webnovel

Swords Of Resistance: Endless War [Indonesia]

Sebuah kisah fantasi di Alam Semesta paralel tentang pertarungan politik dari para Raja dan Penguasa. Dimulai dari peperangan, intrik politik, hingga drama kehidupan. Cerita ini hanya fiksi belaka. Kesamaan nama tokoh, tempat, kejadian, dan sebagainya hanyalah kebetulan dan atau terinspirasi dari hal-hal tersebut.

VLADSYARIF · Fantasi
Peringkat tidak cukup
99 Chs

Bab 90, Terbunuhnya Seorang Wali Kota

"Walaupun percobaan pembunuhan itu gagal. Mereka pasti tidak akan tinggal diam dan akan terus berusaha untuk mencoba menghilangkan nyawa adikmu dan juga adikku," ujar Stadtholder Nikolaus. "Atau bisa juga melakukan hal yang lainnya."

"Terkait melakukan hal yang lainnya. Mungkin mereka tidak akan menyentuh yang lainnya. Bisa jadi targetnya adalah beberapa Politikus ataupun beberapa Jenderal. Adik iparku dan kakaknya si Raja Belgia telah menegur Pemerintah Amerika Utara yang ditujukan kepada Duta Besarnya."

"Bagaimana dengan Amerika Utara?"

"Mereka menyatakan bahwa itu diluar kehendaknya dan telah meminta maaf kepada Kerajaan Belgia atas kesalahan yang dilakukan oleh anggota CIA."

Stadtholder Nikolaus tertawa mendengar jawaban tentang pernyataan konyol yang disampaikan oleh pihak CIA.

"Bukan CIA kalau tidak konyol," kata Stadtholder Nikolaus.

.

.

Tiga orang lelaki tengah berkumpul di sebuah rumah di Kota Piaseczno. Mereka tengah merakit beberapa senjata api yang didapatkan dari Agen Sluzsba.

"Memang sudah sepantasnya Włodzisław Banaszyński mati. Mengingat dia telah menggusur kita dan menggantikannya dengan sanak-saudaranya. Padahal kita sudah mengabdi selama lima belas tahun untuk Prussia, khususnya Kota Piaseczno," ujar seorang lelaki dari etnis Jerman yang bernama Arno Wilhelm von Holzhausen yang merupakan mantan Kepala Dinas Pendidikan Kota Piaseczno yang diturunkan jabatannya karena alasan yang tidak jelas.

"Walaupun sanak-saudaranya itu cukup kompeten. Tapi tidak harus menggusur kita dari posisi dengan cara seperti itu. Kita juga manusia yang juga memiliki perasaan," ujar seorang lelaki dari etnis Polandia yang bernama Kacper Gerszewski yang merupakan mantan Kepala Sekolah yang harus diturunkan dari posisinya tanpa alasan yang jelas oleh Wali Kota Włodzisław Banaszyński.

"Sudahlah, hentikan omong kosong kalian tentang perasaan, dan sanak-saudara. Sudah saatnya kita melancarkan pembalasan!" uajr seorang Polisi muda yang bernama Marian Herkenhoff. "Aku disuruh tutup mulut atas kasus korupsi yang dilakukan oleh saudaranya di Kepolisian dan itu membuatku tidak bisa tenang. Mengingat prinsipku adalah harus menegakkan keadilan walaupun dunia ini harus binasa."

"Mungkin kita dibedakan dari latar belakang etnis, agama, dan pekerjaan. Akan tetapi kita disatukan oleh sebuah takdir indah yang dituliskan oleh Tuhan untuk menegakkan keadilan," ujar Arno Wilhelm von Holzhausen.

Kacper dan Marian bertepuk tangan mengapresiasi kalimat yang dilontarkan oleh Arno Wilhelm von Holzhausen. Setelah itu, mereka keluar dari rumah itu dengan mengendarai motor menuju ke rumahnya Wali Kota Włodzisław Banaszyński.

Ketiga unit motor Harley-Davidson itu melaju di jalanan Kota Piaseczno yang sepi. Mereka bertiga terlihat begitu gagah dan siap tempur dengan adanya senapan AK-47 yang mereka bawa di dalam tas mereka.

Motor itu melaju dengan cepat menabrak gerbang dan memasuki rumah dinas Wali Kota Włodzisław Banaszyński. 

Marian Herkenhoff melumpuhkan dua orang Penjaga dnegan pistol Glock-34. Di mana dua butir peluru yang dia tembakkan, menembus tulang tengkorang kedua penjaga tersebut.

Ketiga orang itu segera menghentikkan motor mereka dan mengambil senapan AK-47 di dalam ras mereka masing-masing. Mereka turun dari motor mereka dan begrerak cepat memasuki rumah Wali Kota Włodzisław Banaszyński.

Suara berisik tiga unit motor Harley-Davidson itu membangunkan para penghuni rumah dari mimpi indahnya. Ketiga orang bersenjata itu mendobrak pintu setiap kamar dan membunuh para penghuninya tanpa ampun, meskipun mereka hanyalah anak kecil yang sedang tidur. Arno Wilhelm von Holzhausen menendang pintu kamar Wali Kota Włodzisław Banaszyński dan dia langsung mengeksekusinya beserta istrinya.

