webnovel

MEMINANG

Sore itu suasana haru sedang menyelimuti rumah Dominic. Arjuna dan Zalina dengan resmi melamar Laela untuk Dominic. Sore itu Laela mengenakan kebaya berwarna putih yang senanda dengan kulitnya yang putih bersih.

"Seperti yang sudah kami sampaikan, bahwa kami sekeluarga berniat untuk melamar Laela sebagai menantu kami. Menjadi istri Dominic," kata Arjuna.

"Kalau saya sebagai orangtua dengan senang hati menerima lamaran Mas Dom. Apa lagi, kalau memang sudah sama-sama saling mencintai."

"Apakah Laela bersedia jika bulan depan akadnya diadakan terlebih dahulu tetapi untuk resepsi mungkin nanti saat Elena pulang supaya bisa bersamaan. Tapi, jika Laela ingin resepsinya langsung juga tidak masalah."

Sutinah dan Laela saling pandang. Mereka tidak menyangka jika Arjuna akan mengatakan hal itu. Apalagi mempercepat akad nikah.

"Apa tidak terburu-buru, Pak?"

"Niat baik tidak baik ditunda," jawab Zalina.

"Betul, Bu. Mengingat ada beberapa kejadian akhir-akhir ini. Kami sepakat untuk mempercepat semuanya, Bu. Bagaimana, Laela siap?" tanya Arjuna. Laela menundukkan kepalanya kemudian melirik malu-malu pada Sutinah.

"Yo opo toh, Nduk. Jawab saja."

"Sa-saya ikut saja bagaimana baiknya menurut Mas Dom."

"Alhamdulillah, kalau begitu. Mengenai resepsi dan lainnya, biar keluarga kami yang menyiapkan. Bu Sutinah dan Laela tenang dan tau beres saja, ya. Mengingat kalian juga tidak memiliki keluarga di Jakarta."

"Terserah bagaimana baiknya saja, Bu," jawab Sutinah.

Setelah kata sepakat didapat, mereka pun makan malam bersama. Setelah itu, Calista, Zalina dan Arjuna langsung pamit karena mereka berniat menjenguk Rama di rumah sakit.

**

Rama sedang menonton televisi ditemani oleh Verida saat Arjuna, Zalina dan Calista datang. Verida yang melihat kedatangan Arjuna langsung membungkuk dan menyambut dengan gayanya yang sedikit lebay.

"Aduh, kenapa nggak kasi kabar, nak Calista. Kan Tante bisa siap-siap," kata Verida.

"Memang kalau kasi kabar, Tante mau borong kue-kue dulu, ya?" ujar Calista sedikit nyeleneh membuat Zalina menahan tawanya.

"Hehehe, ya minimal kan, ada yang Tante suguhkan."

"Ini kan rumah sakit, Bu. Kami kemari untuk menjenguk Nak Rama sekaligus berterima kasih karena sudah membantu Calista," kata Arjuna.

"Saya kebetulan memang menawarkan diri untuk mengantar Calista pulang tadi, Om, Tante. Karena saya lihat Calista sedikit pucat dan tampak kurang konsentrasi, jadi saya cemas. Ternyata kecemasan saya terbukti."

"Apapun alasannya, kami tetap berterima kasih Nak Rama sudah membantu kami menjaga Calista," sahut Zalina.

Rama tersenyum dan mengangguk.

"Om dan Tante rapi sekali," komentar Rama melihat penampilan Arjuna dan Zalina yang memang tampak rapi.

"Ah, iya. Sebenarnya, sore ini adalah acara lamaran kakak dukung Calista. Jadi, kami agak sedikit rapi," jawab Arjuna

"Memang, putra dan putri Bapak ada berapa, ya? Maaf, soalnya di setiap acara saya hanya sering melihat yang kecil."

"Anak kami ada lima, Bu," jawab Arjuna.

"Nak Calista ini anak nomor berapa?"

"Nomor dua," jawab Zalina.

"Bukannya ada kakak Calista yang perempuan juga?"

"Calista ini anak kembar, Bu. Yang sulung saat ini sudah berkerja sebagai seorang Arsitek. Saudara kembar Calista saat ini ikut suaminya di Singapura, adik-adik Calista ada dua yaitu Krisna dan Arlina," jawab Zalina.

Verida tersenyum malu. "Habis, Ibu Zalina ini kelihatan masih muda sekali, jadi saya pikir tidak memiliki anak- anak yang sudah besar," ujar Verida.

