webnovel

Hari-hari Normal Penjahat Kelas Bawah

"BERKAS sudah selesai disiapkan, Pak." Suara sumbang mesin print yang berkerja selama setengah jam menyalin data dari komputer menjadi kertas bertumpuk, kini terganti oleh suara lembut wanita tinggi dengan coat dress berwarna merah. Membereskan berkas tebal di tangannya, wanita itu tersenyum sopan dan berkata, "Undangan untuk ke lima pemimpin besar guild mengenai pembasmian dungeon level SS di Torilawa, juga akan segera dikirim siang ini melalui surel resmi kita. Lalu... mengenai Pemimpin Asosiasi Hunter yang menyarankan untuk melakukan penjagaan selama rapat berlangsung. Apa kita akan menerimanya?"

Suara ketukan jari-jari menabrak meja logam terdengar menyedihkan, mengisi luasnya ruangan yang hanya di terangin pencahayaan minim lampu kuning.

Hening.

"Asisten Merlin?" 

"Ya, saya masih di sini, Pak."

"Apa menurutmu mereka akan datang jika kita mengirim undangan itu?" Suara bertanya itu terdengar stagnan. Wajahnya menjadi suram, ketika badannya yang lelah disandarkan di bangku kayu, "Torilawa adalah pusat tambang Forstone, dan aku ingat mereka sangat marah saat pemimpin sebelumnya ditunjuk untuk menjaga wilayah ini—jadi sekarang katakan Merlin, apa menurutmu mereka akan bersedia datang ke wilayah ini untuk membantu? Bahkan perintah Asosiasi Hunter, mungkin tidak ada artinya bagi mereka."

Dia menghela napas gusar, waktunya sangat tidak pas. Pemimpin guild sebelum telah meninggal saat Torilawa mulai menjadi sarang monster-monster, bahkan dungeon level terendah yang ditemukan saat ini adalah level A, dan belum lagi semakin banyaknya dungeon level S yang bermunculan. Jadi, bisa dikatakan bahwa, mereka sangat kekurangan kekuatan saat ini. Memang, ada alasan mengapa tempat ini disebut tambang Forstone. Selalu ada resiko di dalam keuntungan besar.

Sialnya, mengapa saat hal-hal ini terjadi, malah dia yang tiba-tiba ditunjuk sebagai pemimpin selanjutnya.

Seharusnya dia pengajuan pensiun dini, saat ada kesempatan.

Sekarang, kemana dia bisa mengajukan surat pengunduran dirinya.

"Kita hanya perlu mencoba, Pak."

Pria itu terkekeh kecil, memiringkan kepalanya malas, "Kamu benar, Merlin—tapi kita masih perlu membuat rencana lain jika undangan itu tidak berhasil, atau Torilawa akan benar-benar hancur cepat atau lambat."

Ada keheningan untuk beberapa saat.

"Bagaimana dengan memberikan hak wilayah pada guild lain?" saran Merlin sepintas, satu tangannya sibuk memperbaiki letak kacamatanya yang turun. Menyadari keheningan yang canggung, dia tersadar kata-katanya sedikit lancang, lalu dengan cepat menambahkan, "Itu pun jika pimpinan bersedia melepaskannya."

Sudut bibir pria itu sedikit berkedut, tidak menyangka saran seperti itu akan keluar dari mulut asistennya, karena sejujurnya dia pun sudah memikirkan hal seperti ini sejak lama. Tapi kemudian dia teringat lagi, alasan mengapa dia tidak bisa gegabah melepas wilayah Torilawa sejak awal.

"Lalu guild kita akan segera dibuang." Ini kenyatannya, pria itu semakin lesu bersandar di bangku kayu yang terasa sangat tidak nyaman, dia lalu kembali melanjutkan saat satu tangan menopang berat kepalanya, "Bahkan melepaskan hak kita tidak akan membantu Torilawa. Akan ada kerisuhan panjang antar guild yang mendaftarkan haknya untuk Torilawa—yang pastinya akan membuat proses penaklukkan dungeon menjadi kacau. Ditambah saat kita melepas hak terhadap Torilawa, maka pada saat itu juga, kawasan ini akan berdiri tanpa hukum. Semua orang bisa datang tanpa pengawasan. Jika wilayah lain mungkin kita bisa melakukan dengan tenang, tapi Torilawa... tempat ini memiliki tambang Forstone yang diincar oleh semua orang, bahkan Asosiasi Hunter akan kesulitan menjaganya untuk sementara. Hal terbaik yang bisa dilakukan adalah, dengan sementara mempertahankan Torilawa sampai dungeon-dungeon kelas atas diselesaikan."

