jika aku mengatakan kebohongan nanti."

"Aku tidak suka berbohong tapi aku terlalu malu untuk berkata terus terang jadi-"

"Thea! Pesananmu telah tiba!" 

"Yeay! Ayo kita makan di taman!"

"Es krim vanilla, permen kapas dan susu rasa vanilla. Vanilla girl." 

"Terima kasih. Kamu yang terbaik!"

"Aku tahu semua yang kamu suka melebihi dirimu sendiri haha."

"Setelah ini kita mau kemana?"

"Ayo pergi ke rumahku."

"Kenapa?"

"Biar kita bisa berduaan."

"Dasar mesum!" 

"Hahaha, Thea! Tunggu aku! Aku hanya bercanda. Kamu mau kemana?"

"Tunggu, aku mau beli popcorn."

"Ya ampun."

"Kamu tidak mau membelikanku popcorn?"

"Tentu saja mau! Beli berapapun yang kamu inginkan, aku akan membayarnya."

Aaron menghembuskan nafasnya dengan kasar. Semua kenangan itu hanya terus menambah rasa rindu yang ada di dalam hatinya. Ah, sesak sekali. Rasanya sangat tidak nyaman. Seperti ada lubang besar yang menganga di dadanya. Perutnya juga terasa sakit, mungkin asam lambungnya sudah naik ke mulutnya. Jadi dia ingin muntah sekarang. Tapi, kamar mandi terlalu jauh dari tempatnya duduk. Hah, sepertinya lebih baik memejamkan mata saja. Mungkin saat dia membuka mata nanti, dia bisa melihat kekasihnya lagi. Mungkin saja.

___________

To be continuous.