11 Sweepstakes 3

Perarungan tinju antara Aslan dan Ucok berlangsung cukup alot. Skor keduanya hampir seri karena keduanya sama-sama kuat. Di kejauhan Bang John ternyata ikut menyaksikan pertarungan dua anak didiknya itu.

"Anak didik lu hebat-hebat, ya," ujar Bang Ole.

Bang John melirik kesal pada Bang Ole yang berani menjadikan anak didiknya harus saling bertarung di arena liar miliknya. "Gue mampusin lu, kalo sampe diantara mereka ada yang kenapa-kenapa."

Bang Ole hanya mengangkat bahunya sembari menyeringai pada Bang John. "Lu mau pasang yang mana?"

"Lu emang bangsat, ya." Bang John menarik kerah pakaian Bang Ole.

"Lu masih mau sasana busuk lu berdiri atau mau gue ratain sama tanah?"

Bang John mendengus kesal dan melepaskan kerah baju Bang Ole dengan kasar.

"Mending lu nikmatin aja tontonannya. Jarang-jarang lu liat mereka bertanding beneran," sindir Bang Ole. Ia kemudian berjalan pergi meninggalkan Bang John.

Sementara itu, Bang John hanya bisa menatap nanar melihat Aslan dan Ucok yang saling pukul di arena tanpa aturan ini. Mereka hanya akan saling pukul sampai salah satu diantaranya tidak sanggup berdiri lagi.

-----

"Cok, kita ngga bisa gini," bisik Aslan ketika ia mengunci leher Ucok dari belakang.

"Gue juga ngga mau gini." Ucok menyikut perut Aslan. "Tapi, Gue butuh duitnya." Ia kembali menyikut perut Aslan beberapa kali.

"Kalo lu butuh duit, gue bisa bantuin lu. Tapi, ngga gini caranya." Ia menahan pukulan yang arahkan Ucok padanya.

"Sorry, Lan. Gue ngga mau punya hutang budi. Jadi, mending lu lawan gue." Ucok tiba-tiba merundukkan badannya. Ia lalu menarik lengan Aslan dan membantingnya ke lantai hingga membuatnya meringis kesakitan.

Ucok memandangi wajah Aslan yang kesakitan. "Lu harus serius ngadepin gue. Gue tau daritadi lu cuma setengah-setengah ngadepin gue."

Aslan tertawa pelan sembari mencoba untuk bangkit. Ia sedikit menyeka mulutnya. "Oke, kalo itu mau lu. Gue bakal serius sekarang." Tatapannya berubah menatap Ucok tajam.

Ucok sedikit menelan ludahnya ketika ia merasakan Aslan yang kali ini akan benar-benar serius bertarung dengannya. Namun, ia mencoba untuk tidak terintimidasi dengan tatapan Aslan dan kembali menyerang Aslan.

Serangan Ucok berhasil di redam oleh Aslan. Namun Ucok seakan tidak berhenti menyerangnya. Ia terus mengarahkan pukulannya pada Aslan. Sementara Aslan menunggu saat yang tepat untuk menyerang Ucok. Ia menunggu celah agar bisa langsung menyerang Ucok dengan efektif.

Ucok mengayunkan tinjunya ke kiri Aslan. Aslan membiarkan wajahnya terkena pukulan Ucok. Strateginya untuk membiarkan pukulan Ucok mendarat di wajahnya ternyata membuka peluang bagi Aslan untuk menyerang balik Ucok. Sudut kepala Ucok terbuka. Aslan langsung mengarahkan tendangannya ke kepala Ucok. Tendangan itu mengenai kepala Ucok dengan cukup keras hingga membuatnya terjatuh di lantai. Dengan cepat Aslan menindih tubuh Ucok dan menghujamkan pukulan ke wajahnya.

"Ini yang lu mau, kan," geram Aslan.

Ucok sudah terdiam tidak sanggup melawan di bawah tindihan Aslan. Wasit kemudian menarik tubuh Aslan agar menjauhi tubuh Ucok yang sudah tidak berdaya. Napas Aslan naik turun melihat Ucok yang terbaring tidak berdaya dengan wajah berlumuran darah.

Wasit menghitung mundur. Hingga hitungan terakhir Ucok tidak sanggup untuk berdiri. Ucok mendesah pasrah begitu Wasit menghampiri Aslan dan mengangkat tangannya sementara dirinya masih terkapar di lantai. Tendangan Aslan ternyata cukup kuat hingga membuat kepalanya terasa berputar-putar. Belum lagi pukulan yang ia terima setelahnya.

