Dari kejauhan tampak seorang pemuda tampak tersenyum mendapati Jenni yang tersenyum, dan sesekali tertawa lepas dengan sahabat satu satunya yang paling dekat dengan gadis itu.
Bagi pemuda ini keceriaan serta rasa bahagia Jenni adalah yang terpenting dalam hidup nya.
Jujur ia ingin sekali mendapatkan hati Jenni menjadi miliknya, hanya saja selama ini ia belum merasakan keberhasilan akan hal tersebut, bahkan yang ia dapati belakangan ini salah satu upaya yang ingin ia lakukan pada Jenni pun di tolak oleh Jenni.
"Jen!" pekik pemuda itu tiba tiba menghampiri Jenni yang sedang tertawa dengan Edward di taman masih dalam lingkungan kampusnya.
Gadis itu tampak menolehkan kepalanya padanya, dan tampak sedikit kegugupan yang dapat jelas terbaca dari raut wajah nya.
Sebuah senyuman tipis yang Michael rasakan kini terasa sedikit mengecewakan untuknya.
'Berkali kali ia mengatakan pada dirinya untuk mengontrol suasana hatinya itu.'
"Oh ... i..-iya pak, ada apa?" tanya Jenni kemudian menanggapi pemuda yang tak lain masih terbilang dosennya itu.
Pemuda itu hanya tersenyum tipis pada Jenni, dan menggelengkan kepalanya pelan, seolah ia mengatakan bahwa ia hanya memanggil Jenni semata hanya ingin memastikan bahwa gadis itu masih menanggapi nya, walaupun Michael sadari Jenni tidaklah seperti gadis yang ia kenal dulu, sebelum ia mengungkapkan perasaannya pada gadis itu.
"Kalau begitu, apakah aku dan Edward boleh pergi?" izin Jenny pada Michael.
Jujur saja ia enggan Jenni menjauh darinya, hanya saja ia tak memiliki wewenang atas hal tersebut, terlebih ia tak memiliki bahan obrolan yang dapat menjadikannya sebuah topik semata.
Mau tak mau Michael hanya menganggukan kepalanya, dan mengatakan pada Edward untuk menjaga Jenni dengan baik.
Sontak Edward mengeryitkan dahinya dalam hitungan detik, dan tak lama hanya menganggukan kepalanya pelan.
Ia tak mau berlama lama terlarut dalam posisi yang ia sadari bahwa Jenni tak menyukai keberadaannya disana.
Setelah nya Jenni dan Edward benar benar meninggalkan Michael dalam kesendirian.
Pemuda itu tampak berkali kali menghela nafasnya. Merasakan perasaan yang sangat menyesakkan dadanya.
"Sepertinya Jenni tak menyukai kehadiranku," ujar Michael lemah sambil menundukkan kepalanya.
Ia fikir dulu angan angan akan dirinya bersama gadis itu akan terwujud, nyatanya kini justru dengan sendirinya Jenni seolah menjauh akan hal tersebut.
Sepertinya hayalan hayalan lama akan hal itu harus ia singkirkan secara perlahan, dan kembali mencoba memulihkan keadaan yang telihat canggung.
Lebih baik ia tak memiliki Jenni, tetapi hubungan keduanya membaik, dibanding ia tak mendapatkan apapun. Ia tak ingin hubungan nya dengan Jenni tambah memburuk jika terus menerus seperti ini.
...
...
"Jen, aku merasa aneh dengan Pak Michael, apakah kau merasakannya juga seperti ku?" tanya Edward pada Jenni.
Jenni menghela nafas pelan dan mengendikkan bahunya lemah.
Jujur ia tak ingin berbohong kepada Edward sahabat nya itu, hanya saja ia bingung harus dari mana ia memulai pembicaraan tersebut.
"Kalau dari melihat tingkah mu ini, kurasa kau menyembunyikan sesuatu dariku," ujar Edward pada akhirnya.
Jenni mengambil nafas nya banyak banyak, dan menghembuskan secara perlahan sebelum mengajak Edward duduk di salah satu taman yang sepi masih di sekitar kampus tersebut.
"Jadi ?" tanya Edward setelah keduanya duduk sambil berhadapan satu sama lain.
Manik Jenni tampak terpejam sejenak, sebelum ia memulai cerita awal mula ia bersikap dingin pada pak Michael.
Manik Edward sedikit membulat saat mendengar bahwa Jenni mengatakan pemuda yang tak lain Pak Michael pernah mengatakan perasaannya itu padanya. Jenni kira Michael memberi perhatian padanya tanpa maksud atau sebatas adik-kakak. Namun nyatanya bukan seperti itu. Michael memiliki perasaan untuknya.