Setelah pria itu mengakhiri perkataan, dia menatap cangkir kosong di depannya.

"Ternyata seperti itu, situasinya menjadi rumit." Merlin menjawab takjub, ini pertama kalinya dia mendengar perkataan panjang dari pimpinan barunya, "Anda ingin teh, Pak?"

"Ya, tolong teh hijau yang sama. Terimakasih, Merlin."

"Tidak masalah, Pak."

Kemudian wanita itu pergi, meninggalkan pria itu sendiri di ruangan.

"Sial," Sou mengutuk kesal, matanya menyipit pada buku yang entah bagaimana sudah berada di meja sejak asistennya pergi, mungkin karena dia sudah menamatkan isi buku berkali-kali, dia menjadi muak saat melihatnya muncul, suaranya menjadi rendah, saat berkata, "Bab delapan mengatakan akan ada dugeon break besar di Torilawa yang menghancurkan hampir seluruh wilayah, apa ini akan menjadi bendara kematiannya yang lain?"

Memiringkan kepalanya, menatap lama pada benda yang sangat dikenalnya di meja, lalu pada akhirnya menghela napas kasar, Sou mengambil buku tebal dengan sampul yang didominasi warna hitam—mulai membaca kembali isi tulisan secara perlahan.

Informasinya benar-benar terbatas.

Hanya bisa kembali pada sudut pandang prontagonis.

[Chapter 102, Bab 8]

...

Salah-satu teman terbaikku mati di dungeon hari ini.

Aku sudah menyangka bahwa penyerangan pada dungeon di Torilawa akan berakhir dengan kekalahan telak. Lagipula bagaimana bisa mereka hanya mengirim satu pasukan hunter pada dungeon level SS, yang bahkan setidaknya butuh puluhan tim dan hunter S dan SS. Melihat yang bisa dilakukan Asosiasi Hunter, hanya menutup semua stasiun televisi yang memberitakan kejadian ini, membuatku sangat muak. Lagipula bukankah mereka sudah terlambat, karena bahkan ibukota sudah menjadi kacau.

Ini sangat menyedihkan, mengapa orang-orang itu sangat egois dan hanya peduli pada diri mereka sendiri.

[End Chapter 108, Bab 8]

Ada kalanya saat membaca, Sou tanpa sadar akan mengutuk protagonis yang bertindak terlalu polos dan naif—karena bagaimana bisa dia berpikir bahwa semua hal yang terjadi akan berjalan sesuai dengan keinginannya. Dia menyalahkan orang lain, situasi yang telah terjadi, dunia ini, bahkan... dirinya sendiri. Tapi, kemudian Sou menyadari bahwa apa yang dia baca selama ini adalah kisah nyata dari seseorang yang hidup—seseorang yang mungkin hanya ingin mengungkapan pikiran terdalamnya, mengungkapkan harapannya.

Mungkin orang seperti Sou tidak akan bisa mengerti, bagaimana perasaan seorang prontagonis yang menanggung beban nyawa orang-orang di pundaknya.

Dia pahlawan di dunianya.

Ya, mereka berbeda.

Sou adalah penjahat di dalam buku itu, meski sedikit terkejut di awal, kini... dia menerimanya dengan senang hati.

Lagipula setelah membaca berkali-kali buku itu, Sou perlahan tersadar mengenai apa arti penjahat dalam buku itu—karena di dalam buku, penjahat di dunia itu selalu digambarkan dengan sekumpulan orang-orang yang memiliki pendapat berbeda dari sudut pandang prontagonis, mereka yang memberontak dan terlihat mengganggu di mata protagonis. Mereka yamg bertahan hidup dengan caranya sendiri. Jadi, setelah bertahun-tahun mengetahui kebenarannya, Sou masih tetap Sou di dunianya, bukan Sou dari dunia buku. Dia akan tetap mengikuti apa yang ingin dilakukan, karena bahkan tidak ada dirinya dalam kisah protagonis.

Sou hanya akan berperan sebagai penjahat terburuk di akhir seperti yang dikatakan dalam buku.

Tapi hal-hal dalam buku ini masih perlu diperhatikan.

Uh, membaca betapa parahnya kerusakan yang akan terjadi di Torilawa, apa kali ini dia benar-benar bisa bertahan hidup?