Noda darah membasahi selimut dan kasur sang Wali Kota beserta istrinya.

Dalam sebuah keheningan malam. Ketiga orang itu melampiaskan segala dendam dan amarahnya kepada Wali Kota Włodzisław Banaszyński, termasuk kepada istri, dan keempat anaknya yang masih kecil.

Mereka bertiga memasukkan motor mereka ke dalam rumah Wali Kota Włodzisław Banaszyński beserta dengan jasad kedua Penjaganya dan kemudia membakarnya. Berbagai ledakan terjadi dan membakar rumah itu sehingga membuat apinya semakin membesar.

"Dengan membakar mereka. Ini akan menghapus jejak kita di sini," ujar Kacper Gerszewski.

Mereka bertiga segera meninggalkan rumah Wali Kota itu dengan cepat dan berjalan menuju ke sebuah mobil berwarna gelap yang berada di ujung jalan.

"Menuju Warsaw," ujar Arno Wilhelm von Holzhausen.

Pintu mobil berwarna gelap itu segera terbuka dan mereka bertiga memasuki mobil tersebut. Mobil berwarna gelap itu segera melaju dengan cepat menuju ke Warsaw.

"Kerja bagus, semuanya," puji Kornel Bobek kepada ketiga kolaborator tersebut.

.

.

Kota Piaseczno yang merupakan Kota kecil di dekat Warsaw berhasil mengguncang Berlin akan berita tentang kematian sang Wali Kota beserta dengan keluarganya dan kedua penjaganya dalam sebuah kebakaran. Tim Pemadam Kebakaran segera turun dengan cepat untuk memadamkan api yang terus membara. Jasad-jasad yang terbakar, segera dievakuasi untuk diautopsi. Para Polisi yang dikerahkan berhasil menemukan beberapa proyektil peluru dari pistol Glock-34 di sekitar gerbang rumah Wali Kota.

"Sebelum adanya kebakaran. Mereka terlebih dahulu menembak para Penjaga. Mereka lalu menyeret kedua jasadnya dan memasukkannya ke dalam rumah yang telah terbakar hingga apinya membesar," ujar salah seorang Polisi yang bernama Dominik Petr Lewandowski yang telah mengamankan empat butir proyektil.

"Kurasa apa yang kau katakan itu cukup logis dan mereka bergerak dengan sangat cepat. Apalagi hari ini si Marian Herkenhoff izin tidak masuk. Aku menduga bahwa dia terlibat dalam peristiwa ini," ujar Kapten Benjamin Wilhelm ben Gurion.

Sementara itu, seorang agen Sluzsba beserta ketiga kolaborator itu telah tiba di Kantor Konsulat Jenderal Polandia di Kota Warsaw dengan cepat.

"Perjalanan yang mendebarkan," ujar Arno Wilhelm von Holzhausen.

"Setidaknya kita telah aman di sini," ujar Kornel Bobek.

Mereka berempat keluar dari mobil mereka dan disambut dengan hangat oleh Konsul Jenderal Leonard Ładziński.

"Selamat datang, saudaraku. Selama kalian ada di sini, maka kalian aman. Sebagai perwakilan dari Pemerintah Polandia. Kami akan memberikan suaka politik kepada kalian. Jadi tidak perlu khawatir, saudaraku," ujar Konsul Jenderal Leonard Ładziński.

"Terima kasih banyak atas kepedulianmu, Tuan Leonard Ładziński," balas Arno Wilhelm von Holzhausen.

.

.

Api segera dipadamkan dengan sangat cepat. Jasad-jasad yang terbakar telah dievakuasi, sedangkan motor yang ada sedang divestigasi untuk mengetahui para pelaku. Pihak Kepolisian bergerak dengan sangat cepat untuk mengidentifikasi motor-motor yang telah terbakar dari nomor seri mesinnya. Nomor seri mesin dari ketiga motor itu dicocokkan dengan data yang tersimpan secara digital yang menghasilkan bahwa tiga unit motor tersebut milik, Arno Wilhelm von Holzhausen, Marian Herkenhoff , dan Kacper Gerszewski.

"Sekarang aku paham kenapa si Marian meminta izin. Ternyata dia telah mengkhianati bangsanya. Ketahuilah, bahwa tidak ada kata maaf bagi penghianat!" ujar Kapten Benjamin Wilhelm ben Gurion. "Selain itu juga aku dapat laporan dari Stasi bahwa ada mobil yang masuk ke dalam Kantor Konsulat Jenderal Polandia di Warsaw. Tidak mungkin mereka keluar di malam hari. Kalaupun keluar, sudah pasti untuk menjemput ketiga penghianat itu!"

.

.

Stadtholder Nikolaus telah menerima informasi terkait tragedi kebakaran yang menewaskan Wali Kota Włodzisław Banaszyński beserta keluarganya.

