webnovel

Di Danger Room

Danger Room—Sebuah klub eksklusif yang berada di pusat kota. Tempat hiburan yang sudah terkenal karena penghuninya hanyalah tamu kelas atas. Para pejabat dan juga petinggi negara sering keluar masuk dengan alasan pertemuan penting. Tak jarang mereka juga membawa para rekan bisnis dari luar Negeri untuk ikut hadir di sana.

Seperti halnya mereka semua. Black bloody rose pun sama, dia adalah orang yang sudah dikenal dalam dunia glamor seperti itu. Ada ruangan khusus, yang mana hanya Queen dan anak buahnya yang boleh masuk ke sana. Termasuk siapa orang yang akan mereka temui hari itu.

Alvaro sudah berada di Danger Room. Dia tengah mengawasi sekitar bersama orang pilihannya. Bukan untuk membuat keributan. Mereka hanya ingin tahu di mana dan apa yang tengah dilakukan pemimpin kolusi gelap itu di sana. Tentunya karena Alvaro ingin meringkus dan melenyapkan Queen.

Sudah 1 jam lebih Alvaro berdiri di sana. Dia tidak melihat aktivitas yang menandakan kalau Queen akan atau telah tiba di tempat tersebut. Semua tampak ramai seperti biasanya. Tidak ada hal spesial sebagaimana mestinya. Bangunan itu benar-benar sudah dipenuhi dengan orang-orang berjas mewah dan juga gaun glamor.

Di mana Queen?

Bugh ....

Seseorang terjengkang dengan luka di wajahnya. Tangan orang satunya kembali bergerak, mengisyaratkan agar orang tersebut kembali bangkit. Tidak peduli dengan luka itu, dia hanya ingin melampiaskan amarahnya.

Tangan lentik dengan kuku panjang bercat merah itu mencengkram wajah si korban. Sorot matanya penuh kemarahan, high heels merah itu menekan sepatu hitam mengkilap. "Sengaja ingin membuatku mati?"

"Ti-tidak, Queen. Mereka ...."

"Mereka tidak akan pernah tahu jika kalian becus dalam bekerja. Kenapa mereka bisa tahu aku akan datang ke sini, hah?!" teriak Queen.

Cengkraman itu membuat jejak di wajah anak buahnya sendiri. Beberapa lukanya mengeluarkan darah. Namun, Queen tidak akan puas sebelum dia mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya.

Queen meminta semua orang yang di sana untuk melangkah ke hadapannya.

"Angkat kepala kalian dan maju!"

"Maju dan katakan kalau kalian memang ingin menjadi sekutu mereka. Cepat?!"

Tidak ada yang berani bergerak. Semua hanya menunduk seakan enggan siap untuk bertemu dengan malaikat maut mereka.

Informasi tidak akan pernah bocor. Queen memiliki banyak anak buah yang dia simpan di bagian IT, yang mana mereka bertugas untuk mengalihkan siapa pun yang mencoba mencari tahu mengenai dirinya.

Tidak ada yang pernah berhasil mendapatkan sedikit informasi pun mengenai dirinya, apa yang sudah dilakukannya, dan apa rencananya. Tidak ada. Akan tetapi, kali ini informasi itu bisa dengan mudah bocor. Terlebih pada musuh baru Queen.

"Ada berapa banyak orang yang mengincarku di bangunan ini?"

"Hanya sekitar 20 orang," jawab seseorang.

Queen tersenyum kecut. Dia kembali duduk sembari menaikan kakinya ke atas meja. Dress hitam seksi yang selalu menampilkan kaki jenjangnya itu, terpampang jelas di atas meja. Tampak lebih seksi dengan paduan heels merah di sana.

Tentu saja tidak akan ada yang mengira dia adalah pemimpin sebuah kolusi. Wajah Queen tidak seperti seseorang yang berani. Dia tampak lugu dengan tatapan sayu. Bahkan sekali tersenyum, semua orang selalu merasa kalau dia adalah Dewi.

Nyatanya. Dia adalah Dewi kematian. Seseorang yang menggantikan peran malaikat maut. Queen akan bisa membunuh siapa pun, sesuai keinginannya. "Apa dia Alvaro Rumi?"

"Dari informasi yang saya dapatkan. Iya, Queen."

"Dia datang untuk mati?"

"Untuk melenyapkan pemimpin Black Bloody Rose. Beliau tengah mencari Anda," jelasnya lagi.

