webnovel

Kekasih Sang Calon Suami

Seorang wanita dengan rambut blonde churly tampak berjalan dengan kacamata hitamnya, tak lupa topi yang menutupi bagian kepalanya. Masker putih juga turut menutupi sebagian wajahnya, meski tertutup Masker semua orang bisa menebak betapa cantiknya wanita itu dari matanya yang kebiruan. Pakaiannya begitu terbuka sehingga menunjukkan lekukan tubuh dan beberapa bagian kulit mulusnya. Sementara kaki jenjangnya yang putih juga turut terekspose. Ia melenggang dengan indahnya menuju ke sebuah mobil BMW hitam yang terparkir tak jauh dari gedung apartement. Saat tiba dimobil itu, dia langsung masuk kedalamnya.

"Maaf karena membuatmu menunggu lama Juan." Katanya dengan suara yang manja dan pelan, sepintas terdengar sedikit desahan dalam suaranya. Membuat siapapun bisa tergoda hanya dengan mendengar suaranya. Juan tersenyum simpul, baginya tidak masalah berapa jam menunggu jika yang ditunggu adalah Karina kekasihnya.

"Tidak masalah Karina."

Karina langsung mendaratkan kecupan hangat di pipi kiri Juan. Wajah Juan seketika memerah dan panas. Meski sudah terbiasa mendapatkan kecupan seperti itu setiap kali bertemu dengan Karina, tapi tetap saja Juan akan langsung tersipu malu.

"Apa benar kamu tidak sibuk Juan?" Tanya Karina dengan tatapan menggoda.

"Tidak, aku sedang tidak sibuk." Jawabnya sembari melirik kearah jam ditangannya yang sudah menunjukkan pukul 12.30 siang.

'Semoga saja wanita itu datang terlambat.' Batin Juan.

Karina mengajak Juan untuk menemaninya makan siang dan belanja beberapa pakaian. Tapi menemani Karina berbelanja membutuhkan waktu paling tidak satu jam lebih. Meski tahu ada janji temu dengan Melisa, tapi Juan juga tidak kuasa menolak ajakan Karina untuk bertemu. Selama ini Karina dan Juan sama-sama sibuk, butuh waktu luang hanya untuk bisa saling bertemu.

Kadang dalam seminggu mereka hanya bisa bertemu sekali saja. Dan ini adalah pertemuan setelah hampir 2 minggu mereka tidak bertemu karena Karina tengah syuting film terbarunya. Itu sebabnya Juan tidak ingin menolak kesempatan bertemu dengan Karina.

"Ayo kita pergi. Ada sebuah restaurant Itali terkenal yang ingin aku datangi. Beberapa temanku sudah kesana untuk mencicipi makanannya yang lezat." Ajak Karina.

"Baiklah, apakah benar selezat itu makanannya?" Tanya Juan dan mulai melajukan mobilnya.

"Hmm, menurut mereka makanannya sangat lezat, dan lagi kokinya juga terkenal sangat tampan."

Juan mengernyitkan dahinya ketika mendengar Karina memuji ketampanan pria lain. Bahkan bibirnya terlihat manyun.

"Memangnya setampan apa sampai kalian berlomba-lomba datang kesana?" Suara Juan terdengar tidak senang. Karina tertawa manja melihat kecemburuan Juan.

"Sepertinya sangat tampan. Ketampanannya terkenal diseluruh kota ini, sampai-sampai para model pemula di agensi membicarakan mengenai restaurantnya." Karina semakin membuat Juan kepanasan.

"Hmm, bagaimana kalau kita makan di restaurant Italia yang biasa kita datangi?" Juan mencoba membuat Karina mengurungkan niatnya pergi ke restaurant baru itu.

"Tidak Ahh, aku benar-benar penasaran dengan rasa makanan dan juga kokinya." Jelas Karina tetap kuat pada pendiriannya. Kini Juan hanya bisa mengikuti kemauan Karina dengan mood yang buruk.

"Le Verne." Juan membaca nama resto itu, Karina terlihat begitu bersemangat. Sementara Juan terlihat ogah-ogahan.

Karina kaget melihat banyaknya pelanggan di resto tersebut, dengan memasang masker rapat ia gegas masuk kedalam restaurant.

"Apakah masih ada tempat kosong?" tanya Karina pada seorang pelayan.

"Masih nona, masih ada satu meja kosong disudut sana." Pria itu menunjuk ke arah sudut ruangan yang sedikit jauh dari pandangan orang-orang.

"Ohh, cocok sekali. Ayo Juan." Panggilnya, Juan terlihat setengah hati mengikuti kemauan Karina.

"Apa kau yakin akan makan ditempat ramai seperti ini?" Tanya Juan, dia khawatir jika ada yang mengenali Karina.

"Tenang saja, mereka tidak akan muda mengenali ku. Lagipula, bukankah kita akan segera menikah?"

Deg! Seketika jantung Juan seperti dipukul dengan keras, Karina bahkan belum tahu menau masalah perjodohan itu. Juan hanya tersenyum tipis. Mereka mulai memesan makanan yang menurut mereka lezat, Karina adalah pecinta makanan Perancis, jadi dia bisa dengan mudah menentukan menu yang ingin disantapnya. Sementara Juan hanya memesan spaghetti saja.

"Aku baru tahu mengani restaurant ini, tidak ku sangka ada retaurant Itali dengan pengunjung sebanyak ini." Kata Juan sembari menatap sekeliling.

"Aku juga, beberapa juniorku memberikan rekomendasi untuk tempat ini."

