webnovel

Sepupu ayah yang zhalim

Rumah kami bersebelahan dengan rumah teksiah yang zhalim, selama kami pulang kerumah kakek orang tua ku mencangkok listrik dari rumahnya, bayar bulanan, yang namanya orang sirik dan zhalim ada aja, mana pernah senang melihat orang lain bangkit dan berada jauh lebih baik darinya, setelah kakek meninggal ibu ( author kadang-kadang sebutin mak, kadang ibu, itu sebutan untuk orang tua kandung ya readers) aku meminjam uang dari kawan kantornya untuk memasang listrik, karna ibu aku pikir biar lebih mudah, selama ini setelah kami semua berangkat di pagi hari, arus listik yang tersambung kerumah kami selalu dimatiin sama tek siah, dengan dalih mahal kali bayar listriknya, kan kami bayar gak numpang gratis kata ibu aku, kami masak nasi banyak, dimasukin dalam pemanas, biar enak pas pulang sekolah kami makan nasinya hangat-hangat, tapi apa yang terjadi nasi penuh satu mejikom basi semua karna arus listrik tersebut sudah diputusin, pas kami pulang sekolah dan ibu aku pulang dari kantor baru dihidupin lagi.

Ibu aku gak tahan lagi diperlakukan seperti itu terus menerus dan sudah berbulan-bulan lamanya, akhirnya ibu nekad minjam duit dari kawannya, kebetulan kawannya itu orang berada istrinya toke, suaminya itu orang terkaya dan terkenal didaerahku saat ini, akhirnya kami punya meteran lampu dan lampu milik sendiri.

Hari hari terus berlalu rasanya semua berawal bagaikan mimpi tapi inilahh kenyataan hidup yang harus kita hadapi, aku harus menghadapi semuanya yang sudah mulai berubah, hidup ini tak selamanya indah, dari nol lagi kami memulai hidup yang penuh makna dan arti, tek siah yang zhalim semakin menjadi-jadi aja tingkahnya, belum lagi dia dan keponakannya yang selalu mengadu domba ayahku dengan adik kandungnya, etekku yang yang tidak berfikir panjang setiap waktu dan setiap saat yang disampaikan oleh tek siah, keponaannya dan mak nya tek siah lama kelamaan kemakan juga hasutan tersebut, sampai pada akhirnya etekku dan ayahku bermusuhan tidak saling peduli bahkan tidak saling kenal lagi, ketemu dijalan saja sang etek langsung buang muka, tanpa tegur sapa, kami belum menyadari apa penyebabnya bisa seperti itu.

Memang betul fitnah itu sangat kejam dan tajam, melebihi tajamnya mata silet, tek siah orang iri hati dengki dan semua sifat buruk layaknya sifat iblis semua dikuasi dia, mamaknya tek siah lebih parah malah dari tek siah, padahal nenek ngah itu masih adik kandungnya nenek aku, tapi mereka rela memecah belahkan keponaannya nya sendiri, aku yang masih anak-anak kadang-kadang sempat bingung dan menganga mulut aku melihat perlakuan, perkataan yang mereka lakukan dan lontarkan, subhanallah luar biasa sifat busuknya manusia, tak pernah berfikir tentang dosa yang akan ditanggung, yang penting hati dan batinnya puas melihat kehancuran sanak saudaranya.

Waktu demi waktu yang kami lewati semakin parah saja, etekku bagaikan musuhnya melihat kami, bahkan lebih parah dari kemarren-kemaren, kami bagaikan tak punya siapa-siapa lagi dulu masih bisa hidup saling bergantungan, bermanja, dan saling mengadu, tapi sekarang kami bagaikan tak punya siapa-siapa, kami orang miskin, ayahku pekerja serabutan Cuma punya tiga petak kebun pala. Selain dari hasil gaji PNS ibu, ayah dan keluarga Cuma bisa bergantung dari kebun pala itulah, alhamdullah walaupun selalu kekurangan tapi bisa menghidupi kami berempat dan berenam dengan ibu dan ayahku.

