Kami tiba di Graz, ibukota di negara bagian Styria, Austria tepat pukul 08.00 pagi, dan dijemput langsung oleh asisten personal George bernama Mike. Selanjutnya kami harus melanjutkan perjalanan ke kota Spielberg tempat dimana Red Bull Ring sirkuit berada, yang berjarak kurang lebih satu jam dari kota Graz.
Spielberg adalah sebuah kota seluas dua puluh sembilan kilometer persegi, dikota ini lah sirkuit Red Bull Ring berada, sirkuit balap tertinggi di dunia, karena lokasinya berada di Pegunungan Styria.
Tidak banyak yang kami dapat lakukan, selain berharap George akan segera sadar dari koma, suasana begitu memilukan dan menyita sebagian besar emosi dan energi, kami juga sempat kesulitan ketika sampai di rumah sakit karena lobi rumah sakit begitu ramai dengan para jurnalis yang meliput kecelakaan.
Kami sangat letih, sepanjang malam kami berdua tidak mendapatkan istirahat cukup karena pesawat kami harus transit dan bermalam di hotel di dalam airport di Budapest, Hungary. Kami pun harus terjaga sepanjang malam untuk mengejar penerbangan paling pagi ke kota Graz, Austria.
Sepanjang hari Valter disibukkan dengan panggilan telp dan koordinasi dengan pihak rumah sakit mengupayakan kemungkinan untuk George dibawa pulang ke Germany dan mendapatkan perawatan lebih intensif disana. Aku duduk di sofa rumah sakit, untuk kesekian kalinya aku menguap, serasa seluruh badanku serasa rontok menahan letih.
" Jade, ada baiknya kamu segera pergi istirahat, sudah ada hotel yang disiapkan Mike untuk kita. Jika mau, aku akan menghubungi sopir untuk menjemputmu. " ucap Valter.
" Bagaimana denganmu? " tanyaku sambil memandang Valter.
" Aku akan segera menyusulmu, setelah mendapat jawaban pasti tentang George. " ucap Valter perlahan berjalan menuju sofa.
" Aku akan disini bersamamu disini, jangan pernah memintaku pergi. " ucapku.
" hmmm... kamu tampak sangat letih sayang. " ucap Valter dengan raut wajah yang terlihat berpikir sejenak.
" Tidak akan. " jawabku keras kepala.
"Baiklah kalau begitu, aku akan menemanimu ke hotel dan istirahat sebentar. " sahut Valter sambil meraih phonecell mencoba menghubungi Mike.
" Mobil sudah siap, kita akan ikut jalan belakang untuk menghindari wartawan, jika mereka mengenaliku sebagai adik dari George, mereka akan mempersulit kita dengan beragam pertanyaan. " ujar Valter sambil mengandeng tanganku.
-
Sudah lima hari aku dan Valter berada di Spielberg, George belum juga sadar dari koma, dan rumah sakit belum memberikan ijin untuk George di bawa pulang, mengingat kondisinya yang masih dalam keadaan kritis.
Mama Maloree hampir setiap jam menelp dan sedikit mendesak Valter untuk membawa George pulang ke Germany, ia sudah mempersiapkan pesawat pribadi untuk membawa George pulang dan menyiapkan rumah di Berlin untuk perawatan lanjutan jika sudah sadar dari koma, dia begitu cemas dan sedikit kurang percaya akan sistem perawatan di kota kecil ini, George adalah anak kesayangan mama Maloree.
Dari hasil pemeriksaan George mengalami cedera otak karena benturan di kepala ketika dia tergelincir keluar dari jalur sirkuit, aku dan Valter sedikit lebih sudah berada dalam kondisi emosi yang tenang, tidak seperti pertama kali tiba, dimana semua penuh dengan drama ketegangan.
Ada hal hal yang berubah di diriku semenjak menghabiskan sebagian besar waktu disini, aku sudah tidak mual dengan bau rumah sakit, tidak berdebar melihat ruangan demi ruangan rumah sakit, trauma itu pergi begitu saja, tanpa pamit.
Aku pun sudah terbiasa duduk diam hening di samping George sambil menatap selang dan kabel juga garis monitor yang berlarian ke atas ke bawah. Kadang aku mengajaknya berbicara, bercanda seolah olah George bisa mendengarku, anggap saja demikian.
