Akhirnya, hari yang dinanti-nanti oleh siswa dan siswi SMA Angkasa kini datang juga. Hari yang dipenuhi dengan olahraga di seluruh penjuru sekolah. Lapangan bola yang dikerumuni murid-murid. Lapangan basket yang sudah dipenuhi penonton, serta siswa yang membuat lautan baju olahraga.
Begitu juga dengan cowok tampan, mapan, dan sopan yang merupakan salah satu murid paling tidak sabar menantikan momen ini. Hari bebas dari pelajaran dan rumus-rumus.
Zafran merangkul bola basket kesayangannya, sudah menggunakan seragam pertandingan bola basket. Cowok itu berjalan menghampiri dua orang-orangan monopoli di samping lapangan basket.
Zafran mengernyit ketika melihat Raka yang sedang merangkul tali manila di tenguknya.
"Tali? buat apa?" tanya Zafran.
Raka dan Bintang saling bertatapan dengan senyum cengir mereka.
"Hari ini kita akan lomba tarik tambang." jawab Raka.
"Tarik tambang?" tanya Zafran lagi dengan tidak santai. Rasanya, Zafran yakin jika dua temannya ini akan mengikuti lomba lari. Lalu sekarang?
Bintang mengangguk, "Kami akan bergabung dengan tim di kelas kita."
"Jadi gimana dengan lomba lari?
"Kita memutuskan untuk tidak berpartisipasi dalam lomba lari." jawab Bintang.
"Karena saling mengejar seharusnya jadi bersatu, bukannya terpisah karena memperebutkan juara." tambah Raka puitis.
Zafran mendecih, alasan yang bagus sekaligus konyol menurut Zafran. Zafran tahu, dua temannya ini tidak punya kepastian untuk mengikuti lomba apa. Tidak seperti dirinya yang sudah yakin untuk mengikuti lomba basket.
Zafran menepuk bahu Raka dan Bintang secara bergantian, "Kalau gitu, semangat lombanya!"
Raka dan Bintang bersamaan mengepalkan tangan, "Siap!"
"Ngomong-ngomong, kalian lihat Mbak Amnesia, nggak?" tanya Zafran sembari mengelilingi matanya di penjuru lapangan.
Dua peserta tarik tambang itu pun dengan bersamaan lagi mengangkat bahu mereka
"Nggak. Kita nggak lihat, kenapa?" tanya Bintang balik.
Zafran menggeleng, "Nggak ada, cuma ada yang harus gue berikan aja."
Raka dan Bintang mengangguk mengerti, "Kalau gitu, kami pergi dulu untuk bertarung!" semangat Raka mengepalkan tangan.
Raka dan Bintang berlari dari hadapan Zafran, meninggalkan Zafran yang hanya dapat menatap kepergian dua temannya yang ternyata hari ini juga begitu bersemangat.
***
Sarah menghembuskan nafasnya panjang sembari menikmati angin sepoi-sepoi di bawah pohon belakang sekolah. Tempat kesukaannya setiap ingin sendirian. Di saat semua orang sibuk dengan perayaan hari olahraga, Sarah hanya dapat memilih seperti ini.
Karena hari ini tidak ada pelajaran, Sarah jadi bingung ingin melakukan apa. Biasanya, setiap hari ia menghabiskan waktu kosong dengan mengingat pelajaran. Tapi, sekarang beda cerita. Menurutnya, ini saat yang tepat untuk dirinya tidak terlalu memikirkan pelajaran.
Sarah bersiap hendak pergi dari sana. Mungkin ia bisa melihat-lihat pertandingan yang sedang berlangsung. Namun, baru saja hendak berdiri, sebuah bola basket malah menggelinding dan berhenti tepat di ujung sepatu Sarah.
Sarah menyatukan alis menatap bola di kakinya. Tanpa ragu, Sarah meraih bola tersebut dan celingak-celinguk melihat sekeliling, mencari siapa pemilik bola ini.
Mata Sarah terhenti ketika mendapati seorang cowok tinggi berseragam basket, dengan kulit putih, berwajah jangkung terlihat panik sembari melihat-lihat ke bawah. Sarah yakin, cowok yang dilihatnya itu mungkin sedang mencari sesuatu. Dan lebih tepatnya, bola basket yang kini di tangan Sarah lah yang dicarinya.
Dilihat dari wajahnya, Sarah yakin jika cowok itu bukanlah adik kelasnya. Masalahnya, cowok itu seumuran dengannya, atau merupakan kakak kelasnya? itulah yang membuat Sarah sampai sekarang ragu untuk memanggil.
Perlahan, Sarah mengangkat tangan, melambai kecil pada cowok yang masih sibuk sendiri itu.
