Selepas adzan magrib berkumandang, Aslan beristirahat sambil memainkan ponselnya.
"Maen apaan, Bang?" seru Juleha yang tiba-tiba muncul.
Aslan terkesiap. "Nongol darimana lu?"
"Tuh." Juleha menunjuk pada pintu masuk sasana.
Aslan manggut-manggut. "Hmmm." Ia kemudian mengernyitkan dahinya pada Juleha. "Terus lu ngapain kesini?"
Juleha mesam-mesem pada Aslan.
"Kenapa lu?" tanya Aslan curiga.
Juleha terkekeh. "Jadi, gini--"
Aslan sudah menatap Juleha penuh rasa penasaran.
Juleha tidak berkata apa-apa lagi, ia justru memperlihatkan tampilan layar ponselnya.
Aslan menyipitkan matanya dan melihat tampilan pada layar ponsel Juleha. "Lu ngapain, Ha?"
Juleha kembali terkekeh. "Gue bikin grup penggemar Bang Aslan."
Aslan melongo mendengar ucapan Juleha. "Siapa aja isi grupnya? Lu sama dua cabe-cabean lu?"
"Awalnya, sih, emang kita bertiga doang yang follow. Tapi, ternyata lama-lama banyak yang follow," terang Juleha.
Aslan meraih ponsel Juleha dan melihat isi postingan pada halaman media sosial yang Juleha buat untuknya. Foto-foto dalam akun tersebut sepertinya banyak diambil pada saat ia latihan bersama Ucok. "Gue cakep juga, ya."
Juleha menepuk lengan Aslan. "Ih, Bang Aslan kemana aja?"
Aslan terkekeh mendengar ucapan Juleha.
"Ngga apa-apa, kan, Bang? Gue bikin akun khusus buat Abang."
Aslan tersenyum pada Juleha. "Ngga apa-apa." Ia menepuk bahu Juleha. "Ambil foto gue yang bagus-bagus aja, ya."
"Beres kalo itu, Bang." Juleha mengacungkan dua ibu jarinya pada Aslan. "Kalo followernya makin banyak, kan, lumayan. Siapa tau ada yang mau endorse, duitnya buat gue," gumam Juleha pelan. Ia kemudian terkikik sendiri.
"Kenapa lagi ni anak?" tanya Aslan keheranan.
Juleha dengan cepat menggeleng. "Ngga apa-apa." Ia pun kembali terkikik. "Bang, Bang sini, Bang." Juleha tiba-tiba menarik lengan Aslan. "Foto bareng dulu kita, Bang."
Aslan tertawa pelan dan mendekatkan tubuhnya pada Juleha. "Tapi, keringetan gini ngga apa-apa, Ha?"
"Ngga apa-apa. Abang keringetan juga masih ganteng," sahut Juleha. Ia kemudian mengarahkan Aslan untuk bergaya di depan kamera ponsel miliknya.
Aslan kembali tertawa sembari mengikuti gaya yang diarahkan oleh Juleha.
"Kimchiiii," seru Juleha sembari menekan tombol shutter di ponselnya. Keduanya menatap kamera sambil tersenyum lebar.
-----
Foto berdua yang diambil Juleha bersama Aslan langsung mendapatkan banyak like dari pengikut akun media sosial penggemar Aslan buatan Juleha. Dua orang rekan Juleha terlihat iri melihat Juleha yang foto bersama dengan Aslan.
"Curang, lu. Masa fotonya berdua doang. Kan, admin akunnya kita bertiga," ujar salah satu rekan Juleha.
"Salah lu sendiri. Tadi ngga mau nganterin gue." Juleha menjulurkan lidahnya untuk menggoda dua orang rekannya.
"Yang follow makin banyak, Ha," seru teman Juleha yang lain.
"Mana-mana," sahut Juleha.
Rekan Juleha langsung menunjukkan profil akun media sosial penggemar Aslan. Ketiganya langsung berseru begitu melihat angka pengikut mereka yang makin bertambah di media sosial. Mereka kemudian saling melemparkan senyum lalu tertawa bersamaan.
-----
"Leon," seru Nadia.
Leon menoleh dan Nadia langsung memotretnya.
"Apaan, sih?" gerutu Leon.
Nadia terkekeh. "Jarang-jarang ngambil foto lu. Cahayanya juga pas, hasilnya bagus, nih. Mau liat ngga?"
Leon menggeleng cepat. Ia kembali membaca laporan yang ada di meja kerjanya. "Buang-buang waktu," ujarnya ketus.
Nadia berdecak pelan. "Serius banget, sih. Muka lu kenceng banget kaya orang kebanyakan suntik botox."
"Thank you," sahut Leon. Ia kemudian menatap Nadia serius. "Mana laporan soal kerjasama kita sama perusahaannya Mr. Widjaya?"
