BYUUUR!
Freya menghantam permukaan air begitu tubuh langsingnya melayang dari ketinggian. Sekilas gadis itu melihat Naura tersenyum menyerigai dari atas yacht yang mereka tumpangi dan beberapa saat kemudian meninggalkan lokasi terjatuhnya Freya. Dengan sigap, gadis itu berusaha berenang mencapai permukaan air, dan memandangi yacht yang semakin melaju menjauhinya.
"Sialan!" umpat Freya memukul permukaan air,sehingga menimbulkan riak kecil di sekitarnya.
Freya tak mau berteriak, karena dirasa akan percuma melakukan hal itu. Maka gadis itu pun memilih untuk tetap terapung sembari memikirkan cara terbaik untuk menyelamatkan diri. Namun siapa sangka, tiba-tiba permukaan air danau terasa bergelombang dan langit dengan cepat berubah menghitam.
WUUSSS!
Angin kencang disertai hujan rintik-rintik mulai datang bersamaan dengan yacht yang tampak berbalik arah. Di geladak kapal, tampak berdiri 3 orang yang tak lain adalah ayah Freya, ibu dan juga saudari tirinya. Di sana, Freya dapat melihat Naura yang menangis sesenggukan di pelukan ibunya, Imelda. Sedangkan ekspresi ayahnya? Jangan ditanya. Tentu saja wajahnya sangat panik, karena dalam ingatan tuanya, sang putri tidak pandai berenang.
"Hm. Rupanya ayah sudah sadar bahwa putrinya menghilang," gumam Freya lirih.
Gadis itu pun berusaha berenang mendekati yacht untuk memangkas jarak agar tak terlalu lama berada dala air yang sedingin e situ. Tapi tiba-tiba kakinya terasa kram dan tak bisa lagi digerakkan.
Sekuat tenaga gadis itu berusaha, semuanya terasa sia-sia. Bahkan kini seperti ada sesuatu yang menarik kakinya perlahan memasuki air yang lebih dalam. Saaat kapal kini hanya berjarak 5 meter, kepala Freya justru semakin masuk ke dalam air. Dari permukaan danau, hanya tampak tangannya yang menggapai-gapai meminta pertolongan.
"Rea! Rea! Bertahanlah, Dad akan menyelamatkanmu," teriak George panik.
George bergegas menggunakan pelampung, namun Imelda justru menahan tangannya sembari menangis tersedu.
"George … jangan turun. Kita tunggu saja tim SAR yang akan tiba 5 menit lagi. Danau ini airnya sedingin es. Dan lihatlah, langit mengitam juga angin kencang. Aku takut engkau akan terbawa arus." Rengek Imelda dibuat memelas.
"Aku harus turun Mel … Putriku membutuhkanku. Tolong pegangi saja tali ini, aku akan turun memakai ban. Aku akan aman, percayalah." Terang George dengan suara bergetar.
"Dad … tolong selamatkan Rea. Aku … aku … hiks, hiks, hiks."
Naura Nampak tak kalah terpukul dengan George. Bahkan air matanya terus mengalir, sembari matanya terus mengawasi permukaan air di sekitar lokasi tenggelamnya Freya. Tanpa George sadari, gadis itu menarik bibirnya ke atas membentuk sebuah senyuman kecil. Sangat kecil sehingga tersamarkan oleh deraian air mata.
"Tidak George! Apa kau melihat Freya di atas permukaan air sana? Akan sangat beresiko untukmu menyelam untuk menariknya keluar di kondisi seperti ini. Tubuhmu tak akan kuat tanpa perlengkapan yang memadai. Tunggulah tim SAR. Mereka akan melakukan yang terbaik untuk putri terkasih kita." Tutur Imelda yang terdengar manis membujuk suaminya untuk tak terjun ke dalam danau yang memang saat itu bersuhu rendah.
"Arrgghh!" George berteriak frustasi, antara ingin menolong putri semata wayangnya dengan mendiang istri pertamanya, Diana. Atau menuruti saran istri keduanya yang baru dinikahinya 3 bulan lalu untuk menunggu tim SAR saja.
Tak lama kemudian, sebuah speed boat mendekati yacht milik mereka. Dengan sigap para anggota tim melakukan tugas menyisir area yang ditunjukkan George di mana ia terakhir kali melihat tangan Freya menggapai-gapai untuk meminta pertolongan.
Sebanyak sekitar empat orang yang berada di atas speed boat tersebut, dan dua diantaranya tampak mengenakan pakaian selam lengkap dengan alat bantu pernafasan di atas punggung mereka. Tak sampai setengah menit, dua orang tersebut menceburkan diri di lokasi yang dianggap sebagai titik hilangnya Freya.
Di sore hari dengan cuaca yang menandakan akan terjadi badai itu, para anggota tim SAR bahu membahu menyisir lokasi. Hingga 15 menit kemudian, kedua penyelam tampak menyeret sesosok tubuh yang telah terkulai dari kedalaman air.