"Ha... halo! Anda yang pakai baju basket! ini punya Anda?" ucap Sarah setengah berteriak.
Cowok tersebut dengan cepat menatap pada Sarah, lalu mengernyit menatap Sarah dari kejauhan. Sarah langsung mendesis panjang, menurunkan tangannya dengan perlahan, merasa bersalah karena takut telah memanggil cowok tersebut dengan tidak sopan. Nyatanya, Sarah tidak tahu berapa umur orang yang dipanggilnya.
Cowok itu berjalan mendekati Sarah, menunjuk bola basket di tangan Sarah dengan bahagia.
"Oh! akhirnya!" cowok tersebut langsung mengambil bola basket dari tangan Sarah.
"I... itu, tadi bolanya menggelinding di sini." jelas Sarah,
Setelah selesai dengan bola di tangannya, cowok tersebut beralih menatap Sarah, dan Sarah langsung menyadari jika rambut cowok ini sangat berantakan.
"Makasih banyak. Karena lo, gue bisa langsung pergi ke pertandingan. Gue hampir stress karena udah hampir terlambat." syukur cowok tersebut pada Sarah.
Ah.. Sarah langsung dapat menyimpulkan, jika cowok ini pasti mengacak rambutnya setelah frustasi karena hampir terlambat untuk ikut dalam pertandingan basket.
Sarah tersenyum tipis dan mengangguk, "Sama-sama!"
Dengan cepat, cowok itu berbalik. Sarah melihat nama pemilik bola tadi dengan jelas tertulis di belakang seragam basketnya, dengan angka tertera nomor sepuluh.
"Galen!" panggil Sarah saat cowok yang dipanggilnya baru setengah langkah.
Pria dengan nama Galen itu pun kembali berbalik menatap Sarah, memiringkan kepala dengan penuh tanda tanya.
"Galen? lo kelas dua belas?" tanya Galen memastikan karena cewek di depannya hanya memanggil dengan namanya langsung.
Sarah tiba-tiba terbungkam, dengan susah payah menelan ludahnya. Mampus sudah dirinya! karena berani memanggil kakak kelas seperti itu!
"Ma.. maaf! saya beneran nggak tahu," ucap Sarah merasa bersalah.
Galen mendesis, "Lo.... cewek amnesia itu, kan?"
Sarah mengangguk pelan. Lalu, Galen langsung mendecih dan tertawa.
"Wah... gue terlalu panik sampai nggak terlalu memperhatikan." Galen cengengesan, "Dari dulu, gue hanya tahu kalau di sini ada cewek amnesia yang langka. Tapi, nggak pernah tahu nama dan orangnya. Nama lo siapa?"
"Sa... saya Sarah." jawab Sarah ragu, "Anda nggak marah?"
Galen tertawa lepas, "Mana mungkin gue marah sama cewek amnesia yang nggak kenal gue!"
Sarah menanggapi dengan senyum kikuk. Ternyata, masih ada yang tidak mengenal wajah cewek langka seperti dirinya. Biasanya, orang yang tidak tahu adalah orang-orang yang dipandang bagus, serta orang populer di SMA Angkasa. Yang jarang meluangkan waktu untuk tahu siapa-siapa saja orang yang sedang dibicarakan, yah! seperti amnesia langka milik Sarah.
Dan Sarah yakin, jika cowok ini cukup populer di sini.
"Terus? kenapa lo manggil gue?" tanya Galen sembari melirik jam di pergelangan tangannya.
Dengan ragu, Sarah menunjuk rambut Galen, "I... itu, rambut Kakak ada rumput kering."
Sontak, Galen langsung menyentuh rambutnya, menarik rumput kering yang sedikit bertanah. Galen merutuki dirinya sendiri, sepertinya rumput kering ini berasal ketika ia mengais-ngais di belakang tanaman untuk mencari bola.
"Kalau gitu, saya duluan." pamit Sarah, "Oh ya, kalau Kakak suka main basket. pastikan jaga barang-barangnya dengan baik. Karena Kakak mungkin akan kehilangan tujuan hidup karena kecerobohan Kakak!" setelah mengatakan itu, Sarah langsung berbalik meninggalkan Galen.
Galen tiba-tiba saja terbungkam, terasa keluh untuk menjawab. Ucapan Sarah entah itu nasihat, atau cambukan baginya. Yang pasti, Galen benar-benar tidak dapat berkata-kata setelah mendengar ucapan Sarah. Baru kali ini, ada yang berkata seperti itu pada dirinya.
Tersadarkan, Galen langsung mengacak rambutnya frustasi karena hari ini dirinya sudah terlihat seperti orang bodoh dan payah.
"Ah... rambut gue!" teriak Galen. Lalu, Galen beralih menatap punggung Sarah yang semakin menjauh.
"Sarah?"