webnovel

ALTHEA (EOTL)

Jiak aku bisa memutar waktu, aku tidak ingin bertemu denganmu lagi. Tapi, apa aku bisa melakukannya?

alemannus · Fantasy
Not enough ratings
6 Chs

[4] Penyesalan

"Apa salah satu dari kalian sudah bisa menemui Aaron?" Tanya Aiden pada teman-temannya yang lain.

"Masih belum." Jawab Ansel setelah menghela nafasnya dengan panjang.

"Aku juga belum bisa menemuinya." Ucap Dean.

"Aku juga." Ucap Axton dengan singkat.

"Aku harap dia baik-baik saja." Ucap Ryan dengan tulus.

"Aku sudah meminta semua pengawal dan pelayan yang bekerja di rumah Aaron untuk mengawasinya tanpa henti." Ucap Dean dengan serius.

"Kerja yang bagus, bro." Ucap Ansel dengan bangga.

"Axton juga sudah meretas semua cctv yang ada di rumah Aaron." Ucap Aiden dengan tenang.

"Seperti yang diharapkan dari seorang Axton." Ucap Ryan sambil menganggukkan kepalanya dengan pelan.

"Apa ada hal yang mencurigakan dari rekaman cctv rumahnya?" Tanya Dean dengan serius.

"Sejauh ini tidak ada. Semua terlihat normal." Jawab Axton dengan lugas.

"Sejauh ini masih terbilang aman tapi kita tidak bisa membiarkannya seperti itu lebih lama lagi. Kita tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan saat ini. Apalagi tidak ada satupun orang yang bisa mengingatkannya ataupun berada disisinya saat pikirannya sedang kacau." Ucap Ryan dengan khawatir.

"Kau benar, bro. Setidaknya ada salah satu dari kita yang bisa menemuinya." Ucap Ansel setuju.

"Aku sudah menghubungi adik-adiknya agar mereka terus mendukung kakaknya untuk bangkit dari keterpurukan dan sepertinya mereka terus berusaha untuk menemui kakaknya." Ucap Dean dengan serius.

"Keputusan yang bagus. Saat ini Aaron sedang membutuhkan banyak dukungan untuk bisa melalui keterpurukan ini. Kita semua tahu ini tidak mudah untuk Aaron lewati begitu saja. Apalagi dengan kondisi mental Aaron yang tidak stabil semenjak kematian ibunya." Ucap Aiden sambil menatap mata teman-temannya satu per satu.

"Aaron yang malang." Ucap Ryan dengan pelan.

"Aku masih tidak menyangka kalau Thea akan pergi secepat ini. Aku pikir kondisinya sudah benar-benar membaik karena dia bisa pergi bersama kita saat liburan. Dia juga terlihat sangat sehat dan bahagia saat itu." Ucap Ansel dengan sedih.

"Kita tidak pernah tahu, berapa lama kita bisa hidup di dunia ini." Ucap Dean dengan suaranya yang terdengar rendah.

"Kau benar, bro. Hidup dan mati itu diluar kekuasaan manusia." Ucap Ryan sambil menganggukkan kepalanya dengan pelan.

"Kita bahkan tidak bisa bertemu dengannya lagi setelah kembali dari liburan. Aku harap bisa bertemunya sekali saja sebelum dia pergi." Ucap Aiden dengan nada menyesal.

"Aku juga tidak pernah bertemu dengannya lagi setelah liburan dan aku pikir semuanya baik-baik saja." Ucap Ansel dengan sedih.

"Kita semua tidak bisa bertemu dengannya termasuk Aaron. Bahkan keberadaannya saja sulit untuk diketahui." Ucap Dean dengan suaranya yang terdengar sangat tenang dan stabil.

"Aku rasa Thea telah menyembunyikan sesuatu jauh sebelum liburan itu direncanakan. Dia berbohong akan kondisinya pada kita agar kita tidak merasa khawatir padanya dan menikmati masa liburan dengan penuh suka dan cita. Padahal pada kenyataannya, dia sedang berjuang melawan rasa sakitnya." Ucap Ryan dengan yakin.