Sang pengadu domba puas dengan apa yang dia buat, dia sekarang ketawa dalam diam, bertepuk tangan dalam gelap, kami cuma bisa membalasnya dengan doa dalam diam, biar saja Allah yang membals semuanya, biarkan saja buatlah apa yang kalian mau, semoga kelak kalian dapat hikmah dan dapat hidayah Allah berikan dengan berlipat ganda dan menyadari semua dan segala kesalahannya, tapi itu sangatlah lama rasanya menunggu waktu yang kita nanti-nantikan, kita tunggu sajalah episode selanjutnya hehehe.

Alhamdulilah ibu aku sudah punya uang lebih, walaupun kami masih numpang dirumah nenek, tapi ibu aku bilang kita gak akan mungkin tinggal selama-lamanya disini, jadi ibu ku berinisiatif membeli tanah lahan tidur yang kosong disamping rumah nenekku, rencana mau bangun rumah untuk kami tempati sama-sama, sang nek ngah yang zhalim dan julid dia punya hati yang kotor dan prasangka jelek terhadap keluarga kami, mau nya kehidupan keluarga kami jalan ditempat, disitu-situ aja, dan gitu-gitu aja.

Jadi ibu aku nyicil pelan-pelan ngebangun rumah untuk kami, rumah yang luasnya 8x23 meter siap untuk kami tepati yang terdiri dari 3 kamar, pelan-pelan dan perlahan-perlahan namun pasti akhirnya rumah itu berdiri tegak dan permanen, di iringi dengan pesta sunat rasul adik laki-laki aku yang kedua dibawah aku Zeandra, jadi sekalian aja syukuran pulang kerumah baru kami, yang waktu itu si tukang kayu juga menzholimi ayahku untuk pemasangan jendela uangnya sudah dikasih semuanya secara cash tapi jendelanya tidak siap sampai hari H acara besar itu, akhirnya ayahku yang juga dasarnya seorang tukang bangunan puny aide dan inisiatif menutup jendelanya dengan seng ayang akan digunakan untuk atap rumah nantinya.

Lama kelaman ibu aku punya kelebihan rezeki yang punya rencana akan bangun dua kamar dilantai dua,tetangga-tetanggaku semua panas dan tambah julid melihat keluarga kami bangkit dengan cepat dan segera, kalau kita punya hati yang bersih, ikhlas menjalani semua kehidupan yang Allah berikan semuanya Allah mudahkan, kita tidak perlu menjatuhkan orang lain agar kita bangkit, gak perlu bermain dengan cara kotor dan gak perlu juga mengotori tangan, hati dan lisan untuk buat orang sakit hati, sembuhkan hati dari penyakit dengki dan iri, maka hidup kita akan tenang, terima saja ujian apa yang akan Allah berikan dengan ikhlas dan lapang dada, jalanilah hari dengan penuh senyuman, kalau aku bilang sih ini pencitraan, senyumin aja semua orang walaupun hati panas dan sakit akan perlakuan tetangga dan saudara-saudara yang dhalim dengki dan iri hati, berdoa saja sama Allah semoga mereka diberikan kebaikan dan Allah berikan hidayah.

Walaupun hati hancur dan hati selalu menangis mendengar ocehan dan omongan mereka, aku tetap tersenyum didepan mereka, tanpa melawan tapi sampai kerumah aku baru menangis tersendu-sedu tanpa ampun, maklum kita masih anak-anak takut dikatain anak pelawan dan kurang ajar, jadi Cuma bisa diam, begitulah kalau kita jadi anak-anak, resiko jadi anak yah seperti itulah, Cuma bisa terima apapun yang dilakukan oleh orang tua, baik orang tua kandung maupun orang tua saudara-saudara kita, miris memang jadi anak-anak, walaupun ytersakiti namun kita tidak bisa melawan secara terang-terangan, Cuma bisa melawan dalam diam, menangis dalam hati, dan juga menangis dalam diam.