webnovel

unSpoken

Hanny_One · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
42 Chs

BAB 31 : Perwakilan Hati

Pukul 22.45

I like your eyes,your look away, When you pretend not to care

I like the dimples on the corners, Of the smile that you wear

I like you more, the world may know

but don't be scared

Cause I'm falling deeper, baby be prepared

I like you shirt, I like you fingers

love you the way that you smell

to be your favorite jacket, just so I could always be near

I love you for so long, sometimes it's hard to bear

but after all this time, I hope you wait and see

Love you every minute, every second

love you everywhere and any moment

always and forever I know I can't quit you

couse baby, you're the one

I don't know how

Love you 'til the last snow disappears

love you 'til a rainy day becomes clear

never knew a love like this,

now I can't let go

I'm in love with you and now you know

'A love so beautiful OST (English version)'

Dengan gitar ditangannya liana bernyanyi dihadapan marcello. Ini pertama kalinya liana bernyanyi dihadapan seseorang. Suaranya merdu,setiap kata diucapkannya dengan penuh penghayatan. Liana sedang menggambarkan isi hatinya saat ini. tanpa sadar dia inggin menyampaikan kepada marcello tentang perasaan nya.

. . . sebelumnya . . .

Liana dan marcello selesai makan, mereka membereskan meja makan dan mencuci piring bersama. Marcello sama sekali tidak menanyakan perihal kejadian kemaren saat liana bertemu dengan mama nya. dan juga tidak menyinggung atau pun menanyakan alasan liana tidak masuk kerja hari ini. Dia berusaha untuk menghibur dan mencairkan suasana hati liana saat ini. marcello menceritakan segala kejadian lucu antara dia dan reza juga kesulitannya mempercepat penyesesaian pekerjaan. Liana terlihat membaik,dia juga tertawa dengan gurauan dan cerita marcello. Marcello merasa lega melihat liana mulai baik-baik saja.

Tanpa sengaja marcello melihat gitar yang berada dipojokan.

"ini punya kamu?" marceello bertanya sambil mengambil gitar itu

Liana meangguk ringan.

" emang bisa?" tanya marcello dengan nada mengejek.

"bisa dong, masa punya gitar tapi nga bisa main" liana menyilangkan tangan nya didada. Menyombongkan diri.

"masa?" marcello meragukan. "nga ada bukti, nga percaya tuh"

Liana merasa tertantang, lalu mengambil gitar dari tanga marcello. Liana duduk dikursi, mulai memainkannya. Tangan nya lincah bermain musik akustik.

Marcello bertepuk tangan melihat liana benar-benar pandai memainkan gitar nya. liana dengan senyum bangga melihat marcel meakuinya.

"sambil nyanyi bisa nga?" marcelo kembali menantang

"bisa, mau lagu apa?" liana menjawab dengan penuh keyakinan

"terserah lah, apa aja."

. . . saat ini . . .

Marcello lagi-lagi terpana. Wanita cantik dihadapannya sungguh mempesona, suara menghipnotis. Dia merasakan lagu itu khusus dinyanyikan untuknya. 'aku benar-benar tidak akan bisa mundur. Kau sudah menyeret perasan ku sedalam ini liana. walaupun diakhir nanti kamu menolak ku. aku akan mencari cara untuk bisa mendapatkan mu. Aku tidak menyerah dengan mudah. Walaupun si Alvin atau pun siapa pun lebih lama menghabiskan waktu dengan mu dan mengenal mu lebih lama. Tapi jika tuhan berkehendak kamu dengan ku. mereka bisa apa?'

"gimana ?" liana bertanya pada marcello

Marcel meangkat 2 jempolnya. Menunjukan kepuasannya dengan penampilan liana. Liana dengan bangga membusungkan dadanya.

"sudah terlalu malam,aku akan pulang" marcel melirik jam tangan nya

"iya benar, hampir jam 11 malam sudah"

Marcello mengeluarkan ponsel nya, lalu menelpon reza. Dua kali sudah,tapi tidak diangkat. Marcello mulai kesal. Dia menelpon kembali. 'kali ini kalo nga diangkat juga awas aja besok' marcello membentak didalam hatinya.

"halo"dengan malas reza meangkat pangilan marcel

"dimana za?" marcel menahan kekesalannya

"dirumah" dengan acuh reza menjawab. Dia tahu marcello pasti sedang marah.

"jemput sekarang" marcel menekan suaranya

"tidur disana aja. Aku malas jemput. Udah nyaman diatas kasur nih"

"ngawur kamu! gimana mau nginap. Dasar! " marcel hampir berteriak dan memaki reza. Tapi dia menahan diri karena ada liana disampingnya. "cepat jemput za. Ditunggu!" marcel menegaskan dan akan menutup teleponnya.

"nga mau. Udah PW (posisi wenak). Udah ya, ngantuk ni. Dah…" segera memencet tombol merah. Reza menarik selimutnya lagi sambil tersenyum puas.

"reza …." Teriak marcel dalam hati sambil meremas ponselnya.

"kenapa ?" liana bertanya

Marcello berbalik mengahadap liana, dia mengaruk belakang kepalanya. Binggung harus mengatakan apa.

"ka reza nga bisa jemput?" Liana bertanya ragu,sambil menelisik ekspresi marcello. dia menyadari ada masalah.

