"Nona Viona, saya ingin memberi tahukan satu hal pada anda, yaitu mengenai kode etik dalam bekerja di sini. Maksudku bekerja sebagai sekretaris pribadi saya di sini," ujar pria bermata biru itu dengan tenang.
Viona secara sigap mengeluarkan sebuah buku catatan kecil dari balik saku bajunya. Ia mulai siaga untuk mendengarkan dan mencatat setiap perkataan sang atasan.
"Pertama, anda aku harap anda datang tepat waktu. Kedua, anda harus bisa menjaga kerahasiaan semua hal yang terjadi di sini. Dan yang terakhir, bekerjalah dengan baik dan profesional, jika anda ingin terus bekerja di perusahaan ini," terang Richard Alexander.
"Apa anda mengerti?" tandas pria itu dengan tatapan mata dingin.
"Baik saya mengerti, Tuan Richard," balas Viona. Gadis itu telah selesai mencatat perkataan sang CEO.
Tatapan mata dingin Richard Alexander, seakan menembus ke jantung hati gadis cantik berambut pirang itu. Viona merasa sedikit janggal dengan peraturan nomor dua ingin hati ia bertanya langsung kepada sang atasan.
Namun, Viona tidak berani mengungkapkan kata-katanya. Ia takut dianggap terlalu banyak tanya atau membangkang oleh sang atasan. Terlebih, lagi gadis itu sadar posisinya yang masih dalam 'probation period' alias masa percobaan selama tiga bulan. Jadi, Viona memilih untuk diam dan memendam pertanyaannya itu di dalam hati.
'Peraturan nomor dua, menjaga semua hal yang terjadi di ruangan ini. Apa maksudnya itu? Kenapa aku sedikit merasa aneh dan janggal ya?' batin VionaRyder. Gadis itu memutar bolpoin kecil di antara sela-sela jarinya.
"Apa ada hal lain yang ingin anda tanyakan, Nona Viona?" tanya Richard Alexander.
"Sa-saya rasa tidak Tuan," terang Viona sedikit tergagap.
Gadis cantik itu merasa sedikit terkejut, mendengar pertanyaan atasannya yang seolah menampar kesadaran Viona.
'What? Apa orang ini memiliki kemampuan membaca pikiran orang lain?! Wah, aku harus berhati-hati dengan pria ini. Dia menakutkan,' batin Viona.
Seulas senyum miring tersungging di bibir Richard Alexander, saat melihat reaksi kaget sekretaris barunya itu.
"Oh ya, Nona Viona," seru Richard.
"Iya Tuan," jawab Viona.
"Tolong anda proses juga file-file ini," perintah Richard Alexander.
Pria itu menunjuk ke arah rak kayu dengan tinggi dua meter yang terletak di samping kiri meja kerjanya.
Rak kayu itu berisi penuh dengan puluhan binder besar yang berjajar rapi. Puluhan binder tersebut berisi file data-data penting perusahaan.
"Tolong anda masukan data-data di dalam file tersebut ke dalam komputer laptop sekretariat. Pisahkan mereka berdasarkan divisi dan kategorinya," terang CEO itu.
Mata Viona, sedikit melebar melihat ada puluhan file binder berukuran tebal yang ada tersusun rapi di rak kayu itu.
"Jika anda kesulitan dalam menyusun data file tersebut. Anda bisa merujuk pada template file lama yang telah ada di komputer," jelas Richard Alexander.
"Please don't ask me stupid questions about it. You got it!" tandas CEO itu.
"Baik Tuan Richard," jawab Viona dengan tenang. Gadis itu kembali mencatat setiap detail perintah yang keluar dari mulut sang CEO di buku notes kecil miliknya.
"Selain itu, tolong anda masukkan juga schedule harian saya ke dalam komputer laptop sekretariat. Lalu kirimkan schedule harian itu ke email kantor saya continuously everyday," imbuh Richard Alexander dengan tegas.
"Do you understand?" tandas pria itu dengan tegas.
"Baik Tuan Richard, Saya mengerti. Akan saya laksanakan. Terima kasih banyak atas pengertiannya," balas Viona dengan sopan.
"Hm, baiklah kalau begitu. Anda bisa mulai untuk memindahkan barang-barang pribadi anda kemari dan mulai bekerja hari ini," tukas Richard.
"Baik, Tuan Richard," ujar Viona dengan singkat sambil memasukan kembali notes kecil miliknya kedalam saku.
"Kalau begitu saya mohon diri dulu Tuan Richard. Saya akan mengemasi barang-barang saya di lantai dua," imbuh gadis cantik itu mohon diri. Kemudian Viona membungkukkan badan secara sopan.
