" Ini Bu Claudia Hartanto!" ucap Sinta.
" Selamat Pagi, Mbak Reva!" sapa Claudia dengan tersenyum. Cih! Mbak...mbak! Kapan gue nikah sama kakak lo? Sok akrab banget! batin Reva kesal. Reva mengangkat wajahnya dan melihat seorang gadis yang memang harus Reva akui jika dia sangat cantik, hingga membuat hati Reva sedikit was-was dan waspada dengan kehadiran Claudia.
" Pagi! Silahkan duduk!" jawab Reva mencoba untuk mengendalikan perasaannya yang sedang menahan kesal.
Keluarga Abiseka telah sampai di acara pernikahan Wina, halaman belakang rumah Ben yang luas di sulap menjadi indah dengan beberapa ornamen pernikahan yang bernuansa putih membuat Revan takjub dengan dekorasi pernikahan Wina. Dengan jantung berdetak sangat kencang, Revan berjalan di belakang orang tuanya, dia melihat ke kanan dan kekiri. Ada beberapa teman Wina dan temannya yang duduk di kursi undangan.
" Selamat Datang, Bos!" sapa Ben.
" Selamat, ya, Ben! Sebentar lagi kamu akan memiliki cucu!" kata Valen sambil melirik ke arah putranya. Ben hanya tersenyum mendengar ucapan mantan Bosnya itu.
" Trima kasih, Bos!" jawab Ben.
" Selamat Ben!" kata Tata.
" Trima kasih, Nyonya Bos!" jawab Ben.
" Tataaaaa!" teriak Manda.
" Astaga, Manda! Udah mau jadi nenek juga!" kata Tata terkejut karena teriakan Manda.
" Biar aja! Gue kangen sama lo! Susah banget ngajakin lo jalan!" kata Manda sambil melirik Valen. Valen yang merasa disindir pura-pura diam dan melihat ke sekelilingnya.
" Cih! Pura-pura nggak denger! Heran gue, Ta! Udah tua masih aja posessif sama istri! Emang siapa yang mau sama wanita tua?" kata Manda sebel. Tata hanya diam dan malu dengan ucapan Manda, pipinya menjadi merah karena memang Valen begitu mengekang dirinya. Dia tidak boleh kemana-mana jika tanpa seijinnya bahkan harus dengan dia.
" Kalo Ben kayak begitu, sudah gue tinggal dari dulu!" kata Manda pura-pura. Ben yang mendengar hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
" Cih! Ben bukan gue! Gue nggak mau istri gue jadi bahan tontonan orang!" kata Valen dengan santai.
" Ckk! Ngaku juga ternyata!" kata Manda yang membuat Valen mati kutu karena terpancing oleh sindiran Manda.
" Sudah! Ayo kita duduk, acara akan dimulai!" kata Ben.
" Revan! Kamu tampan sekali! Sayang kamu nggak bisa jadi menantu Tante!" kata Manda.
" Trima kasih, Tante!" jawab Revan tersenyum. Memang Revan hari ini terlihat sangat tampan, malah bisa-bisa mengalahkan mempelai prianya. Beberapa gadis bahkan tidak melepaskan pandangan mereka dari wajahnya.
Lalu mereka duduk di barisan paling depan. Revan duduk di pinggir dekat jalan pengantin, dia sengaja memilih duduk disitu agar bisa melihat dengan jelas. Dilihatnya Bastian dengan tuxedo hitamnya datang bersama orang tuanya. Manda menyambut mereka dan mempersilahkan duduk di kursi. Tatapan mata mereka bertemu, Revan sangat membenci Bastian karena telah mengambil miliknya, tapi Bastian hanya diam sekana mengejek dirinya. Lo akan lihat apa yang akan terjadi nanti! batin Revan. Musik pengiring telah berbunyi, semua undangan berdiri dan menunggu mempelai wanita datang bersama papanya.
Revan memutar tubuhnya berdiri dengan gagahnya menghadap ke belakang. Wina keluar dengan di gandeng oleh Ben. Tangan Wina bergetar, tubuhnya sedikit gemetar dan tangannya terasa dingin di genggaman Ben.
" Rileks, sayang! Semua kan baik-baik saja!" kata Ben.
" Wina takut, Pa!" kata Wina.
" Kamu ikuti saja semuanya!" kata Ben menepuk-nepuk tangan putrinya.
" Iya, Pa!" jawab Wina mempererat pegangan tangannya pada lengan papanya.