"Lova bilang padaku kalau Thea sudah tidak meminum obatnya lagi sebelum pergi liburan." Ucap Aiden dengan serius.

"Dia juga bilang padaku kalau dia sudah tidak butuh obat-obatan lagi." Ucap Ansel dengan terkejut.

"Menurutku dia tidak meminum obatnya lagi karena dokter sudah tidak bisa memberinya harapan untuk bertahan lagi atau bisa juga itu adalah permintaan dari Thea sendiri." Ucap Dean tidak kalah serius.

"Untuk kasus seperti Thea, dokter mungkin hanya bisa memberinya obat pereda nyeri saja karena tubuhnya sudah tidak mampu lagi untuk menerima obat dengan dosis yang tinggi oleh karena itu dokter dan Thea sendiri memutuskan untuk tidak mengkonsumsi obat-obatan lagi selama satu bulan belakangan ini." Ucap Axton dengan wajah datarnya.

"Dia sudah menahan rasa sakit dari kecil. Bertahan sampai di titik ini adalah hal yang sangat luar biasa untuk dia lalui. Tidak mudah untuk Thea menahan rasa sakit hampir seumur hidupnya." Ucap Aiden setelah terdiam beberapa saat.

"Tuhan lebih sayang padanya, mangkanya dia mengambil Thea kembali sekarang." Ucap Ryan dengan pelan.

"Sekarang dia tidak menderita lagi. Dia juga tidak merasakan rasa sakit juga. Aku yakin dia sangat bahagia di atas sana dan menikmati saat-saat dimana dia bisa tersenyum dengan lebar tanpa rasa khawatir lagi." Ucap Ansel dengan senyuman tipisnya.

"Bro, ponselmu bergetar dari tadi." Ucap Ryan pada Aiden.

Aiden langsung mengambil ponselnya yang masih bergetar setelah melihat nama penelpon yang tertera di atas layar ponselnya. Dalam hitungan detik telepon itu langsung tersambung dengan seseorang dan sepertinya mereka semua sudah tidak asing dengan orang itu. Aiden memberi kode kepada teman-temannya untuk diam sejenak agar dia bisa mendengar suara orang itu lebih jelas lagi. Suasana ruangan mereka memang sepi karena Dean sengaja mereservasi satu ruangan private di salah satu restoran bintang lima yang berada tidak jauh dari gedung kantor milik Aiden. Namun, sepertinya orang yang menelponnya sedang berada di keramaian jadi Aiden meminta teman-temannya untuk diam sejenak agar tidak memperburuk keadaan yang ada.

"Yes, Mom." Ucap Aiden dengan tenang.

"Apa kamu sudah mendengar kabar dari Aaron?"

"Belum." Jawab Aiden dengan jujur.

"Apa aku harus pergi menemuinya?"

"Kau tidak keberatan dengan hal itu?" Tanya Aiden kembali pada ibunya.

"Aaron sudah seperti anakku sendiri, nak. Termasuk teman-temanmu yang lain juga. Aku tahu dia sedang sangat membutuhkan tempat untuk menumpahkan kesedihannya. Mungkin dia malu untuk menunjukkan kesedihannya pada kalian tapi dia akan selalu terbuka pada ibunya atau seseorang yang mengingatkannya pada sosok ibu."

"Kalau itu yang kamu inginkan maka aku tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Lakukan apapun yang ingin kamu lakukan, Mom." Ucap Aiden dengan tenang.

"Aku akan pergi ke rumahnya nanti."

"Baiklah. Apa kamu mau aku antar?" Tanya Aiden dengan penuh ketulusan.

"Tidak perlu, sayang. Aku bisa pergi sendiri."

"Baiklah, hati-hati di jalan." Ucap Aiden sebelum mematikan sambungan telepon mereka.