"Freya … itu Freya!" pekik Naura, menyadarkan George dari lamunannya.
George tampak termenung sejak tim SAR itu datang. Pikirannya melayang pada kejadian beberapa bulan lalu saat dirinya mengutarakan niat untuk menikahi Imelda, sang sekretarisnya di kantor. Freya menentang keras keinginan George untuk menikah dengan Imelda.
"Kenapa harus dia Dad? Aku tidak melarang Dad untuk menikah lagi, tapi tolong, jangan dia," keluh Freya suatu hari setelah George mengajak Freya mengadakan makan malam bersama dengan calon keluarga barunya.
Malam itu adalah sebuah pengalaman tak terlupakan bagi Freya. Setelah berkali-kali Freya berhasil membuat banyak wanita centil yang mencoba mendekati ayahnya kabur, kini tanpa peringatan George tiba-tiba membuat pengumuman bahwa keduanya akan segera melangsungkan pernikahan.
Status Imelda yang bekerja sebagai salah satu sekretaris di perusahaan George sama sekali luput dari pengamatan Freya. Tentu saja, karena Imelda yang bukanlah sebagai sekretaris pribadi membuat Freya lengah untuk mencurigai niatan tak baik dari wanita-wan ita matre di sekeliling ayahnya itu.
"Memangnya kenapa kalau Imelda hm? Dia cukup pantas mendampingiku. Dia sosok ibu yang baik dan bertanggung jawab. Ayolah Rea … sudah banyak wanita kau buat mundur dari samping Dad. Dan Imelda satu-satunya yang mampu bertahan selama ini." Tutur George lembut.
"Tentu saja. Karena Dad kayak dan tampan."
"Rea …"
"Kalau dia sungguh-sungguhbaik, pasti tak akan sembunyi-sembunyi dari."
"Dia juga memiliki putri seumuranmu, jadi aku tahu dia akan bisa jadi ibu yang baik."
"Iya. Ibu yang baik, tapi bukan sebagai ibuku."
"Rea!"
"Sudahlah, aku lelah berdebat denganmu Dad. Terserah Dad mau mendengarkan pendapatku kali ini atau tidak," ujar Freya kemudian berlalu dari hadapan ayahnya dan membanting pintu kamarnya dengan keras.
Freya yang tak pernah bersikap kasar padanya membuat George sedikit frustasi. Namun dengan sangat pandai, Imelda dapat meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja.
Semenjak perdebatan sepulang makan malam itu, Freya mulai menjaga jarak dengan ayahnya. Meski dia tetap hadir sebagai pengiring pengantin di upacara pernikahan ayahnya, namun aura yang terpancar hanyalah sebuah kesedihan. Bahkan hari-hari yang mereka lalui menjadi serba kaku setelahnya. Dan puncaknya di liburan musim dingin kali ini.
Mereka berempat sebenarnya hendak berlibur di pulau pribadi yang telah menjadi langganan tempat liburan bagi keluarga Freya semasa ibunya masih ada. Hari itu rupanya Imelda yang mengusulkan untuk mengadakan liburan ke pulau sebagai perayaan keluarga utuh mereka. Freya yang tak memiliki agenda liburan sendiri dengan terpaksa menuruti permintaan ayahnya.
Namun rupanya keinginan George untuk menyatukan keluarga mereka untuk menjadi 'utuh' hanya akan jadi mimpi belaka. Karena kali pertama mereka menghabiskan liburan bersama berujung petaka.
"Freya … itu Freya!" pekik Naura, menyadarkan George dari lamunannya. Gadis itu bahkan kini beralih memeluk ayah tirinya itu setelah sejak awal berada dalam dekapan ibu kandungnya, Imelda.
DEG!
Jantung George berdegup kencang menatap sosok tubuh putrinya tampak lemas tak berdaya di tangan para kru penyelamat. Dengan sigap mereka melakukan pertolongan pertama pada korban tenggelam. Salah seorang lainnya memanggil bantuan agar tubuh Freya bisa secepatnya mendapat penanganan di rumah sakit.
George tak berdaya melihat kondisi putri semata wayangnya itu mengalami kecelakaan akibat kecerobohannya. Pria itu tergugu dalam pelukan Naura, putri tirinya. Namun setelah helikopter dari tim SAR datang memberikan bantuan penyelamatan, George segera menegakkan tubuhnya.
"Aku akan mendampingi putriku," ucap George pada salah satu anggota tim SAR yang saat itu berada di atas speed boat.
"Anda?" tanya sang anggota tim.
"Saya ayahnya Freya. Kumohon," pinta George.
"Tentu saja. Silakan Tuan segera naik ke atas helikopter. Karena kami akan membawa nona Freya meuju rumah sakit terdekat." Jawab sang anggota tim sigap.
Dengan segera George mengikuti instruksi para petugas yang dengan cekatan mengangkut Freya ke dalam helikopter yang melayang di atas speed boat dengan menggunakan alat khusus. Setelah George menempati kursinya, helicopter pun segera berangkat menuju rumah sakit.