Bodoh! Bodoh Bodoh!
Itulah kata-kata yang berputar dalam kepala Lucinda saat ini. Lucinda merutuki kebodohannya yang membuatnya gagal untuk bertemu Theo. Setelah percakapannya dengan Nancy, Lucinda berusaha mengejar Theo yang ia yakini pasti saat ini mengarah kejalan keluar dari gedung kantornya. Dengan nafas yang tersengal-sengal karena berlari, akhirnya Lucinda sampai di pintu keluar kantornya. Tidak ada tanda-tanda kehadiran Theo disana. Gagal sudah ia bertemu dengan Theo. Setidaknya Lucinda ingin mendapatkan sedikit saran dari Theo. Tentunya itu akan membuat bayaran untuk foto Lucinda meningkat.
"Sial! Cepat sekali dia pergi!." Gerutu Lucinda.
Lucinda yang gagal mengejar Theo memutuskan untuk kembali ke mejanya. Namun, langkah Lucinda terhenti saat ia merasakan ada yang menepuk pundaknya.
"Hei."
***
"Sarah lebih baik kau pergi menyusul kakakmu untuk sementara waktu." Ucap Hannah.
"Hah? Kenapa ma? Kalau aku bersama kakak sudah pasti dia akan mengaturku terus. Aku tidak mau!" Tolak Sarah.
"Kenapa sih kau ini sangat sulit diatur?" Kesal Hannah.
"Aku ingin bersenang-senang bersama teman-temanku disini! Kenapa juga aku harus ketempat kakak!" Balas Sarah.
"Sekarang keadaannya tidak aman Sarah! Kau harus menurut padaku jika kau tidak mau uang jajanmu aku potong!" Ancam Hannah.
"Ayolah ma! Kau tidak bisa begitu! Memangnya ada apa sih?" Tanya Sarah yang baru saja pulang dari club malam bersama teman-temannya dan saat ini ia dikejutkan dengan permintaan ibunya yang memintanya untuk pergi ketempat Daniel-kakanya yang berada di Jepang.
"Kau tidak perlu tahu. Aku sedang mengurus kekacauan yang ada disini. Aku akan bilang pada ayahmu kalau kau akan berlibur ke Jepang." Jawab Hannah.
"Tidak! Kau harus jelaskan dulu ada apa! Jika tidak penting kenapa aku harus pergi! Aku tidak mau!"
"Kenapa kau tidak bisa menjadi anak yang penurut seperti kakakmu sih!" Emosi Hannah.
"Maksud mama kakakku Daniel yang kaku itu? Atau Kristal si bisu itu hah?!" Sindir Sarah.
"SARAH!" Bentak Hannah. Sarah yang terkejut pun terdiam.
"Kita sudah sepakat untuk tidak menyebutkan nama itu disini. Tidak ada yang boleh menyebut nama itu lagi." Lanjut Hannah
"Aku melakukan ini untuk keselamatanmu. Leon telah kembali." Jelas Hannah.
"Leon? Siapa?" Tanya Sarah.
"Kau tidak mengingatnya? Dia teman wanita itu." Jawab Hannah.
"Ah ! Aku ingat! Dia lelaki gila pacar si bisu itu kan!" Ucap Sarah.
"Bagus kalau kau mengingatnya. Dia pasti sudah merencanakan hal yang gila. Itulah kenapa aku ingin kau pergi dulu dari sini. Setelah dia kubereskan kau boleh kembali lagi kesini." Perintah Hannah.
"Tidak ma! Lebih baik mama kirimkan saja orang untuk menjagaku! Pokoknya aku tidak mau pergi!" Bantah Sarah.
"Sarah tolong jangan mulai lagi. Kepalaku mejadi sakit jika kau terus-terusan seperti ini."
"Pokoknya aku tidak mau! Aku akan minta papa saja untuk mencarikan aku bodyguard." Ucap Sarah
"Kau pikir ayahmu itu akan peduli? Bagaimana jika dia bertanya-tanya? Kau hanya akan menambah masalah baru Sarah!" Tukas Hannah
"Terserah. Aku lelah. Aku mau tidur." Balas Sarah lalu pergi meninggalkan ibunya.
Hannah yang masih berdiri disana, hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Sarah yang sudah tidak bisa diatur lagi. Sarah benar-benar pembuat masalah. Jika saja Sarah menuruti apa yang Hannah bilang sudah pasti ruang gerak bagi Hannah akan lebih leluasa. Akan repot jadinya jika ia harus memburu Leon sembari melindungi Sarah. Hannah mengambil handphonenya dan menghubungi orang suruhannya.
