"Entahlah, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Ayahku kejam. Aku hanya berharap kebaikan suatu hari nanti yang akan menolongku."
"Semoga saja nanti ada yang menolong kamu ya. Tidak tega saja, wanita seperti kamu malah jadi korban seperti ini."
"Aamiin."
"Oh iya, ngomong-ngomong yang kasih tahu Sintia tadi siapa ya? Kok aku jadi kepikiran lagi dengan Novia. Jangan-jangan dia yang sudah beri tahu!"
"Entahlah, mungkin saja. Aku tidak tahu."
"Ya sudahlah, lupakan saja. Dengan begitu aku juga lega, sudah bebas dari Sintia tanpa harus susah payah lagi mencari alasan."
***
"Ayah sembunyikan di mana anak kita Grizelle? Sudah beberapa hari ini Griz tidak pulang. Tapi Ayah tetap santai seperti ini seolah tidak terjadi apa-apa. Jawab Ibu, Yah?"
"Bu, Ayah sudah berusaha cari Grizelle. Kemarin kata temannya dia tidur di rumah temannya. Katanya lagi ada tugas. Jadi Ibu tenang saja."
"Tidak mungkin, pasti Ayah bohong. Sejak kapan Ayah tahu dan kenal teman Grizelle yang mana, sedangkan Ayah tidak peduli dengan dia. Katakan yang sebenarnya, Yah!"
"Harus berapa kali sih Ayah bilang. Kalau Grizelle di rumah temannya. Jadi Ibu jangan khawatir."
"Kalau pun dia di rumah temannya, pasti dia izin dengan Ibu, Yah. Jadi tidak mungkin Grizelle tidak izin."
"Ya barang kali dia lagi sibuk sampai-sampai tidak sempat untuk mengabarkan Ibu. Sudahlah, yang penting Ibu sekarang istirahat saja ya?"
"Bagaimana Ibu bisa istirahat dengan tenang, Yah. Kalau Grizelle tidak ada kabar. Jangan-jangan sudah Ayah jual lagi ya anak kita?"
"Sudah, cukup. Aku sudah muak dengan celotehan kamu sejak tadi. Menyingkir lah!" sergah Ayah semakin gusar dan tidak sabar lagi karena amarah Ibu. Akhirnya, Ayah lebih meluapkan amarahnya. Ayah mendorong ibu hingga terjatuh ke lantai. Ibu hanya meratapi kesedihannya. Karena anak satu-satunya sudah di aniaya ayahnya sendiri. Lebih tepatnya, anak tiri. Grizelle adalah anak Santoso almarhum suami ibunya Grizelle. Ayahnya meninggal sejak Grizelle masih bayi. Sebab itu Griz tidak tahu akan hal itu dan tetap patuh terhadap ayahnya. Ibu merahasiakan hal itu karena tidak ingin kalau Grizelle sampai sedih pada kenyataannya tidak memiliki ayah kandung.
"Tidak ada gunanya aku menyesal menikah dengan kamu, Mas. Semua sudah terlambat. Aku kira janji-janji kamu dulu yang akan menjaga aku dan Grizelle bakal kamu lakukan. Namun kenyataannya sebaliknya. Kamu malah sia-siakan anakku. Suatu hari nanti, aku pastikan kalau aku bisa atasi semua ini."
Tangisan sendu ibu terdengar lama ketika berada di kamar.
***
"Mbak, Verrell ada?"
Sapa salah seorang wanita cantik dan anggun yang menyapa Grizelle begitu sopan dan lembutnya.
"Maaf, siapa dan perlu apa ya?"
"Oh iya, Maaf sebelumnya. Aku Rasya. Aku pacarnya Verrell."
"Oh. Silakan masuk, Mbak. Tuan Verrell ada di dalam kok."
"Baiklah, terima kasih ya." Jawab Rasya dengan lemah lembut. Benar saja, pacar Verrell yang kali ini memang sangat baik dan juga cantik. Pantas saja kalau Verrell sangat mencintai Rasya.
"Oh jadi ini pacar Verrell. Mereka saling menguntungkan ya. Satunya cantik, satunya tampan." Ucap lirih Grizelle.
Beralih ke Verrell juga Rasya yang kini sedang bercengkrama diruang tamu. Mereka begitu terlihat saling merindukan. Karena sudah beberapa Minggu tidak bertemu.
"Verrell, siapa wanita di depan tadi yang sedang bersihkan bunga-bunga kamu?"
"Oh itu, pelayan baruku. Baru beberapa hari di sini."