Hari ini aku bercerita tentang semua masa laluku di depan George, walau kutahu ia takkan pernah bisa mendengarkanku, aku anggap ini adalah terapi diriku untuk berdamai dengan masa lalu, mengisahkan semuanya kepada seseorang, sehingga beban di hati berkurang. Ini sekaligus membantuku menghilangkan rasa bosan berada dalam ruangan yang penuh dengan mesin medis.
Suasana di ruang ICU tidak begitu buruk, hanya saja cukup hening. Dari balik tirai putih itu terdapat jendela kaca yang cukup besar dan aku bisa menangkap pemandangan pegunungan Styria, 60 % kawasan Styria ditutupi oleh hutan yang cantik. Kawasan ini sering disebut sebagai The Green Heart of Austria, karena keindahannya. Hawa di sini juga berbeda tidak seperti hawa rumah sakit yang biasanya mencekam.
Sirkuit berada di ketinggian lebih dari enam ratus meter di atas permukaan laut, dengan trek lurus dan hanya terdapat sembilan tikungan tajam dan berbahaya, tikungan pertama dari sirkuit terkenal dengan tikungan neraka, yang sering menelan banyak korban.
Aku memandang George sambil duduk tenang di sebelahnya, mataku menangkap sebuah gerakan kecil di jari jemari George, sontak aku kaget dan berdiri panik, aku berlari keluar mencari Valter dan para perawat.
" Valter, tolong hubungi perawat, aku melihat jemari George bergerak. ini mungkin pertanda baik. " sahutku dengan napas yang tidak teratur.
Valter segera berlari menghubungi perawat, yang segera sigap mengecek keadaan George, kamipun menunggu di luar ruangan dengan sejuta harapan baik.
-
" Sayang, besok kita akan pulang ke Germany. " Sahut Valter tersenyum sambil membuka lebar tangannya, meraihku masuk kedalam pelukannya. 5 hari yang penuh dengan ketegangan dan kekhawatiran, bahkan tidur pun kami tak pernah bisa nyenyak.
Hari ini seperti titik cerah hari menyapa kami, setelah mengalami hari hari berat.
" Apa kata dokter ? " tanyaku sambil mendongak kearah Valter.
" Dokter menyatakan bahwa George sedang berada dalam kondisi sadar minimal. Ia menjadi sadar tetapi belum bisa berikan respons banyak karena otak nya mengalami trauma. George tetap akan respon terhadap cahaya, pergerakan hingga stimulasi tapi mungkin belum bisa berbicara. " tambah Valter menjelaskan.
" Bukankah itu sebuah progress yang baik, sayang ? " tanyaku lagi.
" Iya, dia akan banyak butuh perawatan untuk pemulihannya. Dia sudah melewati masa kritisnya. " sahut Valter. Terlihat sinar bahagia dari matanya, Valter begitu menyayangi George.
-
Kami membawa George pulang ke Germany, dengan pesawat jet pribadi type Embraer Lineage 1000E, milik mama maloree. perjalanan dari Graz ke Berlin kurang lebih satu jam lebih lima belas menit.
" Sayang, kenapa George tidak dibawa pulang ke Frankfurt ? kenapa malah ke Berlin ? " tanyaku sambil duduk manis di sofa di dalam kabin pesawat yang baru beberapa menit lalu take off.
" Sepertinya mama berpikir Berlin adalah tempat yang lebih nyaman untuk pemulihan George. Mengingat semua jurnalis pasti akan menyerbu rumah di Frankfurt dan mencari tahu keberadaan dan kondisi George." jawab Valter yang pindah duduk di sebelahku di sofa, sambil memandangku dengan mesra.
" Aku kangen menyentuhmu sayang, enam hari terakhir kita rasanya berasa dalam ketegangan. " sahutnya sambil mengecup pipiku dan berbicara dalam jarak yang sangat dekat.
" George akan langsung dibawa ke rumah sakit atau ke rumah pribadi ? " tanyaku lagi, sambil memandang kedua mata Valter, menatapnya lekat dan mengagumi sosok pria yang aku cintai dalam jarak yang begitu dekat.
" George akan dibawa pulang ke rumah, mama sudah menyiapkan ruang perawatan beserta alat medis, dokter dan perawat yang akan memantau kondisinya dirumah." ucap George pelan dan memelukku.
Aku baru saja membuka mulut melontarkan kembali pertanyaan, namun bibirku beku menyatu dengan bibir Valter. Valter menciumku dengan lembut dan sarat akan kerinduan.
😍😍😍