"Huaaaaahhhh.." tiba-tiba suara decak kagum terdengar dari mulut para pelanggan yang mayoritas adalah kaum hawa. Juan dan Karina seketika menoleh untuk melihat apa yang sedang diperhatikan oleh para wanita tersebut. Mereka kini menangkan sosok pria tampan berwajah blasteran dengan senyum mereka disudut bibirnya. Senyuman manis yang mampu membuat para wanita disini kejang dan kepanasan.

"Aahh, jadi ini daya tarik tempat ini? Benar-benar seperti yang mereka katakan." Karina terlihat menatap Felix dengan tatapan kagum. Tidak ada yang tidak kagum dengan wajah setampan Felix, mungkin hanya Melisa satu-satunya wanita yang tidak mempan dengan pesona Felix.

Beberapa wanita itu terlihat mulai mengobrol dengan Felix. Felix mencoba merespon mereka tapi karena pekerjaan didapur membuatnya hanya keluar sebentar untuk menyapa para pelanggan setianya. Saat akan berbalik menuju dapur, tak sengaja matanya bertemu tatap dengan Karina. Karina tersenyum manis kearahnya, Felix pun membalasnya dengan senyuman yang sama manisnya. Tapi sejurus kemudian, ia ganti bertatapan dengan Juan. Tatapan Juan sangat dingin dan tidak bersahabat. Bahkan Felix bisa menangkap tatapan tidak senang dimata Juan.

'Ada apa dengan pria itu? Tatapannya seperti ingin membunuh saja.' Kata Felix dalam hati.

"Berhentilah menatap pria itu Karina, dia tidak setampan itu." Ucap Juan dengan wajah kusut, Karina tersenyum kecil. Dia tahu Bahwa Juan tidak senang bila Karina terlihat tertarik dengan pria lain.

"Bagiku dia cukup tampan."

"Kau bicara begitu bahkan didepan pasanganmu." Protes Juan.

"Hahaha, aku hanya sebatas memuji saja. Bukan berarti aku akan memilih dia dan meninggalkanmu Juan." Sergah Karina dan langsung meraih tangan Juan,

'Bagaimana bisa aku melepaskan pria seperti dirimu Juan?' Batin Karina dalam hati.

Cukup lama mereka menunggu pesanan datang karena padatnya pelanggan hari ini, bahkan mereka baru selesai makan setelah menunggu hampir 20 menit makanan tersaji. Juan melirik jam ditangannya dengan gelisah, waktu sudah menunjukkan pukul 13.30. Setengah jam lagi waktu pertemuannya dengan Melisa.

"Setelah ini kau akan menemaniku belanja kan Sayang?" tanya Karina dengan manjanya. Ia bahkan sengaja mendekap erat lengan Juan layaknya anak Kecil yang sedang meminta uang jajan.

"Ehhmmm, tentu saja." Sahut Juan sembari terus melihat jamnya.

"Apa kau sedang sibuk? Sejak tadi pandanganmu tak pernah lepas dari jam tangan itu. Jika kau ada janji katakan saja!" terdengar suara Karina yang berubah, yang semula suaranya lembut dan manja kini mulai meninggi serta terkesan dingin, hal ini menandakan dia sedang kesal karena Juan terlihat berat untun mengiyakan ajakannya.

"Ahh, tidak. Ayo kita belanja apapun yang kau mau Karina." Akhirnya Juan tidak bisa berkutik dari jerat Karina.

'Sepertinya wanita itu harus menunggu sedikit lebih lama.' Ucap Juan dalam hati.

Disisi yang berbeda Melisa tengah bersiap menuju ke tempat pertemuan, Hilda menawarkan diri untuk menemaninya tapi Melisa menolak. Dia tahu pekerjaan Hilda hari ini cukup banyak, dia tidak ingin membuat Hilda repot untuk hal yang tidak berkaitan dengan kantor.

Tidak butuh waktu lama untuk dia sampai di hotel Western, setahu Melisa ini adalah salah satu hotel yang sahamnya juga dimiliki oleh Bible group setengahnya. Dengan cepat dia melangkah menuju ke tempat pertemuan, tepatnya di kamar 501. Dengan rasa yang tidak karuan Melisa mencoba meyakinkan diri untuk berani menemui Juan.

Melisa menekan bel kamar 501, tapi tidak ada jawaban. Sekali lagi dia mencoba menekannya juga tidak ada jawaban. Diliriknya jam dipergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul 13.50.

"Jangan bilang dia datang terlambat seperti malam itu." Melisa semakin tidak senang saja dibuatnya. Dengan cepat ia mencoba menghubungi nomor Juan, tapi seperti sebelumnya nomor itu tidak juga aktif. Ia berganti menghubungi Tirta, untung saja Tirta kali ini dengan cepat menjawabnya.

"Hallo nona Melisa." Sahut Tirta di ujung telepon.

"Pak Tirta ya, bisa sampaikan ke bos bapak kalau aku sudah sampai ditempat pertemuan tapi dia belum juga ada disini. Apa dia bermaksud menyuruhku menunggu seperti orang bodoh didepan pintu?" Semprot Melisa dengan nada kesal. Tirta seketika tersentak mendengar Melisa menghubunginya sambil marah-marah.

"Ahh, maaf nona. Akan segera saya sampaikan kepada tuan Juan." Jawab Tirta dengan panik. Melisa bahkan langsung menutup panggilan itu tanpa merespon ucapan Tirta.

"Ya ampuuuuunn tuan Juaaaaannn." Pekik Tirta dengan ekspresi putus asa.