"Pelayan? Sungguh sangat di sayangkan ya. Wanita secantik dia jadi pelayan. Tapi kamu tidak naksir dia kan?" Ucapnya sedikit takut kalau Verrell akan selingkuh lagi.
"Ya tidak lah sayang. Mulai hari ini sampai selamanya, kamu akan menjadi milikku."
"Yang benar? Kamu tidak bohong lagi 'kan? Lalu kapan kamu akan kenalkan aku dengan orang tua kamu?"
"Em, itu nanti dulu ya."
"Rell, kenapa sih setiap aku minta ketemu dan kenal mereka kamu selalu katakan itu. Apa lagi yang buat kamu tidak siap?"
"Aku belum siap ketemu mereka. Aku masih kesal dengan mereka yang selalu beda-bedakan aku dan Bram. Kamu tahu itu, Sayang."
"Iya, aku tahu. Tapi mau sampai kapan?"
Kring kring kring
Telepon berdering di atas meja.
"Hallo,"
"Hallo, Verrell. Apa kabar, Nak!" Ucap mama di seberang sana.
"Oh, Mama. Ada apa, Ma? Penting tidak? Kalau tidak aku matikan ya. Aku sedang sibuk!" Suara Verrell sedikit ketus dan tinggi.
"Tunggu Verrell, Mama ingin bicara penting sama kamu. Mama ingin beritahu kamu, kalau Minggu depan adik kamu akan tunangan."
"Ya, terus!" Potong Verrell saat Mama bicara.
"Mama ingin kamu datang ya, tapi ingat. Mama juga ingin tahu calon kamu. Mama ingin kamu juga segera menikah."
"Iya, Ma." Jawabnya singkat lalu meletakkan gagang telepon kembali.
"Ada apa?" Tanya Rasya penasaran.
"Mama bicara apa?" Tanyanya lagi.
"Yes!" Ucapnya keras dan kegirangan. Membuat Rasya tambah bingung melihat tingkah laku pacarnya itu.
"Ada apa sih, gak mau kasih tahu ya? Aku pulang ya?" Ucapnya sembari manyun.
"Hehe, jangan kesal dong sayang. Aku hari ini senang sekali. Karena Mama bilang tadi minggu depan acara tunangan Bram. Aku disuruh datang bawa calon. Kamu ikut ya?"
"Yang benar, Sayang?"
"Iya benar. Kamu senang 'Kan?"
"Senang banget dong. Tidak sabar malahan. Akhirnya aku bisa ketemu dengan orang tua kamu. Lalu kita kapan tunangan?"
"Secepatnya, kalau bisa kita nikah langsung."
"Hehe, terima kasih sayang."
Ucapnya sembari memeluk Verrell dengan erat. Hal itu tidak sengaja Grizelle lihat dan dengar semua percakapan mereka tadi. Sedikit bahagia melihat mereka, namun juga ada rasa iri terpendam dalam diri Grizelle.
"Duh, so sweet ya. Kapan aku seperti itu. Tapi kok aku sedikit iri dan cemburu ya. Duh, jangan sampai Griz." Ucapnya lirih pada diri sendiri. Lalu melakukan pekerjaannya lagi.
"Grizelle, Griz!" Panggil Verrell saat melihat Grizelle melintas di depan pintu.
"Iya?" Sahut Grizelle lalu menghampiri Verrell yang masih bersama Rasya.
"Tolong ke apotek sebentar ya. Belikan aku obat biasa yang sering kamu belikan!" Perintahnya.
"Oke." Jawab Grizelle singkat langsung pergi keluar untuk ke apotek sesuai permintaan Verrell.
Ditengah perjalanan yang tidak begitu jauh dari rumah Verrell, Grizelle yang hampir tiba di apotek tiba-tiba bertemu dengan Kiano yang kebetulan juga lewat. Dia menghentikan motornya lalu menghampiri Griz. Awalnya Griz tidak tahu siapa yang menghampiri dirinya yang tertutup rapat dengan sebuah helm.
"Grizelle," Kiano membuka helmnya.
"Oh, kamu. Aku kira siapa!"
"Iya, kamu kemana saja selama ini. Aku lelah hubungi kamu, tapi tidak bisa. Tanya sama teman kamu juga tidak ada yang tahu."
"Em, aku." Ucapan Grizelle di potong Kiano, Kiano menarik tangan Grizelle untuk menepi dari jalan dan menuju tempat duduk yang tersedia di pinggiran lintas.