webnovel

CEO Mengesalkan!

Sebuah tamparan yang mendarat kasar di pipi Anna menyisakan warna merah dan kekesalan dalam hatinya.

"Kalau Ayah memang niat membayar hutang, Ayah bekerja keras bukan banyak tidur dan main!"

Setelah meneriaki Ayahnya, Anna pergi ke kamar dan membanting pintunya.

Air mata yang ia tahan perlahan turun, bukan rasa sakit akibat tamparan tetapi karena setelah ia pulang bekerja ingin beristirahat dengan tenang. Melepaskan penatnya. Rumah yang ingin ia huni memberikan rasa rumah yang sebenarnya, namun ternyata semuanya bertolak belakang.

Semakin hari, Ayahnya semakin keras kepala, hutang yang semakin menumpuk tetapi masih berleha-leha. Sampai saat ini Anna pun masih selalu bertanya-tanya hutang apa sampai sebanyak itu.

"Kamu lihat sendiri anak yang kamu banggakan seperti itu?" pekik Ayah Anna pada Ibunya.

"Dia capek pulang kerja!"

Rupanya pertengkaran tersebut masih berlanjut sampai akhirnya Anna memilih menutup telinganya dengar earphone mendengarkan lagu yang menenangkan dan barang kali ia bisa tertidur dengan cepat.

Malam berlalu, matahari telah turun ke bumi. Rasanya begitu singkat. Pagi itu Anna tidak sarapan di rumah, selera untuk makan dan berlama-lama di rumah hilang. Ia hanya ingin bekerja dan terus bekerja saja.

"Anna?" panggil Ibunya yang sedang ada di meja makan.

"Iya Bu?"

"Kamu enggak makan dulu, ini masih pagi kok."

"Anna makan di kantor saja, Anna pergi ya."

Anna berjalan meninggalkan rumahnya dan berhenti di pinggir jalan menunggu bus yang biasa mengantarkannya ke depan kantor beruntung memang ada halte tidak jauh dari kantornya.

"Loh pagi banget Anna, masih sepi kantornya," ucap Edric selaku teman, karyawan dan bisa dibilang sebagai orang terdekat Aksel.

"Iya Pak, mau sarapan dulu kok, takut kesiangan jadi berangkat awal."

Edric menganggukkan kepalanya "Tugas yang kemarin sudah 'kan?"

"Oh sudah saya selesaikan kemarin, Pak."

"Saya dengar katanya kemarin kamu pingsan ya?"

Anna tersenyum malu dan ragu jika Edric mengetahuinya "Iya, Pak, pasti tahu dari karyawan lain ya."

"Bukan, dari Aksel langsung. Dia cerita."

Mata yang kaget tidak bisa dipungkiri dari Anna.

"Oh dari Pak Aksel, iya Pak mungkin karena saya merepotkan beliau."

"Lain kali makan yang benar, jangan terlalu didengarkan ucapan Aksel, dia memang begitu."

"Baik, terima kasih Pak."

Anna menganggukkan kepalanya dan sedikit menunduk karena Edric berjalan melewatinya untuk pergi ke ruangan lain.

Saat itu Edric memang selalu berangkat lebih awal karena mempersiapkan segala sesuatunya Aksel. Jika Edric tak memeriksanya bisa habis oleh Aksel. Mulai dari kebersihan ruangannya, menu apa saja yang ada di kantin, tugas pekerja dan masih banyak lagi yang diperiksa oleh Edric.

Meski begitu Anna jauh lebih dekat dengan Edric ketimbang bossnya sendiri, hal itu karena perbedaan yang sangat mencolok diantara mereka.

"Pagi Anna!" sapa Danita yang datang.

"Hai!"

"Pagi banget sih, santai saja kali."

"Hehehe enggak apa-apa."

"Eh Pak Aksel sudah datang?"

Anna menggelengkan kepalanya.

"Tapi mobilnya sudah ada kok."

"Mungkin belum masuk ke ruangannya."

Benar saja tidak lama mereka membicarakan itu, Aksel mulai berjalan di dekat ruangan mereka. Ia seperti hantu, tiba-tiba ada dan tiba-tiba hilang begitu saja.

"Anna, nama kamu Anna 'kan?" tanya Aksel yang tepat ada di depan mejanya.

"Iya Pak, benar."

"Oke bagus saya tahu nama kamu."

Anna mengernyitkan dahinya, tak mengerti apa maksud Aksel.

"2 menit lagi ke ruangan saya."

"Baik Pak."

Anna tersenyum palsu kala Aksel masuk ke ruangannya.

"Aneh banget sih CEO kamu Dan," gerutu Anna yang menyiapkan alat tulisnya dan beberapa dokumen.