Marcello meangguk lesu.

"nginap disini?" liana menawarkan dengan ragu,

Marcello menatapnya dengan dalam. "boleh?" suaranya bertanya dengan tidak percaya diri.

"Mmm … ,mau gimana lagi. Kalo ka reza nga bisa dijemput, emang mau naik ojek buat pulang?"

Marcello dengan cepat mengeleng keras.

" nah yakan!" liana tahu jawaban marcello dengan mempertimbangkan traumanya itu memang hal yang tidak mungkin. "biar mau juga,itupun kalo dapat. Sudah semalam ini juga bakalan sulit nyari nya. yaudah lah, nginap aja"

Marcello memandang liana dengan mata berbinar. Dia Nampak seperti seekor anak kucing yang tersesat, kemudian diselamatkan dan diberi tempat tingal. mengemaskan.

"tapi tidur disofa ya?"

Lagi-lagi marcello hanya meangguk dengan senyumnya. Begitu penurut.

Liana segera mengambi bantal dan selimutl. Dia menata dan mempersiapkan tempat marcello tidur.

"selesai" ucap liana sambil menangkup kedua telapak tangannya.

"makasih ya, maaf merepotkan" ucap marcello dengan sunguh-sunguh.

. . .

Malam itu terasa cukup panjang. Karena keduanya merasa sulit untuk tidur. Mereka merasa gugup dan tegang. Padahal keduanya tidak tidur satu kasur, mereka terpisah oleh ruangan. Tapi kegelisahan menyapa. Seakan-akan keduanya sedang berhadapan,dan saling menatap. Seakan-akan salah satu akan kalah dengan perasaan nya dan datang menghampiri yang lain.

Tapi disini liana yang paling merasa was-was. Dia sempat meruntuk dirinya karena berani menawarkan marcello bermalam dirumahnya. Dia gelisah diatas tempat tidurnya. Padahal pintu sudah dikunci,apa lagi yang dia takutkan. Pikiran nya benar-benar kacau. Walaupun tidak dipungkiri bahwa liana merasa senang marcelada disini. Menemani nya malam ini secara langsung. Bukan hanya lewat wajah tapi juga raganya semua disini.

"sudah tidur?" marcello bertanya dengan nada biasa

Ditengah malam begini,saat semua sunyi dan diam. Suara marcello terdengar jelas ditelinga liana. Walaupun jarak mereka tidak bisa dikatakan dekat.

"be .. belum" liana menjawab ragu

"sulit tidur?" marcel kembali bertanya

"iya,"

"sama, aku juga."

Hening sejenak

"boleh nanya?"

"boleh, apa?" liana mendudukan badannya

"sudah ketemu dengan mama?"

Liana terdiam menengar pertanyaan marcello. Merasakan hal itu marcel menyangah segera.

"kalo nga mau cerita. Nga papa. Jangan paksakan diri"

"sudah ketemu kemaren" liana memeluk bantalnya dengan erat "mama masih sama seperti ingatan liana, nga banyak berubah. Walaupun kulitnya tidak sekencang dulu dan sikapnya sedikit melunak dan berkata lembut pada liana" liana terbayang ekspresi ibu nara kemarin saat bertemu dengan nya.

"dia baik-baik saja?"

"ia,dia sehat dan kelihatan bahagia. Tapi aneh bukan aku merasa senang melihat mama baik-baik saja. Padahal harusnya aku merasa kesal dan marah karena dia hidup bahagia tanpa aku." Liana tersenyum getir menyadari perasaannya

"karena liana anak baik. benar-benar baik. bukan seorang pendendam" marcello menjawab

"anak baik ya? Sepertinya kata-kata benci hanyalah dimulut tapi hati ku sungguh mencintainya dan meindukannya" liana menyadari perasaan nya.

"hati liana terlalu lembut untuk bisa membenci seseorang"

"aku menyesal tidak membalas pelukannya saat itu. padahal aku sudah menantikan nya selama ini. tapi keegoisan ku lebih besar. Aku menyesal ka. Sungguh menyesal melewatkan pelukan itu" suara nya serak,liana memeluk kedua kakinya.

"taka pa melewatkan nya kali ini, nanti saat ada kesempatan lagi cobalah berkomunikassi dengan baik. mungkin liana dan mama akan bisa menyelesaikan kesalah pahaman yang ada."

"apakah aka nada kesempatan lain?" liana mempertanyakan keraguan besar pada hatinya

"aku rasa pasti ada. Mama akan datang lagi menemui liana. Jika dia benar mencintai dan menyayangi liana kali ini dia tidak akan pergi begitu saja seperti dulu. Dia akan berusaha mendapatkan hati liana dan memperbaiki hubungan kalian." Marcello berusaha menengahi permasalahan

'aku harap begitu' batin liana.

"orangtua mana yang akan mampu melupakan anak nya. yang terhubung darah dengan nya. sekeras apa pun hati nya ketika membenci bukan kah darah lebih kental dari air. Aku rasa selama ini dia juga merasakan sakit seperti liana. Aku rasa dia tidak benar-benar membenci liana. Buktinya dia masih berusaha mencari liana kan?"

"aku berharap benar begitu" liana menjawab pelan