Radit khawatir sampai mengaburkan matanya, dia mengulurkan tangan untuk meraih tanganku tapi aku menyambarnya. "Lu berdarah." Katanya. "Biar gua yang melihatnya."
"Gua tidak apa-apa." Bentakku, dengan cepat mengambil pecahan kaca yang berlumuran darah.
"Baik." Kata Radit seraya mengangkat tangannya ke atas. "Tidak perlu menyalahkan siapa pun di sini."
"Maaf." Jawabku dengan nada lebih lembut. "Mengapa Lu tidak mengambil sebotol lagi saat gua selesai membersihkan ini?"
"Baiklah." Dia setuju lalu bangkit dan berdiri. "Apakah Lu membutuhkan plester?"
"Ya kalua ada. Terima kasih."
Mata Radit menyipit saat roda penggerak mulai berputar di otaknya. "Um, apa Lu tahu di mana gua menyimpan plester itu?"
Aku menggelengkan kepalaku dan tertawa. "Ada beberapa di kamar mandi utama. Di lemari atas wastafel."
Dukung penulis dan penerjemah favorit Anda di webnovel.com