"Memang aneh, heran memang. Tapi dia mengerikan."

"Hah? Mengerikan kenapa?"

"Ya mengerikan, kamu lihat 'kan perusahaan ini besar dan berkembang pesat?"

Anna menganggukkan kepalanya dengan cepat.

"Ya kamu pikir deh gimana caranya dia bisa membuatnya sesukses ini."

"Kerja keras."

"Iya itu, tapi juga menghalalkan segala cara. Jangan sampai deh kamu terlibat."

"Bunuh?"

Danita menaikkan kedua bahunya. Sedangkan Anna membelalakkan matanya. Ia semakin merasa takut juga penasaran.

"Nanti lagi aku tanya, aku ke ruangannya dulu."

Anggukkan kepala dari Danita diiringi senyuman dan tangan mengepal seolah memberi semangat pada sahabatnya.

Glek!

Sebuah pintu telah terbuka,

"Permisi Pak."

"Silakan duduk di depan saya."

Deg! Jantung Anna entah mengapa berdebar-debar.

"Kamu takut sama saya?"

"I—ya, eh e—nggak Pak."

"Saya enggak akan bunuh kamu, enggak usah ketakutan."

Deg! Kata 'bunuh' menjadi hal yang mengerikan bagi Anna.

"Oh iya Pak, jadi apa yang perlu saya kerjakan Pak?"

Aksel mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan sebuah foto dirinya dan perempuan cantik, tidak lain adalah mantan kekasihnya yang kondang tersebut.

"Kamu tahu perempuan ini?"

"Pacar Bapak, eh maaf mantan kan Pak?"

"Ya, ini mantan saya."

"Jadi kenapa Pak?"

"Nanti atau kapanpun akan ada wartawan yang selalu ingin tahu tentang kehidupan saya, nah kamu bantu saya menjelaskan."

"Tapi bukannya itu masalah pribadi Bapak?"

"Ya, tapi kamu sekretaris saya, kamu katakan pada semua media, saya memang benar-benar sudah tidak ada hubungan apapun. Sebabnya apa? Bilang saja enggak tahu. Bisa jadi akan ada wartawan yang menghubungimu."

"Hah? Kok ke saya Pak? Bukannya saya sekretaris perusahaan kan?"

"Iya berarti kamu sekretaris saya! Jadi kamu juga harus tahu dan bantu masalah saya."

Anna terlihat menghela napasnya.

"Iya baik Pak, siap laksanakan."

Tok tok!

"Boleh masuk?" tanya Edric di depan pintu.

"Sekarang kamu keluar, ada yang mau saya bahas dengan Edric."

"Baik Pak, saya permisi."

Akhirnya kata untuk keluar dari ruangan tersebut. Rasanya lega sekali setelah keluar dari ruangan tersebut.

"Huh!"

"Kenapa?"

Anna hanya tersenyum paksa saja pada Danita seraya memejamkan matanya dan memutar-mutar kursinya.

Di sisi lain, Edric dan Aksel tampak membicarakan hal serius, namun tidak ada yang bia mendengarkan karena ruangan tersebut dibuat khusus kedap suara.

"Jadi gimana klien yang kemarin?"

"Semuanya sudah beres, aman dan tinggal meeting siang nanti."

"Oke, kamu ikut dengan saya."

"Kali ini enggak bisa, saya harus mengurus masalah di proyek dengan klien yang waktu itu sempat bermasalah."

"Jadi saya pergi sendiri?"

"Kan kamu juga ada sekretaris, ada Anna."

"Wah Dric, sudah dibilang saya malas pergi sama perempuan, ribet!"

"Jadi tugas sekretaris itu apa? Sudah seharusnya dia ikut semua rapatmu."

"Nanti saya pikirkan."

"Atau perlu supir kan ada."

"Enggak usah, saya urus sendiri saja."

"Ya sudah nanti panggil Anna saja, semua tugasmu juga aman dia kerjakan."

Aksel mengangguk-anggukkan kepalanya. Setelah selesai membicarakan rencana rapat, kini Edric keluar dari ruangan Aksel.

Siang itu Anna berencana akan makan enak karena menu yang ada di kantin perusahaan sedang lezat semua juga kesukaan Anna dan Danita.

Anna sudah bersemangat dan kini mulai berdiri merapikan bajunya untuk pergi namun ada panggilan yang membuatnya menghela napas.

"Kamu mau ke mana?"

"Ke kantin Pak, ada apa ya?"

"Bawa tas mu, makan di luar saja. Kamu ikut saya."

"Hah? Harus sekarang Pak?"

"Sekarang!"