webnovel

Dua Karakter

"Apa kami harus seperti ini terus?"

Tak ada jawaban. Orang yang diajak bicara hanya fokus menatap seseorang di seberang sana. Ini universitas cukup bergengsi di ibu kota, mereka seperti orang bodoh yang mencari seseorang tidak dikenal di kerumunan.

Namun, apa yang dikatakan Alvaro adalah sebuah perintah yang tidak bisa ditolak mereka. Pilihannya hanya mengikuti semua aturan mainnya atau mati sia-sia. Alvaro sedari tadi sudah menemukan wanita yang diincarnya, telunjuknya mengarah pada sosok tersebut. "Cari tahu mengenai dia!"

"Apa dia orang yang kita cari?"

"Anda yakin, dia seorang wanita?"

"Apa aku harus menjelaskan siapa dia lebih dulu agar kalian mau bekerja?" tanya balik Alvaro yang membuat anak buahnya itu bergegas pergi.

Anak buah Alvaro segera mencari tahu mengenai sosok wanita yang tengah diincar majikannya itu. Sementara Al, dia masih menatap Ersha dari kejauhan.

Ersha dikenal sebagai mahasiswi yang memiliki segudang prestasi. Semua dosen selalu memuji-muji kecerdasannya. Dia juga gadis yang fashionable dan memiliki banyak teman. Sayangnya kebanyakan teman Ersha justru para mahasiswa, dia tampaknya tidak begitu tertarik dengan para mahasiswi.

Begitulah. Ersha juga dikenal dengan mahasiswi yang tomboy, bahkan tak jarang dia ikut demo dan tawuran. Namun, aksinya itu tak pernah dipandang buruk oleh para rektor universitas karena dia memang lebih sering mengharumkan nama kampus juga.

"Mudah?"

"Ini, Tuan!" Berkas mengenai identitas Ersha bisa dengan mudah didapatkan.

Semua informasi gadis itu kini sudah ada di tangan Alvaro. Dia memukulkan berkas itu ke tubuh anak buahnya, lantas pergi dari sana.

Sementara itu, di sisi lain Ersha tengah ada di ruang perpustakaan. Seperti biasanya, dia memang lebih suka bergulat bersama buku-buku, dibandingkan di kantin. "Nanti malam ada acara gak, kita pergi, yuk!"

"Gue sibuk."

"Pemainnya bagus loh, lagian siapa tahu dapat pelajaran baru dari orang itu," bisiknya lagi.

Ersha melirik, dia memang tidak suka bepergian jika bukan karena hal penting. Namun, kalimat itu cukup menarik untuknya. Dia mengangguk, lantas bertanya mengenai tempat dan waktunya.

"Jam 10 malam, di tempat biasa. Katanya dia pemain yang baru datang."

"Namanya?"

"Kalau gak salah, dia anak buah Alvaro Rumi. Tahu, kan, pebisnis yang datang dari Rusia?" Ersha terdiam beberapa saat, dia pun mengangguk.

Temannya itu menepuk pundaknya.

"Gak usah takut, nonton dulu aja. Kalau udah bisa baca permainan mereka, bolehlah kita coba," ucapnya lagi.

Bukan takut kalah, atau tidak menyukainya. Namun, Ersha memiliki rencana lain yang menurutnya lebih menguntungkan. Saat mahasiswa bernama Erlangga itu pergi, ponsel Ersha bergetar.

Tangan lentik itu mendapati panggilan tanpa nama. Saat dia menerimanya, seketika wajah Ersha berubah datar. Dia langsung mematikan panggilan tersebut, tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Terlihat seperti seseorang yang buru-buru. Ersha pergi dari perpustakaan, tanpa membereskan buku-bukunya. Dia pergi begitu saja dan itu bukan hal yang aneh. Ersha memang terkenal misterius karena sikapnya yang terkadang dingin. Seolah memiliki dua kepribadian, Ersha kadang menjelma menjadi sosok yang kaku. Namun, kadang dia juga ramah.

"Apa dia ada di kampus?"

"Oke." Ersha berhubungan dengan anak buahnya, lewat alat yang terpasang di telinga.

Ersha berjalan cepat, dia segera pergi ke taman kampus, dan berada di kerumunan. Ersha membuka laptopnya untuk melacak seseorang.

Benar. Anak buahnya mengirim beberapa titik, mengenai sosok yang kini tengah mengawasinya. Dengan ekor matanya saja Ersha bisa melihat siapa-siapa saja dan di mana mereka semua. "Dia orang yang sama?"

"Oke. Pastikan semua terkendali."

"Apa?" Ersha terkejut saat anak buahnya memberitahukan, kalau salah satu anak buah Alvaro sudah mendapatkan informasi mengenai Ersha dari kampus.

"Siapa saja mereka yang terlibat?" tanya Ersha.