Memang perasaan seseorang tak bisa di salahkan, karena bagaimana pun itu hak semua orang.
"Aku merasa bersalah padanya ... dia pemuda yang baik, tapi aku tak dapat membalas nya," ujar Jenni pada akhirnya sambil menundukkan kepalanya.
Edward yang melihatnya langsung mengusap pundak Jenni sekaligus mengatakan pada Jenni bahwa ia tak salah, memang cinta itu tak dapat di paksakan bukan ?
Buktinya saja, dalam waktu sebentar Jenni dan Daniel kini telah menjadi sepasang kekasih bukan??
Jenni menganggukan kepalanya, dan membenarkan hal hal yang di katakan Edward. Memang sejauh ini sahabat nya inilah yang selalu dapat memahami posisinya, untuk itu Jenni tak sungkan mengungkapkan keluh kesah nya pada Edward.
"Terimakasih kau mendengarkanku," ujar Jenni menatap Edward dengan seksama, yang dibalas dengan anggukan dan senyuman yang pemuda itu berikan padanya.
"Lain kali kau harus makan bersama dengan kekasih ku juga, dengan begitu kau dapat menilai nya dengan baik tentangnya," ujar Jenni.
Refleks Edward tertawa dan mengusak rambut Jenni pelan.
"Ya ... ya .. kau atur saja, aku akan mengikuti kemauanmu," ujar Edward disertai kekehan nya itu.
***
Jam telah berganti malam. Jenni yang baru saja merebahkan tubuhnya di ranjang tiba tiba saja mendengar bunyi pesan masuk ke handphonenya.
Refleks tangannya meraih handphone nya itu. Ia cukup antusias kali ini, sebab ia fikir Daniel lah yang akan mengirimkan pesan itu, mengingat hampir seharian Daniel tak mengirimkan pesan, ataupun menelfonnya.
'Nomer tak dikenal?'
Sesaat Jenni terdiam sambil mengerutkan dahinya bingung, dan setelah nya ia mencoba membuka pesan tersebut.
[Nona, maaf saya mengganggu aktivitas anda, saya Jack sekretaris Tuan Daniel, bisakah Nona membantu saya menghubungi Tuan Daniel?, sepertinya ia dalam keadaan buruk, Saya takut beliau sakit, sedari tadi terus menerus meminta saya sebuah pekerjaan tanpa henti, bahkan ia tak beristirahat sedikit pun]
Seketika Jenni membulatkan manik nya sempurna, dan spontan mendudukkan tubuhnya.
'Apa maksudnya ini? Bukankah sudah jam ...-'
Jenni menjeda kalimat nya menatap jam dinding yang terpasang di dinding kamarnya.
"Sepuluh! Sepuluh malam, dan bang Daniel masih di kantor?"
Kaget Jenni menyadari hal itu, terlebih Jack mengatakan Daniel tak beristirahat sedikit pun.
Apakah ia sudah makan?
"Aish ... kau ini!"
Jemari tangan Jenni kini langsung menekan tombol satu yang langsung terhubung pada Daniel sang kekasih.
Kali ini Jenni cukup gugup dibuat nya, pasalnya Daniel tak kunjung mengangkat telefonnya.
Daniel tak biasanya seperti ini!
Ada apa dengannya?
Hal itu yang kini terbersit di kepalanya. Tanpa sadar kuku-kukunya tampak ia gigiti satu persatu.
Ada perasaan sesak yang semakin ia rasakan menyelimuti dadanya.
"Bang, kau tak mau mengangkat telefonku?" gerutu Jenni pada telefonnya itu yang tak kunjung diangkat juga oleh Daniel.
Sudah pada panggilan kelima yang coba Jenni lakukan. Namun hasil nya tetap lah sama.
Dengan sedikit ragu, Jenni memberikan pesan pada sekretaris Daniel sebelumnya yang tak lain adalah Jack kembali, menanyakan mengenai kekasih nya itu.
Jenni tak mendapatkan balasan dari Jack secara langsung, melainkan menunggu dalam beberapa menit.
Ddrrrt
Deg
"Astaga bang Daniel!" pekik Jenni cukup keras di dalam kamarnya.
——
Please leave a comment and vote
Hallo ... novel ini jadi seya lanjutin ya :))
Terimakasih atas comment dan vote sebelumnya..
Hari ini seya double up, sesuai janji seya yang akan up 3 chapter perminggu jika novel ini dilanjutkan, dan satu chap lagi akan tayang besok.
Jangan lupa tinggalkan jejak
Seya