Ya. Alvaro datang untuk menemui Queen, tetapi Queen yang akan dia temui hanyalah Ersha Qiandra. Gadis yang akan merenggut nyawanya. Bukan karena dia Queen, melainkan karena dia adalah kakak kandung dari gadis yang mati karenanya.

Tidak ada yang tahu siapa itu Ersha Qiandra dan bagaimana masa lalunya. Yang sekarang semua tahu, dia adalah Queen. "Biarkan dia mencari tahu mengenaiku, tapi jangan coba-coba lalai. Biarkan dia lelah seperti yang lainnya. Jangan ada yang berani memberi celah juga menyentuhnya. Dia bagianku!"

"Baik, Queen." Semua berseru secara serentak.

Queen mengikat rambutnya tinggi-tinggi. Dia melemparkan senyumannya sembari mengedipkan mata. Siapa yang tidak terpesona? Semua kaum Adam tidak ada yang pernah menolaknya.

Kulit putih itu dibalut long dress hitam dengan belahan di sampingnya. Terlihat jelas saat Ersha berjalan, maka kaki jenjang yang mulusnya bisa bergerak leluasa secara indah. "Ersha!" panggil seseorang.

Ersha tersenyum, dia kini berjalan di antara kerumunan yang ada di Danger Room. Mata Alvaro mengarah padanya. Dia seakan merasakan sesuatu yang berbeda dari penampilan Ersha.

"Siapa dia?"

"Kami belum mendapatkan informasi mengenai pengunjung di sini, Tuan."

Alvaro hanya menatap Ersha yang bergerak di tengah kerumunan. Tangan lentik itu memegang gelas wine dengan sangat seksi. Tak sengaja, Ersha juga melihat ke arah Alvaro yang membuat keduanya tak sengaja saling bertatapan.

Ersha bersama 1 rekan wanita dan 2 rekan prianya berjalan ke arah Alvaro. Tubuh indah itu membuat Alvaro tidak bisa mengalihkan pandangan. Terlebih tatapan mata Ersha seakan mengingatkan dia pada seseorang.

Namun, siapa itu?

Sebenarnya, saat ini bukan Alvaro yang ada di dalam tubuh gagah itu. Justru Saga, pemuda itu yang sedari tadi menguasai Saga. Itulah kenapa dia merasa tidak asing dengan Ersha, karena memang Ersha memiliki banyak kesamaan dengan Elysia.

Namun, dia benar-benar tidak ingat dengan sosok Elysia. Saga sudah menguburnya karena saat itu Alvaro nyaris melenyapkannya. "Apa kalian mendapatkan informasi baru?"

"Semua ruangan sudah kami cek. Tidak ada ruangan yang dipesan atas nama Queen atau pun Black Bloody Rose. Bahkan tidak ada komunikasi apa pun yang masuk ke sini. Semuanya adalah orang-orang dari kalangan atas, yang memiliki id card secara resmi. Mereka tentunya tidak akan memiliki kartu semacam itu, kan. Itu hanya akan membocorkan identitas mereka," jelas salah satu anak buah Alvaro.

Saga mengisyaratkan agar mereka segera keluar dari tempat tersebut. Mencari cara lain sembari menunggu satu per satu orang yang keluar dari Danger Room.

Seseorang membawa wine di atas nampan. Dia mengisyaratkan kalau beberapa anak buah Alvaro sudah keluar dari Danger. Queen tersenyum sembari menerima wine tersebut. "Ini, minumlah! Hari ini biar aku yang traktir kalian," ucapnya.

"Kamu mau ke mana?"

"Pulang, besok ada kelas pagi," jawab Ersha.

Ketiganya memang teman kampus Ersha, mereka sama-sama anak kuliahan. Ersha terkenal nakal, tetapi juga sangat pandai. Jadi dia memiliki banyak teman di beberapa tempat. Termasuk dunia gemerlap seperti ini.

Ersha berjalan keluar dari Danger, dia membuka heelsnya sembari mengumpat. Ya. Dia berakting seakan kesal dengan teman-temannya. Ersha berusaha senatural mungkin, berdiri di jalanan sembari celingukan mencari taksi. Padahal, di tempat lain dia sudah menyimpan mobil sport mewah. Sayangnya dia harus berupaya menjadi sosok yang lebih sederhana. Mata Saga yang ada di dalam mobil, tepatnya di seberang jalan sana tidak lepas dari sosok Ersha. Padahal tujuannya datang ke sana untuk menangkap Queen, bukan mengamati wanita cantik.

"Taksi!" teriak Ersha sembari mengangkat tangannya.