webnovel

Aku dan Suamiku

Warning! Mature content! "Seperti Sha, sahabatku yang menikah sangat muda, aku pun sama. Menikah di usia 16 tahun. Bahkan aku telah menikah dua tahun lebih dulu darinya. Bedanya kalau sahabatku itu suaminya selalu standby 24 jam di sampingnya, aku tidak. Bahkan saat ini aku tak tahu dimana suamiku itu berada. Dia meninggalkanku seminggu setelah menikahiku. Hanya dua kali aku melihat wajahnya. Tapi, bukan itu masalahnya. Kalian harus tahu apa yang dilakukannya padaku setelah dia kembali. So guys, read my story with my husband, if you really want to know!

Sinnadwi · 都市
レビュー数が足りません
53 Chs

Part 11.1 Dia Harus Diberi Balasan

"Kamu yakin?" tanya Sha memastikan.

 

"Tentu saja! Seratus persen aku yakin! Jangan coba menggoyahkanku ya, Sha!"

 

"Kamu tidak mau mencoba mencari tahu dulu? Mungkin ini hanya salah pahamkan? Kamu kan juga belum mengenal suamimu."

 

"Salah paham bagaimana? Jelas-jelas dia pulang larut malam, dan berangkat pagi buta. Pasti mau merawat janda itu. Sedang aku, ditinggalkan."

 

"Bukankah itu maumu? Kamu memang bukanya menolaknya waktu itu?"

 

"Bukannya aku menolak, aku hanya belum siap, Sha. Aku hanya meminta waktu padanya. Lalu apa? Dia selingkuh! Dengan janda beranak! Atau jangan-jangan, itu anaknya!"

 

"Hus, kamu jangan berprasangka buruk begitu. Dengar dulu penjelasan dari suamimu."

 

"Apa yang mau didengarkan kalau dia tidak pernah bicara? Aku benar-benar merasa ditipu. Aku harus mem-balasnya, Sha!"

 

"Menggodanya?" tanya Sha. Aku mengangguk.

 

"Kalau dia tidak tertarik?" tanyanya lagi.

 

"Tidak mungkin. Dia pernah begitu bernafsu denganku." jawabku yakin. Mengingatkanku pada kejadian beberapa Minggu lalu.

 

"Kalau dia marah padamu, lalu lebih memilih janda itu bagaimana?"

 

"Well, aku tidak rugi."

 

"Yakin? Kamu akan menunjukkan lekuk tubuhmu loh saat menggodanya."

 

"Ti-dak masalah. Asal dia menderita!"

 

"Kalau dia tidak menderita?" aku diam mendapat rentetan pertanyaan Sha. "dan lagi, memang kamu bisa menolaknya jika dia memaksamau? Tenaga lelaki itu besar, Hannah. Apalagi dia pria dewasa. Pasti tenaganya tiga kali lebih kuat dibandingkan kamu."

 

"Aku, aku bisa lari. Aku bisa berteriak."

 

"Siapa yang akan mendengarkan teriakan suami istri di dalam kamar? Malam hari pula." Aku diam lagi, mung-kinkah Bunda akan menolongku? "Lalu, apa dia akan men-derita jika kamu menolaknya? Bagaimana kalau dia malah mencari kepuasan di luaran sana? Kamu juga yang ikut dosa, Han!"

 

"Kamu ini mau membantuku tidak sih, Sha? Kok kamu malah membelanya?" kataku kesal. Tidak bisa menjawab pertanyaan Sha yang membuatku semakin pusing.

 

"Bukan membelanya, pikirkan baik-baik dulu, Han. Cari dulu kebenarannya. Kalau memang terbukti dia selingkuh, lebih baik kamu meminta cerai baik-baik darinya. Selagi kamu belum diapa-apakan. Jangan malah bermain api. Atau mungkin semua ini hanya salah paham. Minta penjelasan darinya, minta bukti darinya. Setelah itu, baru pikirkan lagi apa yang harus kamu lakukan."

 

"Dia jelas-jelas selingkuh, Sha!"

 

"Kamu melihat sendiri? Lagi pula, menurutku, kalau dia selingkuh dengan sekretarisnya mana mungkin kakaknya diam saja. Sedang ada kamu, istrinya di rumahnya."

 

"Tapi-"

 

"Sudahlah, Han. Cari dulu kebenarannya. Kamu sedang dikuasai emosi saat ini. Jadi, apapun yang aku jelas-kan, akan mental."

 

"Aku tidak bisa berpikir lagi."

 

"Perbanyak istighfar. Mohon ampun sama Allah!"

 

"Astaghfirullah!"

 

"Selesaikan baik-baik. Bicarakan baik-baik."

 

"Tapi bagaimna? Aku tidak pernah bertemu dengannya."

 

"Hmm... Begini saja. Nanti, sebelum kamu tidur, minum air yang banyak. Banyak sekali."

 

"Untuk?"

 

"Biar saat tengah malam, atau dini hari kamu bisa bangun. Kebelet pipis. Lalu, kamu bisa melihat suamimu." terang Sha yang masih dengan lambat aku cerna dalam otakku.

 

"Begitu?"

 

"Ya, dan pakai pakaian sexy saat tidur!"

 

"Tidak mau! Kalau aku diperkosa, bagimana?"

 

"Dia kan suamimu sendiri, Han."

 

"Tapi dia selingkuh!"

 

"Makanya, cari dulu yang sesungguhnya terjadi."

 

"Bagaimana caranya?"

 

"Ikut dia kerja."

 

"Kalau tidak boleh?"

 

"Paksa, kalau tidak bisa minta bantuan Ayah Bundamu."

 

"Kalau tidak berhasil?"

 

"Ya sudah, minta cerai saja. Gampang kan?"

 

"Kok cerai sih?"

 

"Jadi kamu tidak mau cerai? Makanya, kenali dulu suamimu. Rasanya almarhum Papamu tidak akan setega itu, menyerahkanmu pada pria brengsek." Aku jadi teringat Papa. Benar juga apa kata Sha. Papa tidak mungkin meng-inginkan aku sengsara. Papa pasti ingin aku bahagia.

 

"Benar juga."

 

"Ya sudah, pulang sana. Sudah jam lima sore. Mandi yang bersih, kalau perlu nyalon dulu sebelum pulang."

 

"Apaan sih, Sha!"

 

"Eh, dibilangin juga!"

 

"Iya-iya, bawel. Bilang saja mau mesum sema Kak Oriz."

 

"Memang! Makanya kalau diajak suami, jangan menolak! Enak loh."

 

"Sha! Awas ya!"

 

"Sudah sana!"

 

"Iya. Aku pulang. Assalam'ualaikum."

 

"Wa'alaikumsalam."

 

Baiklah, saatnya beraksi. Tunggu balasanku ya!

 

----------

-tbc 

Gimana? Mau lanjut?

Kalau ada typo, komenin aja yaa :)

With love,

Sinnadwicreators' thoughts