"Ups," gumam Nadia. Ia lalu menyengir pada Leon. "I'm forget."
"Get the report, now," pinta Leon tegas.
Nadia langsung terkesiap karena melihat Leon yang tiba-tiba berubah tegas. "Okay, I'll get the report." Ia kemudian bergegas keluar dari ruang kerja Leon.
Leon mendengus kesal sembari membolak-balik laporan yang sedang ia baca. Ia mencorat-coret lembar laporan yang sedang ia baca karena isi laporan tersebut tidak sesuai dengan target yang ia kejar. "Dang, it. Kenapa mereka semua kerjanya kaya anak baru?"
Ia melemparkan ballpoint yang ia pegang dan langsung menelpon Nadia melalui pesawat telpon yang ada di mejanya. "Siapin meeting. Sepuluh menit lagi."
"Oke," sahut Nadia.
Leon langsung mematikan sambungannya dan Nadia. Ia meraih ballpointnya dan kembali memeriksa laporan yang ada di atas mejanya
-----
Nadia menghela napasnya setelah menerima panggilan dari Leon. Ia menatap pada rekan-rekan satu ruangannya yang kini menatapnya. Nadia geleng-geleng kepala. "Forget our lunch. We have a meeting in ten minutes."
Semua yang ada di ruangnya langsung menghela napas pasrah dan merosot di kursinya. Nadia bangkit dari tempat duduknya. "Beware, he's not in a good mood," ujar Nadia memperingatkan rekan-rekan satu ruangannya.
Nadia kemudian pergi ke ruangan Leon sambil membawa laporan yang Leon minta. Begitu tiba di depan pintu ruangan Leon, Nadia menghela napasnya dan mengetuk pintu tersebut.
Tidak ada jawaban, namun Nadia tetap masuk ke dalamnya dan membawakan laporan yang diminta Leon. "Here's the report," ujarnya sembari meletakkan laporan di tangannya ke meja Leon.
Leon bahkan tidak mengangkat wajahnya ketika Nadia meletakkan laporan yang ia minta dan hanya bergumam sedikit. Melihat hal itu, Nadia segera kembali keluar dari ruangan Leon.
Begitu keluar dan menutup kembali pintu ruangan Leon, Nadia menghela napasnya sambil melirik ke jendela yang ada di sebelah pintu tersebut. Leon sedang memeriksa laporan yang baru saja ia serahkan.
Hanya dengan melihat ekspresi Leon yang mengeras, ia tahu, Leon pasti akan mengeluarkan kata-kata tajamnya pada waktu rapat nanti. Leon tampak seperti sebuah dinamit yang sudah dicabut pemicunya dan siap meledak kapan saja. Dan dinamit itu akan meledak di ruang rapat.
-----
Aslan memasuki arena pertarungannya. Riuh rendah suara penonton yang mendukungnya memenuhi sekitar arena pertarungan. Semua bersorak mengelu-elukan namanya. Tidak ketinggalan Juleha dan dua sahabatnya yang berada di garis depan.
Mereka siap dengan kamera ponselnya masing-masing seperti seorang paparazi. Dengan kamera ponsel yang dilabeli memiliki kamera jahat karena hasil gambarnya yang sangat jauh berbeda dengan objek aslinya, mereka siap sedia merekam dan mengambil gambar Aslan dari berbagai sudut.
Aslan mengacungkan satu tangannya ke udara sembari menyeringai. Penonton semakin berseru meneriakkan namanya. Keriuhan penonton berubah ketika lawan yang harus dihadapi Aslan masuk ke dalam arena sambil mengenakan jubah dan penutup kepala.
Aslan dan lawannya kini berdiri berhadapan. Seorang wasit berdiri di tengah-tengah mereka. Lawan yang akan dihadapi Aslan perlahan membuka jubahnya. Seketika Aslan terbelalak begitu melihat lawan yang berdiri di hadapannya.
"Lu ngapain ada disini, Cok?" tanya Aslan tidak percaya.
"Sorry, Lan. Gue lagi butuh banget duit," jawab Ucok.
Aslan masih menatap Ucok tidak percaya ketika seorang wanita berpakaian minim berjalan di sekitar arena sambil membawa papan penunjuk ronde. Belum selesai keterkejutannya, terdengar bunyi bel yang menandakan ronde pertama dimulai.
Penonton semakin menggila sementara Aslan menggerutu kesal karena ia harus melawan teman satu ringnya sendiri.
*****
Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys
and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist yang berisi musik yang saya putar selama menulis cerita ini.
Karya asli hanya tersedia di platform Webnovel.
Hello pembaca sekalian, Terima Kasih sudah membaca karya kedua saya, hope you guys enjoy it..
Jangan lupa masukkan ke collection kalian untuk update chapter berikutnya. Sekali lagi Terima Kasih atas dukungan kalian.. ^^