Di kampus ini memang ada beberapa orang yang menjadi sekutunya. Namun, tentu saja banyak juga yang tidak menyukai Ersha dan berniat menjatuhkannya.

Ersha harus lebih hati-hati. Walaupun tidak ada catatan mengenai siapa dia, keluarga asalnya, dan hal-hal yang akan membongkar identitasnya itu. Akan tetapi, sebaiknya Ersha memang harus lebih waspada lagi. "Batalkan semua jadwal malam ini atau kau sendiri yang pergi bertugas, Janson!"

Alvaro tersenyum puas, saat dia merasa kalau Ersha adalah orang yang tepat. Dia datang ke Indonesia untuk satu tujuan, tetapi ada planning lain saat tujuan itu belum bisa dia genggam dengan baik.

"Dia suka mie pedas?"

"Suka pergi ke club malam, tapi menjadi mahasiswi teladan. Dia juga suka menonton pertarungan bebas, tetapi ... tunggu, apa ini tidak janggal?" tanya Alvaro.

"Kau benar-benar mendapatkan informasi ini dari orang terpercaya atau apa, hah? Gadis polos itu tidak mungkin menyukai hal-hal semacam ini, ya walaupun pertemuan pertama ada di klub," ujar Alvaro lagi sembari berpikir mengenai sosok Ersha.

Alvaro tengah mempelajari mengenai sosok Ersha. Dia akan membuat langkah berani untuk mendekati gadis itu. Bertahan di Indonesia memang mudah, tetapi menyamarkan identitas itulah yang sulit. Alvaro harus dekat dengan orang lokal untuk bisa bertahan di sini.

Menurutnya Ersha gadis yang tepat. Selain dia cantik, Alvaro juga tertarik pada sosoknya yang menurutnya begitu menggoda. "Dia berasal dari panti asuhan? Jadi, dia tidak memiliki keluarga?"

Anggukan itu semakin membuat Alvaro senang. Dia tidak harus menghadapi banyak hal nantinya.

"Tuan, ada seseorang yang mencari Anda!"

"Suruh dia masuk!" Anak buah Alvaro keluar dari ruangan tersebut, tidak lama seseorang bertubuh tinggi besar masuk.

"Apa kabar, Tuan Janson?"

***

"Totalnya 134.450. Cash atau debit?"

"Debit aja, sekalian transfer ke nomor rekening kamu kalau mau," ucap pembeli di salah satu store di pusat perbelanjaan.

Ersha tersenyum dengan sangat ramah. Tanpa diduga, Ersha melakukan hal yang diminta pembeli tersebut. Dia mengirimkan sejumlah uang yang cukup besar ke rekeningnya.

"Terima kasih."

"Sama-sama cantik," ucapnya.

Setelah pembeli itu pergi, Ersha mendelik sembari tersenyum penuh arti. Bisa-bisanya laki-laki itu menggodanya, dia tidak tahu jika gadis yang dia usik adalah pemimpin dari sebuah genster terkenal.

Jangan salahkan Ersha, jika setiap harinya yang di rekening tersebut akan terus terkuras. Tentu saja nomor rekeningnya sudah masuk ke daftar orang-orang yang akan menyuntikan dana pada urusan pribadi Ersha.

Pesona seorang Ersha memang tidak diragukan lagi. Wajahnya yang polos dan cantik itu selalu dianggap sebagai gadis gampangan. Sayangnya mereka salah, tak ada yang akan lolos dengan mudah, jika orang itu sudah mengusik Ersha. "Bagaimana?" hanya Ersha.

Saat ini Ersha tengah berhubungan dengan seseorang lewat earphone yang terpasang di telinganya. Ersha tampak tersenyum, tampaknya rencananya memang berjalan dengan lancar.

"Janson!" panggilnya.

"Kita makan malam di Danger malam ini."

Pemuda di seberang sana hanya bisa tersenyum. Dia memang selalu pandai membuat Ersha tersenyum bahagia. Apa yang diperintahkan Ersha, selalu bisa dia selesaikan dengan baik dan cepat.

"Baik, Queen."

Janson baru saja keluar dari kediaman Alvaro seperti rencana Ersha sebelumnya.

"Queen, soal identitas Anda pun sudah aman."

[Oke. Rumah panti mana?] tanya Ersha.

"Bunda Kasih di jalan Cempaka."

Ersha langsung merubah ekspresi wajahnya dengan senyuman, lantas menyapa pelanggan yang datang. Dia memang harus bisa memiliki kepribadian berbeda, karena dirinya memang berperan sebagai Ersha dan juga Queen.

"Ersha, kan?" Ersha seketika mengangguk.

Pembeli itu mengeluarkan setangkai mawar putih pada Ersha. "Dari siapa?"

"Masa depan Anda," jawabnya.