Di tempat lain dan disaat yang bersamaan juga, Aaron yang sedang mengenakan setelan jas semi formal berlutut di atas tanah dengan seikat bunga mawar hitam segar yang dia beli sebelum pergi ke tempat ini. Dengan wajah yang pucat dan terlihat sedikit menirus, Aaron hanya berdiam diri di depan sebuah makam yang cukup terlihat tua namun tetap terawat dengan baik. Dia hanya menatap nisan dari makam itu dalam diamnya dengan tatapan kosong walaupun hati kecilnya terus berteriak dari tadi. Namun sekeras apapun dia berteriak di dalam, mulutnya tetap tidak bisa terbuka sesuai dengan keinginannya. Tenaganya sudah terkuras habis dan dia tidak punya kekuatan lebih untuk melepaskan suara dari dalam mulutnya.

Aaron meletakkan seikat bunga mawar hitam itu di atas makam tua itu dengan perlahan. Sudah lama sekali rasanya dia tidak berdiri di depan makam ini dengan air matanya. Mungkin sudah lima tahun lamanya dia tidak menginjakkan kakinya disini. Hah, sudah lama sekali rasanya. Dulu saat dia kecil, dia akan menghabiskan waktunya setiap hari berada disini. Sendiri maupun bersama adik-adiknya, dia tidak pernah melewatkan satu haripun untuk mengunjungi makam ibunya. Dalam keadaan apapun terutama dalam keadaan sedih dan marah, dia pasti akan datang kesini dan berakhir dengan tertidur dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Seperti itulah gambaran masa kecilnya sebelum bertemu dengan gadis bernama Thea.

"Sudah lama sekali tidak berjumpa, Mom." Ucap Aaron dengan senyuman tipisnya.

Aaron berlutut di depan makam ibunya. Wajahnya terlihat sedih dan matanya juga berkaca-kaca namun dia terus memaksa bibirnya untuk tersenyum karena dia sudah berjanji pada Thea untuk tidak menangis di depan ibunya lagi. Thea bilang kalau ibunya pasti jauh lebih bahagia jika anaknya bisa berdiri tegak di depannya dengan senyuman bangga di wajahnya. Tapi sepertinya dia tidak bisa berdiri tegak seperti yang Thea katakan karena dia tidak mampu menahan kesedihannya di depan makam ibunya. Setua apapun umurnya, dia akan selalu menjadi seorang anak di depan ibunya. Maaf jika dia tidak bisa menepati janji itu tapi setidaknya dia berhasil menahan tangisannya dan tetap tersenyum di depan makam ibunya dengan rasa bangga karena dia mampu bertahan untuk hidup sampai sekarang walau tanpa ibunya di dunia ini.

"Aku tahu kamu pasti terkejut karena aku sudah sangat besar sekarang dari terakhir kali kita bertemu. I am a big man now, Mom. Not your baby boy anymore. Tapi aku tahu kalau kamu akan selalu menganggapku sebagai bayi laki-lakimu." Ucap Aaron lagi dengan senyuman yang lebih lebar dari sebelumnya.

"Maaf, jika anakmu ini tidak mengunjungimu dalam waktu yang lama. Aku benar-benar anak yang buruk sekali ya? Seharusnya aku lebih sering mengunjungimu disini. Maafkan aku, Mom."

"Maukah kamu memaafkan anakmu yang nakal ini, Mom? Atau kamu ingin menghukumku dulu baru memaafkan aku? Aku tahu kamu pasti akan selalu memaafkan aku, Mom. Karena kamu tidak pernah memarahiku jika aku melakukan kesalahan." Ucap Aaron sambil tertawa.

"Kamu pernah bilang padaku, aku harus menjalani hidup dengan baik."

"Tenang saja, Mom. Aku hidup dengan sangat baik. Aku makan dengan teratur dan menjalani hidup dengan baik juga. Seperti permintaanmu padaku dulu, aku melakukan semua hal yang kamu minta padaku. Aku juga bertemu dengan orang-orang yang baik dan bekerja di tempat yang bagus. Oh ya, Mom. Aku sekarang punya perusahaan sendiri dan sukses dengan jalanku sendiri jadi kamu tidak perlu khawatir lagi apakah aku bisa hidup tanpamu."