Wina yang berjalan dsamping papanya menundukkan kepalanya menyembunyikan rasa gugupnya. Lalu dia mengangkat wajahnya untuk tersenyum pada para undangan. Tatapannya terhenti pada sosok pria di depan, jantungnya berdetak sangat kencang, seakan keluar dari tempatnya. Tampan! Gagah! Mempesona! batin Wina. Ya, Tuhan! Kenapa aku tidak bisa membenci dia? Kenapa cinta ini harus tumbuh pada dan hanya untuk dia? Walau dia telah sering dan banyak menyakiti hatiku! batin Wina. Sementara Bastian yang tersenyum melihat kecantikan Wina menatap nanar pada calon istrinya itu. Aku memang sudah kalah sebelum bertempur, Win! Dia akan selalu ada di dalam hatimu! Walau sebesar apapun kamu menutupinya, selalu hanya dia dan selamanya dia! batin Bastian kecewa. Ya! Tatapan itu tertuju pada Revan, bukan Bastian. Mata Wina hanya tertuju pada sosok pria tampan dan gagah dengan tuxedo hitam yang berdiri di kursi undangan, bukan di depan altar. Cantik! Kamu sangat cantik dan anggun, Win! Betapa bodohnya aku telah menyia-nyiakan kehadiran kamu! Menyia-nyiakan cintamu! Aku berjanji, jika aku akn selalu mencintai dan menyayangi kamu, Win! Selalu dan selamanya! sumpah Revan pada dirinya. Wina melewati Revan dan berjalan ke arah Bastian.
" Aku titip Wina, Bas!" kata Ben.
" Iya, Om!" jawab Bastian.
Lalu Bastian menerima tangan Wina dan memegangnya, mereka berdiri di hadapan pendeta.
" Sebelum saya melanjutkan acara ini, saya ingin bertanya pada semua yang hadir disini. Apakah ada yang keberatan dengan pernikahan mereka berdua?" tanya Pendeta itu. Revan akan mengangkat tangannya saat terdengar suara tembakan. Dorrrr! Seluruh wanita yang ada di acara itu berteriak dan akan berlari, tapi tidak berani karena larangan seseorang.
" Diam! Jangan ada yang bergerak!" teriak orang itu sambil menodongkan pistolnya pada semua orang. Wajahnya memakai topeng kain warna hitam dan hanya menampakkan mata dan bibirnya saja.
" Jika ada yang berani bergerak, maka kalian akan tahu akibatnya!" kata pria itu. Revan mengepalkan tangannya, dia menatap tajam pada pria bertopeng itu.
" Well! Well! Well! Ini dia, orang yang dicari-cari!" kata pria itu sambil mendekati Revan.
" Akhirnya lo keluar juga dari sarang lo!" kata pria itu sambil menepuk-nepuk dada Revan dengan pistolnya.
" Kalo gue yang lo cari, lepasin semuanya! Gue akan ikut lo!" kata Revan dengan sombong.
" Hahaha! Lo kira akan semudah itu? No, Revan! Not that easy!" kata pria itu. Lalu dia mengalihkan pandangannya pada sosok Wina.
" Jangan berani menyentuhnya!" ucap Revan pelan.
" Atau apa?" tanya pria itu seketika dengan wajah menatap Revan.
" Lo akan tahu akibatnya!" jawab Revan semakin mengepalkan tangannya membuat warna putih di sekitar jarinya.
" Cih! Sudah terdesak masih saja sombong! Gue akan lihat!" kata pria itu mendekati Wina, dengan cepat Revan bergerak, tapi dengan cepat pula pria itu menodongkan pistolnya di kepala Revan.
" Revannn!"
" Varellll!"
Teriak Tata dan Wina bersamaan. Bastian terkejut melihat Wina yang akan bergerak mendekati Revan, tapi Bastian segera menahannya sejuat tenaga.
" Tenanglah, Win! Dia tidak akan apa-apa!" bisik Bastian memeluk Wina.
" Jangan mencoba gue!" ancam pria itu dengan tatapan tajam.
" Tembak! Gue nggak takut!" kata Revan memegang pistol yang terarah di dadanya itu. Pria itu terkejut, lalu mereka berebut pistol dengan Revan. Pistol terarah ke kana dan ke kiri, semua wanita undangan menjerit takut melihat moncong pistol itu. Kemudian pistol itu berubah ke bawah, mereka saling rebut dan dorong. Valen hanya melihat dengan santai hal itu, sedangkan wajah Tata sudah memucat dan memegang erat tangan Valen.
" Apakah ini...tidak apa-apa?" tanya Tata dengan wajah khawatir.
" Tenang saja!" kata Valen. Revan menendang kaki pria itu menyebabkan pria itu membungkukkan tubuhnya. Dorrr! Dorrr! Terdengar 2 kali tembakan.