"Kami menikah muda," sahut Arjuna.

Calista diam-diam merasa terharu. Sejak dulu, Arjuna dan Zalina memang selalu mengakuinya sebagai anak kandung. Tidak pernah terucap dari mulut keduanya bahwa ia, Dom dan Elena adalah anak adopsi."

"Tapi, kok Calista tidak mirip Ibu dan Bapak, ya?"

"Ibu harus mengenakan kacamata kalau begitu, banyak yang bilang Calista ini mirip saya, kok," bela Zalina membuat Verida semakin salah tingkah.

Rama yang melihat kelakuan tantenya hanya bisa menghela napas panjang.

"Dokter bilang, saya hanya butuh istirahat kok, Om, Tante. Lusa juga saya sudah bisa ke kampus lagi," kata Rama mengalihkan pembicaraan.

"Sekali lagi, Om ucapkan terima kasih, Nak Rama."

Arjuna menempuk bahu Rama perlahan.

"Sama-sama, Om."

"Kalau begitu, kami permisi dulu. Hari sudah malam, Nak Rama juga pasti memerlukan istirahat," kata Zalina yang mulai merasa malas melihat sikap Verida yang terlalu di buat-buat.

"Iya, Tante. Terima kasih atas kunjungannya," jawab Rama sambil mengerling ke arah Calista.

Arjuna, Zalina dan Calista pun tak menunggu lama lagi, mereka bergegas keluar dari kamar Rama.

"Duh, mulutnya Verida itu, Mas. Buat apa coba dia kepo ini dan itu. Sampai segala wajah Calista dibilang tidak mirip siapa-siapa. Maksudnya apa sih. Kalau dia tau kelakuan anak gadisnya yang hampir membuat Calista celaka juga dia pasti malu," gerutu Zalina.

"Suaminya padahal tidak terlalu banyak bicara orangnya."

"Istrinya penjilat sekali. Kau tidak tau tadi siang dia seenaknya memaki-maki Calista. Aku benar-benar kesal dibuatnya, Mas."

Arjuna hanya tertawa kecil mendengarkan omelan Zalina.

"Aku kok curiga pada Kezia ya, Mami," gumam Calista tiba-tiba.

"Kenapa memangnya, Cal?"

"Dia itu wanita licik. Bisa jadi, dia menyuruh orang untuk memberiku pelajaran karena aku sudah membongkar kelakuannya pada Kak Dom. Dia mengancam aku kan ketika dia pergi kemarin itu?"

"Tidak bisa main tuduh jika belum ada bukti, Nak," sahut Arjuna.

"Iya, Papi. Justru karena tidak ada bukti itu kan harus dicari."

Arjuna dan Zalina saling pandang.

"Kau mau meminta bantuan Om Sandy lagi, Cal?" tanya Arjuna.

"Belum, Papi. Lagi pula dalam waktu dekat ini dia pasti sedang menyusun rencana. Tidak mungkin dia menyerang di waktu yang berdekatan. Jika memang orang yang diperintahkan itu pintar dia pasti akan menyusun rencana kembali."

Arjuna tidak menjawab, namun dalam hati ia berpikir dan mulai mengkhawatirkan putri angkatnya itu. Setelah mereka tiba di rumah, Arjuna bergegas menuju ke kamarnya dengan alasan lelah. Namun, sebenarnya ia langsung menghubungi Sandy untuk menjaga Calista dari kejauhan.

"Kau habis menelpon siapa, Mas?" tanya Zalina.

"Sandy."

Zalina mengerutkan dahinya.

"Ada apa?"

"Aku meminta Sandy untuk mengerahkan anak buahnya mengikuti dan menjaga Calista dari jauh. Calista memang pintar dan juga menguasai bela diri. Tapi, jika kejadiannya seperti tadi siang? Dikeroyok tiga orang preman dan yang satu membawa senjata? Kita tidak bisa mempertaruhkan keselamatan anak kita sendiri, Lin."

"Calista terlalu mandiri dan berani."

"Dia mirip denganmu dulu."

"Menurut Mas, Rama bagaimana?"

"Kau mulai bersikap seperti Ibumu dulu."

"Aku tidak meminta Calista menikah karena sudah cukup umur, Mas. Lagi pula, Calista juga masih kuliah. Aku hanya meminta pendapatmu mengenai Rama. Menurutmu apakah dia anak yang baik?"

Arjuna menghela napas panjang, "Baik saja tidak cukup untuk melindungi Calista."