Buku itu terlalu nyata, sampai Sou takut.

Hal-hal selalu terjadi seperti yang ditulis di dalam buku, walau terkadang Sou akan dengan sengaja memcoba merubah beberapa kejadian, tapi yang selanjutnya terjadi adalah hasil yang sama dengan pola berbeda.

Seperti labirin berputar yang pada akhirnya hanya akan ada satu pintu keluar.

Mungkin ini juga yang membuat Sou, dengan mudah menerima perannya.

"Ini teh hijau milikmu, Pak." Meletakkan dua cangkir teh di meja, Merlin kembali duduk di depan laptonya.

Suara Merlin mengembalikan pikirannya, Sou mengambil cangkir tehnya dan menjawab, "Terimakasih."

"Sama-sama, Pak."

Lalu mengangkat kepalanya, Merlin melihat pimpinannya yang sedang meminum teh hijaunya perlahan, dia sejenak ragu-ragu dengan apa yang hendak dia katakan.

"Katakan yang ingin kamu katakan, Merlin."

Merlin tersentak, lalu dengan hati-hati menyerahkan seberkas dokumen kepada pihak lain,  dengan tenang dan serius dia mulai berkata, "Pak, bagaiman dengan mengajukan merger dengan guild lainnya," dia berhenti sejenak, menunggu reaksi pimpinannya, setelah dilihat Sou hanya mengangguk-angguk dengan berkas dokumen di tangannya, dia menghela napas. Duduk, Merlin lalu mengotak-atik data di laptop merahnya, "Dari data yang sudah saya kumpulkan, Guild Roah dan Venix masing-masing dipimpin oleh hunter level S, mereka juga memiliki banyak tim-tim dengan hunter level B dan A. Penyelesaian dungeon Torilawa... mungkin saja bisa berhasil. Lalu jika itu tidak bekerja dengan baik kita bisa ber-afiliasi dengan Asosiasi Hunter."

"Merlin.. "

"Mungkin kita juga bisa berkerja sama dengan Akademi Hunter di Ibu Kota, setelah penaklukan dungeon dan pelepasan hak pada wilayah Torilawa—menjadi pengajar, aku dengar anda adalah alumni dari Akademi Hunter." Tangan Merlin bergerak cepat di atas keyboard, menelusuri mencarinya, "Atau.. Pembersihan dugeon...? Jika anda tidak tau Pak, mereka adalah pekerja yang bertanggung jawab setelah dugeon diselesaikan oleh Hunter penyerang."

"Asisten Merlin?"

"Ya, saya masih di sini, Pak," jawab Merlin, wajahnya terangkat menatap sosok di depan, dia tersenyum kaku.

"Kamu memikirkan terlalu jauh," Sou terkekeh, pikirannya sedikit terpaku pada satu hal, "Tapi mengapa harus pembersihan dungeon?"

"Eh..."

Matanya menyipit menatap berkas yang baru saja diterima dari tangan wanita di depannya. Di sana tertulis mengenai informasi guild-guild yang mungkin bisa melakukan merger dengan guildnya, persyaratan untuk melakukan afiliasi dengan Asosiasi Hunter, contoh surat rekomendasi untuk menjadi pengajar akademi, bahkan kandidat guild yang mungkin akan mengambil hak wilayah Torilawa.

Tapi mengapa tidak ada tentang pembersihan dungeon.

Saat dia hendak bertanya pada pihak lain di depannya, tiba-tiba lampu padam.

Semua aliran listrik di satu gedung telah mati.

Dia tertegun untuk beberapa saat, lalu terkekeh.

"Mungkin guild memang harus segera dibubarkan." Menghela napas, Sou menatap suram pada kegelapan, "Ada berapa orang saat ini di guild? Aku tidak bisa merasakan hawa keberadaan orang lain sejak tadi pagi."

Hening.

"Asisten Merlin?"

"Ya, saya masih di sini, Pak."

Ya, dia tau itu.

Memijat pelipisnya, Sou kembali menanyakan pertanyaan yang sama, "Ada berapa orang di guild saat ini?"

"Saat ini hanya... ada kita berdua di guild, Pak." Merlin tersenyum kaku, suaranya terdengar canggung, "Hunter terakhir adalah Rio, dan kemarin dia telah mengundurkan diri."

Bibir Sou berkedut.

Situasi ini terlihat sangat menyedihkan.

Sial, penjahat macam apa dia.

[]\