Richard membalas dengan anggukan kepala pelan.
Viona mohon diri dari ruangan CEO di lantai sebelas, untuk turun ke lantai dua mulai mengemasi barang-barang di meja kerjanya.
Di dalam lift Viona menarik nafas panjang.
"Ayo semangat Viona! Kamu pasti bisa melaksanakan tugas-tugas itu dengan baik! Ini demi masa depan dirimu dan keluargamu. Ayo semangat Viona!" seru gadis berambut pirang itu berusaha untuk menyemangati dirinya sendiri.
Saat merasa lelah atau dalam kondisi bad mood untuk meningkatkan suasana hati, Viona biasa memberikan semangat berupa kata-kata motivasi untuk dirinya sendiri. Gadis itu terbiasa melakukan hal tersebut semenjak sekolah menengah atas.
Viona mendadak teringat akan masa lalunya yang penuh dengan tekanan. Memori tidak menyenangkan itu kembali berkelebat di pikirannya.
Dahulu masa sekolah, adalah masa yang berat bagi Viona. Karena ia selalu menjadi korban ejekan teman-temannya. Hal itu disebabkan karena keadaannya yang berasal dari keluarga kurang mampu dan tidak memiliki ayah kandung.
Teman-teman Viona, dahulu sering membully dengan mengejeknya "Si gadis miskin tanpa ayah." Tentu saja hal itu membuat Viona merasa sedih. Tidak ada anak yang mau dilahirkan dalam keadaan malang tanpa ayah. Apalagi dalam keadaan miskin.
Nyonya Morise, seorang guru di kelas sepuluh pernah berkata kepada Viona,
"Jika bukan kita yang mencintai diri sendiri, lalu siapa lagi. Hidup akan terus berjalan. Baik dan buruk terus berdampingan. Bersemangatlah dalam menjalani hidup. Semangati dirimu sendiri saat sedang lelah. Niscaya, energi positif akan datang padamu. Buktikan pada dunia, jika kau memang yang terbaik."
Kata-kata dari Nyonya Morise itu yang selalu terngiang-ngiang di benak Viona. Kata-kata gurunya itu seolah menyadarkan Viona untuk bangkit dari kesedihan dan keterpurukan akan keadaannya.
Semenjak itu, Viona berusaha menyemangati dirinya sendiri ketika sedang sedih atau lelah. Setidaknya, dengan memberikan semangat kepada diri sendiri dapat mengusir berbagai macam perasaan negatif yang mulai muncul di hati.
Kebiasaan itu terus berlanjut sampai sekarang.
Viona tidak lagi mempersoalkan perkataan orang lain tentang dirinya. Yang terpenting bagi Viona adalah menjadi sukses. Dengan menunjukkan prestasi mengagumkan agar bisa menyumpal mulut para haters yang membencinya.
Hal itu membuat jiwa gadis muda itu menjadi lebih tangguh dan kuat.
Tiba-tiba ia teringat oleh Richard. Perasaan sebal yang sama muncul saat gadis itu teringat atasan barunya itu.
"Menyebalkan dan arogan sekali Si Richard itu. Belum apa-apa sudah memberikan tugas setumpuk. Masa satu rak besar file di ruangannya belum di up date data ke komputer," keluh Viona seorang diri di dalam lift.
Gadis itu sedikit merasa geregetan dengan tugas yang diberikan serta sikap atasannya.
"Haah, tapi bagaimana pun saat ini aku harus menerima kenyataan. Si Richard itu yang menjadi atasan ku saat ini," ucapnya pasrah.
"Jika saja atasanku itu adalah Tuan Daniel pasti lebih baik, karena setiap hari aku bisa melihat senyumannya yang menyejukan jiwa."
"Lihat saja Richard aku akan membuatmu mengakui kehebatanku!" seru Viona dengan penuh percaya diri.
"Akan aku buatmu bertekuk lutut di hadapanku, sambil menangis seperti anak kecil!" imbuh Viona.
Mata gadis muda itu menyala penuh dengan semangat membara.
Memiliki atasan dengan sikap menyebalkan seperti Richard Alexander, tidak membuat gadis itu patah semangat.
Justru membuat Viona merasa tertantang.
Ia ingin membuktikan kepada Richard Alexander, bahwa dia adalah seorang yang memang benar-benar kompeten. Serta, memiliki dedikasi tinggi dalam pekerjaan.
Ting!
Bersambung....
Hi semua. Saya telah merevisi bab ini. Semoga suka ya.
Creation is hard, cheer me up!
I tagged this book, come and support me with a thumbs up!
Like it ? Add to library!