"Aku bahkan menjaga adik-adikku dengan sangat baik dan mereka semua sangat pintar dan penurut. Mereka bahkan tidak pernah menangis didepanku tapi aku tidak bisa menjamin kalau mereka tidak menangis dibelakangku."

"Aku tahu kamu pasti menyaksikan semuanya dari atas sana."

"How's heaven, Mom? Apa disana terasa lebih baik dibandingkan bersama anak-anakmu disini? Kalau menurutmu lebih baik maka aku akan berhenti menyalahkan diriku sendiri mulai dari sekarang." Ucap Aaron lagi sambil mengusap nisan ibunya dengan lembut.

"Aku juga akan berhenti mempertanyakan keputusanmu pergi meninggalkan kami. Aku juga akan melupakan rasa sedih dan penyesalan ini untuk selamanya."

"Aku ingin berdamai dengan diriku sendiri dan masa laluku yang buruk." 

"Mungkin prosesnya tidak mudah dan memakan waktu yang sangat lama tapi setidaknya aku ingin berusaha lebih baik lagi mulai dari sekarang. Aku yakin keinginanmu juga sama dengan keinginanku."

Aaron terdiam sejenak dan hanyut dalam pikirannya. Dia tidak tahu harus mengatakan apa lagi karena dia tidak ingin mengakhiri pembicaraan ini dengan tangisan. Setidaknya dia ingin mempertahankan senyuman ini sampai akhir nanti. Meskipun terasa sangat berat namun setidaknya dia tidak meneteskan air mata lagi di depan ibunya. Sudah saatnya untuk ibunya beristirahat dengan tenang tanpa rasa khawatir lagi di atas sana. Kedatangannya hari ini disini untuk memberitahu ibunya kalau dia sudah kuat dan siap menghadapi masa lalunya. Dia juga sudah siap berdamai dengan dirinya sendiri. Begitu juga dengan hatinya yang rapuh dan lemah ini.

"Mom, apa kamu masih ingat dengan gadis kecil yang kamu kenalkan padaku saat kita menghadiri acara di rumah keluarga Abhivandya? Aku yakin kamu pasti masih ingat." Ucap Aaron setelah terdiam beberapa saat.

"Kamu bilang kalau aku bisa dekat dengan gadis itu maka aku juga akan dekat dengan putra dari keluarga mereka. Kamu juga bilang kalau aku akan membuat ayahku bagga jika aku berhasil mendekati keluarga mereka." 

"Usahamu berhasil, Mom. Aku sangat dekat dengan gadis itu sekarang dan juga putra dari keluarga mereka. Aku bahkan punya teman-teman yang bisa membuat nama ayah dikenal baik di dunia ini tapi sayangnya aku tidak berhasil membuat ayah bangga padaku."

"Aku tahu kamu sedih saat mendengarnya tapi aku tidak bisa diam saja saat dia membuatmu sedih, Mom. Maafkan aku. Aku tidak bisa menepati janjiku padamu untuk menjadi anak yang baik saat kamu tidak ada."

"Meskipun waktu kembali berputar ke belakang dan aku kembali ke masa lalu pun, aku masih akan tetap melakukan hal yang sama seperti yang aku lakukan sekarang."

"Aku tahu hal itu mustahil."

"Tapi kalau seandainya bisa kembali ke masa lalu pun. Sepertinya ada dua hal yang ingin aku ubah di masa lalu."

"Kamu mau tahu apa yang ingin aku ubah, Mom?"

"Pertama, aku akan mencegahmu pergi dari dunia ini atau setidaknya membuat hidupmu terasa lebih bahagia dari sebelumnya." Ucap Aaron dengan pelan.

"Dan yang kedua, aku tidak ingin bertemu dengan gadis yang kau kenalkan itu. Tidak, aku tidak ingin pergi ke acara itu agar aku tidak bertemu dengan Thea."

"Jika bisa memutar waktu kembali, aku ingin menjalani jalan yang berbeda agar rasa sakit ini tidak pernah ada dan kisah antara aku dan Thea tidak pernah terjadi."

______________

To be continuous.