webnovel

Chapter 10

Zafira kembali merapikan mukenanya setelah menunaikan salat subuh, dia tak melirik sekalipun ke arah tempat tidur mewah di mana Gilang berada. Gilang pun mengacuhkan keberadaan Zafira di sana dan hanya berkonsentrasi pada layar ponselnya. Zafira membuka pintu kamar dan menuruni tangga menuju ke arah dapur. Kebiasaannya di rumahnya terbawa ke rumah mewah ini. Di rumahnya, setelah salat subuh Zafira biasanya dia akan langsung menuju dapur dan membantu kegiatan ibunya menyiapkan sarapan.

“Selamat pagi, Nak.” Suara Irawan mengejutkan Zafira.

“Selamat pagi, Tuan,” jawab Zafira.

"Jangan panggil tuan, Nak. Saya sekarang adalah orang tuamu. Jadi panggil papa, ya, sama seperti Gilang," ucap Irawan sambil tersenyum.

"Baik, Tuan. Maaf Baik, Pa." Zafira merasa sedikit grogi.

"Kenapa bangun sepagi ini, Nak. Apa kamarnya kurang nyaman?" tanya Irawan.

"Nggak, Tuan. Kamarnya sangat nyaman, tapi Fira memang enggak biasa tidur kembali setelah sholat subuh."

"Kok tuan lagi sih." Irawan terkekeh.

"Maaf, Pa," lirih Zafira.

"Masya Allah, Nak. Papa merasa sangat beruntung mendapatkan menantu seperti Fira. Papa harap dengan pernikahan kalian, Gilang bisa sedikit berubah menjadi lebih baik."

"Jangan berharap banyak pada Fira, Pa. Fira takut Papa kecewa."

Irawan tersenyum lembut mendengar ucapan Zafira.

"Papa yakin Allah punya rencana yang indah dengan mengirimmu ke rumah ini, Nak."

Zafira diam dan tak menjawab lagi. Meskipun hati kecilnya membantah. Zafira meyakini bahwa keberadaannya di sini hanya sebentar, dia tak mungkin selamanya menjalani hubungan yang aneh dengan Gilang. Dia hanya harus bersabar dan bertahan sementara.

"Fira lapar?" tanya Irawan.

"Nggak, Pa. Fira hanya mau bantuin bikin sarapan.

Irawan kembali terkekeh.

"Di sini sudah ada yang bertugas menyiapkan sarapan, Nak," ucapnya sambil menunjuk beberapa ART yang ada di sana. "Nak Fira tinggal pesan mau dibuatin apa, mereka akan membuatkannya untukmu," lanjut Irawan.

"Tapi, Pa ...."

"Sudah jangan membantah. Kasian mereka akan kehilangan pekerjaan mereka jika Nak Fira yang turun tangan. Apa kamu mau Papa memecat mereka semua?"

"Nggak, Pa!" seru Zafira.

"Kalau begitu biarkan mereka mengerjakan tugasnya. Papa permisi mau joging pagi dulu."

"Iya, Pa."

Sepeninggal Irawan, Zafira menghampiri tiga orang ART yang ada di rumah besar itu. Mereka semua menunduk hormat saat melihat Zafira menghampiri.

"Ada yang bisa kami bantu, Nyonya?" tanya salah satu dari mereka sambil menunduk hormat.

"Nggak usah menunduk begitu, saya bukan majikan kalian," ucap Zafira.

"Tapi Nyonya adalah istri dari Tuan Muda."

"Ahh enggak ... enggak ... jangan panggil Nyonya, panggil Fira aja."

"Maaf Nyonya, tapi kami akan kehilangan pekerjaan kami jika berani memanngil Nyonya seperti itu."

Ah ribet amat sih aturan di sini, pikir Zafira.

"Ya sudah terserah kalian deh mau panggil apa. Tapi enggak usah sungkan denganku, aku hanya ingin berteman dengan kalian."

"Baik, Nyonya."

"Oiya, namaku Zafira." Zafira mengulurkan tangannya pada ketiga ART yang ada di depannya. Satu per satu mereka pun memperkenalkan dirinya.

Zafira mengeryitkan keningnya ketika menyadari bahwa salah satu dari mereka sedari tadi hanya terdiam mematung dan tak berkedip memandanginya.

"Hai, nama kamu siapa?" tanya Zafira.

ART yang sedari tadi hanya mematung itu tersadar dari lamunannya saat mendengar Zafira menyapanya.

"Eh, maaf Non ... Nyonya. Saya ... saya ... Maria," jawabnya terbata-bata.

Zafira makin mengeryitkan keningnya melihat Maria terlihat gugup.

"Maaf, Nyonya. Apa Nyonya sudah benar-benar pulih?" tanyanya pelan.

"Masud kamu?"

"Ah, maaf, Nyonya. Saya ... saya sepertinya mengigau. Maafkan saya!" Maria berkelit.

Zafira mengangkat bahunya namun terus menyelidik memandang Maria. Zafira tau ada sesuatu yang disembunyikan oleh pelayan itu.

Suara langkah kaki menuruni tangga dan kemudian mengarah ke dapur membuat mereka semua menoleh.

"Buatkan sarapan nasi goreng!" ucap Gilang memerintah.

"Baik, Tuan Muda," jawab ketiga ART kompak.

Zafira menyebikkan bibirnya mendengar suara yang dibencinya itu.

"Bukannya ucapkan salam, langsung main perintah aja. Dasar manusia nggak ada akhlak," gumam Zafira.

"Heh, cewek batu! Kamu bilang apa? Aku nggak ada akhlak?" bentak Gilang. Dia mendengar gumaman Zafira.

Maria dan kedua rekannya buru-buru menjauh dan melakukan pekerjaannya masing-masing saat mendengar suara bentakan Gilang.

Zafira tak mempedulikan bentakan Gilang, dia memilih berlalu dari sana. Saat berjalan melewati Gilang, tangan Zafira ditarik paksa oleh Gilang sehingga tubuhnya yang sudah beberapa langkah melewati Gilang kembali berbalik arah pada lelaki itu.

"Lepaskan aku!" Mata Zafira menatap tajam pada Gilang.

"Beraninya kamu mengabaikan pertanyaanku!"

"Pertanyaan yang mana? Aku tak mendengarmu bertanya. Aku hanya mendengarmu membentak!" Zafira mengibaskan tangannya dengan kasar hingga pegangan Gilang pada tangannya terlepas.

Zafira buru-buru menjauh ketika cengkraman tangan Gilang mampu ditepisnya.

"Awas saja kau cewek batu! Aku akan membuat perhitungan denganmu!"

Zafira berlari kecil menaiki tangga dan dengan ragu kembali membuka pintu kamar Gilang. Zafira menyandarkan punggungnya di balik pintu kamar Gilang. Dadanya berdegup kencang ketika tadi Gilang mencengkram lengannya. Tubuhnya sedikit gemetar. Zafira masih trauma, dia masih membayangkan Gilang sebagai pelaku pemerkosaan terhadapnya, bukan sebagai suaminya.

Bersambung.