webnovel

Terikat Kontrak Kerja

"Seberat inikah tantangannya Abang mendapatkan pekerjaan? Kita ini baru saja ketemu, apa Abang sendiri tidak rindu?"

Dengan mata yang berkaca-kaca dan nada yang lirih Rani mengeluhkan apa yang menjadi pilihan hidupnya saat itu.

"Sayang, kamu sendiri nggak mau kan suamimu ini terus menerus dicibir dan dicemooh oleh Abangmu? Ini memang berat tapi percayalah jika ini hanya sementara setelah semuanya tercapai maka kita akan menikmati semua yang sudah kita dapat!" jelas Ridho sembari memegang ke dua bahu Rani dan menatapnya sangat tajam.

Rani terlihat pasrah meski hatinya rapuh, dia ingin sekali menjerit meratapi nasibnya yang tak hanya kesulitan secara ekonomi namun dia harus kesepian lantaran jauh dari suami.

"Oh iya, ini ada rejeki. Bonus dari training Abang selama sebulan. Semoga cukup untuk nyicil merehabilitasi rumah ini!"

Ridho pun memberikan beberapa lembar uang pada Rani sebelum dia benar-benar pergi lagi.

"Ini kok banyak sekali Bang, memangnya posisi Abang apa?"

Rani keheranan saat dia menghitung beberapa uang lembaran seratus ribuan sebesar 10 juta rupiah.

"Posisi Abang lumayan strategis, training minggu pertama Bos ku sudah memberikan pujian atas kerja aku makanya aku diberi bonus cukup besar! "jelas Ridho.

Sempat membersihkan badannya terlebih dahulu, lalu Ridho segera mengenakan kembali pakaiannya dan mencium pipi kiri dan kanan Rani serta tak lupa keningnya juga.

"Bang ...!" lirih Rani.

Air matanya mengalir deras dari ujung mata ke dua Rani, Ridho pun peka dengan balas memeluk tubuh sang istri.

"Benarkah ini murni sistem perusahaan Abang yang membuat kita seperti ini?" tanya Rani sambil terisak menangis.

Ridho menghapus lembut air mata yang ada di wajah Rani, lalu mengecup ubun-ubunnya cukup lama.

Dreeet

Suara dering telepon berbunyi, Ridho segera mengeluarkannya dari dalam saku celana dia lalu mengangkatnya. Mata Rani kembali terbelalak saat ponsel yang dipegang Ridho sangat mahal.

"Hallo!" sapa Ridho.

"Oh ya, sekarang juga saya langsung berangkat!"

Hanya kata-kata itu yang Rani dengar dari mulut Ridho, Rani tidak mendengar percakapan apa di sambungan telepon singkatnya dan tidak tahu pula dari siapa Rudho menerima telepon.

Rani hanya menatap keanehan Ridho yang dia anggap sangat jauh berbeda.

"Bang ...!"

Untuk yang ke sekian kalinya Rani memanggil Ridho dengan nada lirih, namun Ridho segera menutup mulut Rani dan memberi kode jika Rani harus memahami kondisinya.

"Kamu bebas mau gunakan untuk apa saja uang itu, termasuk beli handpone baru. Abang usahakan akan kembali pulang dua minggu setelah ini! " jelas Ridho sembari memegang ke dua bahu Rani.

Tak lama setelah itu pengendara ojol membunyikan klakson dari luar rumah, Rani tidak tahu jika Ridho sudah order ojol sejak tadi.

"Abang hati-hati ya! Dan jaga hati juga ya!"

Pesan Rani membuat batin Ridho tersayat, ingin teriak menangis namun dia tahan sebab dia tidak mau Rani terluka dengan apa yang sudah dia jalani di Ibu kota.

"Ya sayang, kamu juga ya!" Ridho balik memberi pesan.

Ridho pun naik motor dan melambaikan tangan, Rani pun membalasnya juga. Setelah Ridho hilang dari pandangannya Rani pun kembali ke rumahnya dan istirahat karena sudah malam.

***

"Maafkan Abang Ran, terpaksa Abang memilih nikah karena kesalahan sepele yang membuat Abang celaka. Tapi semoga suatu saat kamu paham atas pilihan Abang ini!" batin Ridho sesaat setelah dirinya pergi.

Flashback

"Kamu pikir perusahaan ini milik nenek moyang kamu dengan datang seenaknya!" sarkas sang HRD.

Saat itu Ridho datang terlambat saat hari pertama masa training, dia kena omel bagian kepala HRD.

