webnovel

Semangkuk Bubur

"Tolong jangan hukum Novia lagi. Aku yang salah kok!"

"Gila apa kamu perintah aku untuk biarkan dia berbuat semaunya. Meski aku begini, gini-gini aku juga punya hati. Aku tahu mana yang pantas dan tidak. Jadi kamu jangan halang-halangi aku lagi. Sudah jelas dia yang salah, Griz."

"Tidak, aku hanya ingin kamu tidak buat masalah lagi. Yang ada nanti dia akan semakin berbuat yang tidak-tidak. Aku tidak apa-apa kok!"

"Baiklah kalau itu yang kamu mau. Griz, maafkan aku ya. Aku sudah banyak salah sama kamu."

"Iya, aku maafkan. Ya sudah, pergi lah. Aku tidak apa-apa. Tidak enak jika nanti ada yang lihat kamu lama di kamarku."

"Tidak, aku akan jaga kamu. Aku ingin pastikan kamu baik-baik saja sampai sembuh."

"Verrell, tidak perlu kamu lakukan itu padaku. Aku tidak apa-apa, banyak yang bantu aku kok. Lagi pula aku hanya seorang pelayan."

"Bagi aku kamu pelayan yang beda dari yang lain. Makanya aku harus jaga kamu."

"Maksud kamu?" Tanya Griz sembari mengerutkan keningnya.

"Em, bukan. Tidak apa-apa kok! Ya sudah, kamu istirahat saja ya. Di luar masih hujan, dingin."

Verrell mengalihkan pembicaraannya. Namun lagi-lagi Grizelle menanyakan sesuatu.

"Em, Verrell. Boleh aku tahu tentang keluarga kamu tidak!"

"Ha, untuk apa?"

"Kamu tidak perlu tahu, nanti kamu juga akan tahu sendiri."

Ucapnya dingin dan tidak mau membicarakan tentang dirinya ataupun keluarganya. Grizelle hanya diam. Dia memahami, mungkin hal itu membuat Verrell sedikit risih. Sebenarnya, Verrell paling tidak suka bicara soal orang tuanya. Sejak kecil, Verrell lebih suka sendiri. Karena Mama papanya yang terlalu sibuk dengan bisnis. Hingga membuat Verrell anak pertama selalu terbiasa mandiri. Karena kurang perhatian juga, membuat Verrell melakukan sesuka hatinya apapun yang dia inginkan. Di tambah lagi, Bram anak kedua atau adiknya Verrell yang selalu di manja mama papanya. Mereka hidup dibedakan sejak dini hingga dewasa. Maka dari itu, Verrell memilih untuk hidup sendiri dengan syarat memegang satu usaha besar milik papanya.

"Griz, ini bubur untuk kamu. Kamu makan ya!" Setelah keluar beberapa saat, ternyata Verrell sudah menyiapkan bubur untuk Grizelle.

"Bubur? Serius kamu buatkan untuk aku?"

"Iya, kamu makan ya! Aku tunggu sampai habis pokoknya."

"Terima kasih ya, kamu baik banget deh!"

"Jangan kepedean dulu. Setelah ini kalau kamu sembuh, kamu harus lakukan lagi pekerjaan kamu."

"Iya, aku ngerti kok." Jawab Grizelle melepaskan senyumnya yang manis sudah tidak tertahan lagi karena perhatian Verrell.

'Andai saat ini aku bersama Kiano. Mungkin dia cari aku saat ini.' Gumamnya sedikit menekuk kan wajahnya.

"Verrell, terima kasih ya sudah perlakukan aku dengan baik. Aku kira, kamu akan berbuat jahat sama aku sesuai ayahku sudah jual aku."

"Kamu tenang saja, aku tidak sejahat itu kok. Aku setuju juga bukan semata karena ingin perlakukan kamu dengan jahat, tapi karena aku memang butuh pelayan."

"Sekali lagi terima kasih ya."

"Iya, sama-sama. Ya sudah, di makan buburnya."

"Iya." Keduanya kini terlihat semakin dekat satu sama lain. Hingga membuat Novia mengetahui hal itu lagi.

"Sial, kenapa mereka jadi makin dekat sih. Seharusnya, Grizelle di usir dari sini."

Novia sangat marah ketika melihat Verrell dan Grizelle tampak semakin dekat. Namun karena Novia yang penuh kelicikan, akhirnya dia mendapatkan sebuah ide untuk menghancurkan keakraban mereka berdua.