Dua orang anak buah Bang Ole masuk ke dalam arena dan menyeret tubuh Ucok yang terkapar keluar dari arena. Di tengah perayaan kemenangannya, Aslan menatap tubuh Ucok yang diseret keluar. Ia menang namun hatinya tidak tenang melihat Ucok yang sampai diseret keluar arena karena tidak sanggup bangkit.

-----

Bang John yang menyaksikan kemenangan Aslan hanya bisa menghela napas pasrah. Bukan salah mereka sampai mereka terlibat dalam pertarungan ini. Semuanya pasti sudah diatur oleh Bang Ole. Ia menaikkan taruhan untuk keduanya karena Aslan dan Ucok memang dua orang petarung andalannya. Ketika dua orang itu diadu, maka otomatis nilai taruhannya akan naik. Siapapun yang menang, uang akan masuk ke dalam kantong Bang Ole.

Ia bisa melihat luka dalam sorot mata Aslan ketika melihat Ucok diseret keluar arena oleh anak buah Bang Ole. Serangan yang diterima Ucok tadi cukup kuat, ia bahkan langsung tumbang dalam satu kali tendang. Sambil merunduk, Bang John pergi meninggalkan arena yang masih riuh rendah dengan suara pendukung Aslan.

-----

"Bang," sapa Juleha.

Aslan sedang terduduk di ruang gantinya sambil memandangi kedua tangannya. Ia bahkan masih mengenakan sarung tinjunya. Begitu Aslan menoleh, Juleha langsung memotretnya. Mata Aslan sontak terpejam karena cahaya lampu kamera milik Juleha yang sangat menyilaukan.

"Ngapain, sih, Ha?" gumamnya pelan.

"Habis menang harus di post, Bang," ujar Juleha dengan nada ceria.

Berbeda dengan Aslan yang nampak muram. Juleha justru ceria menyambut kemenangan Aslan seperti kebanyakan pendukungnya yang lain.

"Udah sana pulang. Udah malem, nanti dicariin Emak lu," ujar Aslan.

"Gue emang cuma mau ambil satu foto doang terus pulang. Yuk, Bang." Juleha berpamitan dan segera pergi meninggalkan ruang ganti tersebut.

Begitu Juleha keluar dari ruang ganti, kepala Aslan kembali tertunduk. "What I've done?" bisiknya pelan.

-----

Sebelum Aslan masuk ke dalam ruang gantinya, ia mampir sebentar ke ruang ganti Ucok untuk melihat keadaannya. Namun disana ia tidak menemukan Ucok melainkan anak buah Bang Ole yang sedang merapikan barang-barang milik Ucok.

"Ucok mana?" tanya Aslan.

"Dibawa ke klinik. Kepalanya pusing katanya," jawab anak buah Bang Ole. "Dia juga masih ngga kuat berdiri."

Aslan terperangah mendengar ucapan anak buah Bang Ole. "Oh," gumamnya pelan. Kemudian ia pergi meninggalkan ruang ganti Ucok begitu saja.

Anak buah Bang Ole hanya geleng-geleng kepala melihat Aslan yang pergi begitu saja dan kembali merapikan barang-barang milik Ucok.

-----

Leon membanting pintu ruang rapat setelah ia menegur para stafnya. Para stafnya hanya bisa terdiam melihat kemarahan Leon. Mereka hanya bisa terdiam ketika Leon mulai memuntahkan kata-kata tajam dari mulutnya. Nadia bahkan tidak sanggup menatap mata Leon yang berkilat-kilat ketika sedang menegur para stafnya.

Begitu Leon keluar dari ruang rapat, para stafnya langsung memelorot di kursinya masing-masing. Mereka baru bisa bernapas lega setelah Leon mengakhiri rapat, meski ia membanting pintu rapat tepat di depan para stafnya.

Sementara itu, Nadia langsung mengikuti Leon ke ruangannya. Begitu tiba di ruangannya, ia melihat Leon sedang duduk sambil menatap keluar jendela kantornya.

"Jangan ngomong apa pun. Kerja kalian memang lagi ngga beres. Itu keliatan dari laporan yang kalian buat," ujarnya ketus.

Nadia menelan ludahnya. "Oke." Nadia segera kembali keluar dari ruangan Leon. Ia menutup pelan pintu ruangan Leon agar tidak semakin membuat Leon kesal.

*****

Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys

and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist yang berisi musik yang saya putar selama menulis cerita ini.

Karya asli hanya tersedia di platform Webnovel.

avataravatar
Next chapter