"Ada apa Boy?" tanya Monika CEO dari perusahaan tersebut.

Suara tegas tersebut terdengar cukup keras tapi membuat karyawan cukup segan karena karisma yang dimiliki olehnya hingga tak sembarangan para

pria pun mampu menggodanya.

"I-ini Bu Ridho, karyawan kontrak yang baru masa training satu hari tapi sudah terlambat datang!" jelas Boy dengan nada yang terbata-bata.

Ridho pun balik badan ke arah sumber suara, matanya terbelalak dengan pesona Monika yang cantik sempurna.

Tinggi badan yang hampir sama dengan dirinya hingga wajah mereka hampir sejajar berhadapan, rambut hitam lurus sebahu, hidung mancung, pipi merah merona, dan bola mata yang begitu tajam menatapnya.

"Astagfirullah aku baru bertemu wanita sesempurna dia tapi ...,Rani istriku cantik natural. Karena aku belum bisa kasih dia modal ke dokter kecantikan saja jadi mukanya terlihat kusam," batin Ridho.

Munafik jika batin Ridho tidak mengakui wajah cantik Monika, meski usianya jauh lebih dewasa namun semuanya tersamarkan oleh paras yang nyaris sempurna tanpa ada celah kurang sedikitpun.

"Ridho! Kamu ke ruangan saya saat ini juga!" titah Monika dengan muka datar.

Wajah Boy senyum puas karena pikirnya sudah bakal pasti Ridho kena omel dan berujung dipecat seperti karyawan kontrak lainnya.

"Mampus kamu! Makanya taati peraturan!" gerutu Boy.

Langkah Ridho cukup nekad, meski sempat gemetar di sekujur tubuhnya. Bukan karena menghadapi Monika yang merupakan CEO tempat dia magang kerja, namun kecantikan yang beberapa saat dia tatap begitu sulit dia lupakan.

"Kunci pintunya!" seru Monika kemudian.

Masih dalam keadaan gugup dan tubuhnya yang gemetar hebat, Ridho kembali diperintah Monika untuk mengunci pintu ruangan kerjanya.

"A-apa Bu? Me-mengunci?" Ridho mengulang kata-kata seruan Monika.

Monika yang duduk santai di kursi kerjanya, sambil memutar-mutar kursi tersebut Monika menahan senyumnya melihat reaksi Ridho tersebut.

"Ya! Benar sekali mengunci! Kamu paham kan bagaimana cara mengunci pintu?"

Ridho berdiri di depan meja kerja Monika dengan wajah tertunduk dan melipatkan ke dua tangan dia.

"Cepat laksanakan atau saya pecat!" seru Monika kemudian dengan nada cukup tinggi.

Ridho pun cepat balik badan untuk melaksanakan perintah Bos cantiknya tersebut.

"Su-sudah Bu," sahut Ridho.

Usai mengunci pintu ruangan kerja Monika, Ridho kembali berdiri di depan meja kerja Monika.

"Duduk!" Monika kembali berseru.

Ridho pun duduk tanpa menatap wajah Monika sama sekali. Gemetar di sekujur tubuhnya semakin parah tatkala Monika menghampiri dia dengan duduk di ujung meja kerjanya.

Semerbak parfum yang dipakai Monika menusuk sampai ke jantung Ridho, jantungnya berdebar tak terkondisikan setelah melihat sekilas bentuk pahanya yang tertutup rok selutut yang Monika kenakan.

"Ya Allah, kuatkan imanku ini! Seumur hidup cuma Rani istriku perempuan yang aku puja dan mataku tidak pernah terbuai oleh pandangan seindah apapun!"

Batin Ridho bergemuruh hebat, padahal Monika belum bicara apapun. Hanya srbatas duduk di dekatnya saja.

"Kamu ini sarjana tehnik, nilai IP kamu pun kumlaud, secara administasi perusahaan ini sangat membutuhkan kamu. Tapi apa kamu sudah memahami konsekuensinya dari awal kan bagaimana bekerja di sini?"

Pendengaran Ridho berubah buyar, hanya samar-samar yang dia tangkap oleh telinganya. Fokus dia hanya memohon pada yang maha kuasa supaya pandangannya tidak tergoda oleh perempuan selain Rani istrinya.

Bersambung

Hai reader, bagaimana jika kalian ada di posisi Ridho? Ayo tulis di kolom komentar ya! Lempar power stonenya juga dong untuk dukung novel aku. Klik colect supaya kalian update terus cerita terbaru aku.