Selang beberapa menit, datang kekasih Verrell yang kedua. Verrell memang terbilang pria nakal, hingga pacar pun ada dua. Dia juga terkenal sebagai pria yang suka gonta-ganti pasangan untuk tidur. Maka dari itu ayah Grizelle punya peluang untuk menjual Griz lagi.

"Verrell, apa yang kamu lakukan berdua dengan wanita ini!" Raut wajah Sintia memerah dan amarah yang menggebu-gebu saat melihat Verrell dan Grizelle berdua di kamar.

"Kamu! Kenapa kamu di sini?" Tanya Verrell.

"Suka-suka aku kan datang kemari, lagi pula aku sudah biasa datang kemari."

"Kalau begitu kenapa kamu marah-marah. 'Kan kamu sudah tahu kebiasaan aku lebih dari ini. Aku dan Grizelle tidak ngapa-ngapain kok."

"Halah, pokoknya aku tidak suka."

Sintia mendekati Grizelle lalu menjambak rambut Griz dengan kuat. Sehingga menimbulkan keributan lagi diantara keduanya. Verrell semakin marah besar karena perbuatan Sintia yang semena-mena itu.

"Hentikan!" Verrell melerai keduanya lalu mengusir Sintia.

"Kamu pergi dari sini!"

"Apa? Kamu belain dia, Sayang?"

"Cepat pergi! Angkat kaki kamu dari rumah!"

"Jahat kamu Verrell, kamu belain wanita tidak tahu diri ini dari pada aku. Jahat!"

"Lagi pula siapa juga suruh kamu datang kemari."

"Ada seseorang yang memberi tahu aku kalau kamu selingkuh lagi. Tapi aku tidak tahu siapa!"

"Siapa? Ah, sudahlah. Pergi sana!"

"Baiklah!" Ucap Sintia sembari menangis.

"Tunggu!" Ujar Verrell menghentikan langkah Sintia ketika berjalan menuju keluar. Sintia sangat senang karena panggilan itu.

'Pasti Verrell berubah pikiran.' Gumam Sintia dengan senyum tipisnya. Lalu dia membalikkan tubuh menghadap Verrell kembali.

"Pasti kamu tidak tega usir aku 'kan, Sayang!"

"Hem, mulai hari ini kita putus!" Tanpa basa-basi lagi Verrell langsung memutuskan hubungan dengan Sintia.

"Loh, apa salah aku?"

"Aku bosan. Lagi pula kamu dekat aku hanya butuh uang 'kan? Hah! Sudahlah, pergi sana dan jangan pernah kembali dan injak kaki kamu di rumah ini."

Dengan raut wajah marah bercampur rasa malu, Sintia tidak berkata apa-apa lagi lalu pergi dari rumah Verrell.

"Verrell, kamu kok tega sih usir pacar kamu!"

"Mantan!" Jelasnya kesal.

"Iya, mantan kamu maksudnya. Dia 'kan cantik!"

"Kelihatannya saja cantik, tapi hatinya busuk. Aku tahu kok kelakuan dia dibelakang aku. Dia hanya memanfaatkan kekayaan semua pria yang dia dekati termasuk aku."

"Em, terus kenapa kamu mau sama dia?"

"Awalnya dia baik, tapi setelah aku tahu kebusukannya, baru lah aku berani putuskan dia. Lagi pula masih ada satu lagi kekasih kok. Dia baik, cantik."

"Pacar kamu yang satunya ya?"

"Iya, aku. Aku punya pacar satu lagi. Dia sangat baik, aku sudah banyak salah sama dia. Aku sudah dua kan dia berkali-kali. Tapi dia selalu maafkan aku."

"Kok dia mau bertahan dengan kelakuan kamu yang seperti ini. Eh, maaf!" Griz menutup mulut dengan tangannya karena sudah salah ucap.

"Sebenarnya aku yang tidak mau di tinggalkan dia setiap kali dia ngajakin aku putus. Ah, sudahlah. Cerita tidak penting. Kalau kamu sendiri bagaimana? Kamu punya pacar?"

"Em, belum."

"Hah, belum? Wanita secantik kamu belum punya pacar?"

"Kenapa? Salah? Bagi aku, aku nyaman sendiri. Belum waktunya saja bersama."

"Ya tidak salah sih, kamu kan sudah dewasa. Kenapa tidak punya pacar. Oh iya, kamu kan mau menikah dengan Om itu ya? Aku lupa. Hehe, tapi apa kamu tidak berusaha lari dari kenyataan itu nanti, Griz?"