"Aku tunggu ditempat biasa. 30 menit lagi aku akan kesana."
***
Saat ini Jill sedang sibuk menertawakan raut wajah Lucinda yang terlihat sangat menggemaskan. Jill menemukan Lucinda yang sedang berdiri di dekat pintu keluar kantor. Jill tidak menyangka jika Lucinda akan sekaget itu saat ia menepuk pundak Lucinda. Dan tentunya saat ini Lucinda sedang merajuk pada Jill yang sudah mengagetkannya. Tadinya Lucinda berharap jika itu adalah Theo. Senyum yang tertanam di wajah Lucinda menjadi musnah saat yang lihatnya sekarang adalah Jill. Dan bahkan sekarang Jill sampai menangis karena menertawakan Lucinda.
"Sudah puas tertawanya?" Sindir Lucinda. Rasanya ia ingin menendang Jill saat ini juga.
"Hahaha okay okay Luce, maafkan aku tapi kau benar-benar lucu." Balas Jill sambil menahan tawanya.
"Ya ya ya terserahmu." Sebal Lucinda
Jill menghentikan tawanya. Perutnya akan sakit jika ia terus-terusan tertawa. Dan juga ia tak ingin Lucinda terus-terusan merajuk padanya. Pasti akan lebih sulit untuk membujuk wanita yang banyak mau seperti Lucinda.
"Jadi kau bisa jelaskan apa yang kau lakukan disana Luce?" Tanya Jill.
"Aku tadi bertemu Theo!" Seru Lucinda.
"Theo? Maksudmu Theo yang tidak pernah terlihat itu?" Tanya Jill tak yakin.
"Iya. Tapi aku kehilangan dia tadi." Jawab Lucinda.
"Sudahlah. Kau masih bisa bertemu dia nanti. Mungkin saja."
"Mungkin bisa jika hari ini bukan hari terakhirku disini. Mr. Tom juga kenapa belum juga datang sih?" Ucap Lucinda yang masih setia melirik ruangan Mr. Tom yang terlihat masih kosong.
"Aku juga tidak tahu. Lagi pula kau juga yang terlalu rajin datang sepagi itu."
"Yah itu karena ucapanmu kemarin bodoh!" Ucap Lucinda pada Jill yang masih kesal karena teleponnya kemarin..
"Hey apakah kau lupa? Kau berhutang penjelasan padaku." Ucap Jill
"Sekarang?" Tanya Lucinda.
"Sekarang atau kau tidak akan kuanggap temanmu lagi." Ancam Jill
Lucinda menghela nafasnya. Ia mulai menceritakan apa saja yang dialaminya pada malam sialan itu. Dimulai dengan Mr. Tom yang memintanya untuk hunting foto dan saat ia bertemu orang gila itu. Orang gila yang hampir saja membunuhnya. Lucinda melihat raut wajah Jill yang saat ini menggambarkan kekhawatiran tentang apa yang dialami oleh Lucinda. Jill langsung bertanya dengan keadaan Lucinda sekarang. Semua luka yang ada ditubuh Lucinda diperiksa oleh Jill meski sebenarnya Jill juga tidak mengerti tentang cara merawat luka-luka itu. Jill langsung mengajak Lucinda untuk ke rumah sakit bersamanya setelah ia menemui Mr. Tom. Lucinda menolak namun Jill tetap memaksa. Lucinda sangat beruntung memiliki orang seperti Jill. Setidaknya ia merasa bahwa ia tidak sendiri. Jill adalah satu-satunya yang ia miliki. Meski hanya 1 orang saja, selama itu adalah sosok yang berharga dalam hidupnya, ia sangat bersyukur tentang hal itu. Lucinda tidak tahu apa yang akan ia lakukan jika Jill tidak disampingnya.
Setelah mendengar cerita Lucinda yang sangat panjang itu, Jill bertanya mengenai Leon. Lucinda sudah menduga tentang hal ini. Lucinda memilih untuk tidak menceritakan bagaimana pertemuan pertama antara Leon dan dirinya. Lucinda tidak mau jika ia menceritakan hal ini, Jill akan terjerumus dalam hal-hal yang tidak diinginkan. Lucinda terpaksa berbohong. Biar saja Jill beranggapan Leon adalah penolong yang baik. Meski kenyataanya tidak terlalu benar.
Tapi bukankah Leon tidak seburuk itu ?
***