webnovel

Chapter 8

“Apa … apa maksud Anda, Pak?” sahut Juan dengan suara gemetar.

“Maafkan saya, Juan. Itulah kenyataannya, Gilang putraku yang melakukannya! Aku sudah menyelidiki semuanya setelah kedatangan kami pertama kali kemari. Mungkin kalian masih ingat bagaimana Gilang saat itu tiba-tiba terlihat gugup saat melihat putrimu. Itulah sebabnya aku menyelidiki apa yang membuatnya tiba-tiba gugup dan pucat pasi waku itu. Hingga akhirnya aku menemukan fakta bahwa putraku mengenali putrimu sebagai gadis yang menjadi korban nafsu bejatnya, sedangkan Zafira tak mengenalinya karena Zafira dalam keadaan pingsan pada saat itu dan ia tidak pernah tau siapa pelakunya.”

Tubuh Zafira bergetar hebat mendengar penuturan Irawan. Kepalanya tertunduk dengan tangan yang terus menerus gemetar dan tak bisa dikendalikannya. Tidak ada air mata yang menetes dari pelupuk matanya, menandakan betapa perasaannya saat ini tidak dapat digambarkan hanya dengan air mata. Bu Sinta yang juga terkejut segera memeluk tubuh putri semata wayangnya itu.

“Fira! Istighfar, Nak.” Sinta panik ketika melihat tatapan putrinya hanya fokus ke satu titik sambil tertunduk sedangkan tubuhnya terus bergetar seperti menggigil.

Mata Juan memerah menahan amarahnya menerima kenyataan bahwa laki-laki yang telah menghancurkan hidup putri kesayangannya kini berada di hadapannya. Tanpa memedulikan keberadaan Irawan lagi, Juan berjalan kearah Gilang dengan kemarahannya yang memuncak.

“BANGSAT KAU!!! BAJINGAN KAU!!!” Juan mendaratkan pukulannya berkali-kali di wajah Gilang dengan kepalan tinjunya. Gilang tak berdaya dan hanya meringis menahan sakit menerima pukulan bertubi-tubi dari karyawan ayahnya itu.

Irawan membiarkan Juan melampiaskan kemarahannya pada putranya. Sedangkan dua orang ajudan Irawan muncul dari pintu depan ketika mendengar suara seseorang sedang dipukuli. Dua pria berbadan tegap itu segera siaga saat melihat tuan mudanya sedang ditinju bertubi -tubi oleh Juan. Namun langkah mereka terhenti ketika Irawan mengangkat tangannya dan memberi kode agar mereka membiarkannya.

Darah segar menetes dari sudut bibir Gilang yang membuat lelaki dengan rahang tegas itu semakin meringis menahan sakit. Dada Juan terlihat turun naik menahan emosinya. Juan meraih pot bunga keramik yang ada di atas meja dan hendak dilemparkannya ke arah Gilang namun Irawan berusaha menahannya.

“Istighfar, Juan. Aku akui Gilang bersalah, bahkan tidak ada yang bisa menebus kesalahan putraku pada keluargamu, tapi saya harap kamu menggunakan akal sehatmu. Kamu boleh menghukumnya, aku mengerti kemarahanmu. Mungkin saat ini kau bahkan sangat ingin membunuhnya. Tapi jangan merugikan dirimu sendiri, jika Gilang terluka parah itu akan mebuatmu berurusan dengan hukum,” bujuk Irawan.

“Persetan dengan hukum! Bajingan ini harus mendapat pelajaran! Saya tak peduli jika Anda memecat saya!” seru Juan.

“Saya tidak akan memecatmu, Juan. Ini tidak ada hubungannya dengan perkerjaanmu. Saya kemari murni sebagai rasa tanggung jawab atas perbuatan putraku. Kuharap kita bisa membicarakan dan menyelesaikannya dengan kepala dingin,” ujar Irawan.

Juan tak menggubris ucapan Irawan, dia masih ingin melampiaskan kemarahannya pada Gilang . Gilang sendiri tidak menghindar dan hanya pasrah saat Juan melampiaskan kemarahannya.

“Stop! Ayah lihat Fira!” pekik Sinta panik.

Spontan Juan, Irawan dan Gilang menoleh pada Zafira yang sedang dipeluk erat oleh ibunya. Mereka terkejut melihat Zafira yang gemetaran, sepertinya gadis itu sedang mengalami tremor. Rupanya ia kembali mengalami trauma akibat kejadian yang waktu itu menimpanya.

“Ada apa ini? Zafira kenapa?” Tiba-tiba dokter Hesti muncul dari pintu depan dan terkejut melihat Zafira. Dengan tergesa-gesa dokter Hesti menghampiri Zafira dan mendekapnya.

“Kenapa Fira bisa begini?” tanyanya lagi.

“Maaf Pak Irawan, Zafira adalah pasien saya. Saya yang menangani luka fisik dan mentalnya setelah peristiwa yang memporak-porandakan hidupnya itu. Saya sangat menyesalkan keputusan Anda untuk muncul tiba-tiba dengan membawa pelaku ke hadapannya. Itu membuat trauma yang susah payah disembuhkannya malah naik kembali ke permukaan dan menyebabkan tubuhnya mengalami tremor. Berhadapan dengan pelaku pemerkosaan pada dirinya membuat trauma gadis itu kembali muncul,” ucap Dokter Hesti ketika Juan menjelaskan apa yang terjadi pada Zafira. Sedangkan Zafira sendiri sudah diantar ibunya ke kamarnya untuk menenangkannya.

“Maafkan saya. Saya hanya berniat bertanggung jawab atas perbuatan putra saya.”

“Sebaiknya Anda membawa putra Anda pulang, Pak!” seru Juan.

“Maafkan saya, Juan. Baiklah saya akan membawa putra saya pulang. Saya harap kamu dan keluargamu mempertimbangkan tawaran saya untuk menikahkan Gilang dan Zafira. Hanya dengan begitu Gilang bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya. Sekali lagi maafkan saya, terutama putra saya,” pamit Irawan.

“Saya juga minta maaf telah melukai putra Anda, Tuan. Sebagai bawahan, saya sungguh minta maaf. Tapi sebagai ayah Zafira saya tidak akan meminta maaf telah melukainya,” ucap Juan tegas.

“Tidak apa-apa, Juan. Dia pantas menerimanya. Itu bahkan tidak sepadan dengan perbuatannya.

Juan menengok keadaan Zafira ketika Irawan dan Gilang serta beberapa orang ajudannya sudah berlalu dari rumahnya. Zafira sudah kelihatan sudah tidak gemetaran lagi namun sekarang berganti dengan suara tangisan diiringi deraian air matanya.

“Lebih baik jika seperti ini, dia bisa mengeluarkan emosinya dengan menangis. Kondisi terparah dari trauma dan kesedihan seseorang adalah ketika air mata pun tak mampu lagi dikeluarkannya seperti keadaan Zafira tadi,” jelas Dokter Hesti.

Bersambung.