"Jadi dia dan keluarganya dibunuh oleh tiga orang kollaborator. Kalau begitu, kepung Konsulat Jenderal Polandia di Warsaw. Kita juga akan mengerahkan banyak Tentara menuju ke perbatasan Polandia untuk memberikan sebuah peringatan."

Perintah dari Stadtholder Nikolaus segera diterima dan langsung dilaksanakan dengan sangat cepat. Seratus Polisi mengepung Kantor Konsulat Jenderal Polandia di Kota Warsaw.

"Ucapan Leopold ada benarnya juga. Aku rasa sudah seharusnya memberikan pelajaran bagi Polandia."

.

.

Sekitar seratus Polisi Prussia tengah mengepung Kantor Konsulat Jenderal Polandia di Warsaw. Jalan-jalan menuju ke Kantor Konsulat Jenderal Polandia di Warsaw diblokade oleh Polisi dan arus lalu lintas telah dialihkan. Meskipun masih dini hari, Pemerintah Prussia bergerak cepat atas kejadian yang terjadi di negaranya.

Baru saja mereka tertidur selama beberapa menit. Mereka dikagetkan akan banyaknya Polisi yang mengepung Kantor Konsulat Jenderal Polandia di Warsaw.

"Kenapa di luar ribut. Apa yang terjadi?" tanya Konsul Jenderal Leonard Ładziński yang berjalan dalam keadaan tidak sadarkan diri.

"Kita dikepung oleh Polisi Prussia dan mereka menuntut kita untuk menyerahkan ketiga orang pencari suaka tersebut," jawab Benjamin Kowalski.

"Apakah mereka telah beraksi?" tanya sang Konsul Jenderal.

"Belum menembakkan apapun dan hanya menuntut ketiga orang tersebut diserahkan."

"Akan aku bicarakan dengan Menteri Luar Negeri. Mengingat keputusan penting harus sesuai dengan apa yang mereka instruksikan," balas Konsul Jenderal Leonard Ładziński.

Ketiga orang Prussia itu berjalan menghampiri Konsul Jenderal Leonard Ładziński.

"Bagaimana Tuan Leonard Ładziński?" tanya Arno Wilhelm von Holzhausen.

"Tidak usah khawatir," balasnya dengan nada pelan. "Kita lanjutkan tidur kita. Jangan hiraukan mereka. Lagian mereka hanya akan mengepung dan akan bubar dengan sendirinya."

Konsul Jenderal Leonard Ładziński kembali berjalan menuju ke kamarnya untuk melanjutkan mimpi indahnya yang sempat terganggu oleh Kepolisian Prussia yang tengah mengepung Kantor Konsulat Jenderal Polandia di Warsaw.

Sementara itu, sekitar empat divisi Tentara Prussia tengah bersiaga di sepanjang perbatasan antara Prussia dengan Polandia. Bahkan Militer Prussia tengah menetapkan no fly zone di sepanjang perbatasan Prussia-Polandia.

.

.

Waktu menunjukkan pukul enam pagi. Para Polisi Prussia bergantian menjaga di sekitar Konsulat Jenderal Polandia di Warsaw. Polisi-polisi yang bersiaga dari dini hari pada kembali untuk pulang dan digantikan oleh para Polisi yang bekerja di shift pagi.

Menteri Luar Negeri Polandia, Sławomir Łuka tengah bertelepon dengan Leonard Ładziński.

"Mengingat para penghianat itu akan selalu berkhianat. Mereka bertiga harus dieksekusi daripada harus berperang melawan Prussia," perintah Menteri Luar Negeri Sławomir Łuka.

"Baiklah, akan segera kami laksanakan perintahmu, Tuan Sławomir Łuka."

Perbincangan antara Menteri Luar Negeri dan Leonard Ładziński telah berakhir. Leonard Ładziński segera memanggil beberapa bawahannya.

"Campurkan bubuk sianida ini pada beer yang disajikan untuk mereka bertiga. Ini perintah langsung dari Menteri Luar Negeri."

"Siap, laksanakan."

Pihak Konsulat Jenderal tengah mengadakan sarapan bersama di ruang tengah. Hanya saja meja makan dari ketiga orang Prussia itu dipisahkan dan tidak menjadi satu dengan pihak Konsulat Jenderal Polandia di Warsaw.

Para pelayan memberikan botol beer kepada ketiga orang Prussia itu.

"Silahkan diminum beernya," kata salah seorang Pelayan.

Mereka bertiga menuangkan beer yang telah dicampur sianida dan bersulang. Setelah bersulang, mereka meminum beer itu dengan cepat.

Tubuh mereka langsung kejang seketika setelah meminum beer yang disediakan oleh pihak Konsulat Jenderal Polandia di Warsaw.

Leonard Ładziński berjalan menghampiri mereka bertiga.

"Tiada ampunan bagi penghianat. Karena sekali penghianat, tetap akan penghianat selamanya."

Pintu gerbang Konsulat Jenderal Polandia di Warsaw telah dibuka lebar. Beberapa Pegawai Konsulat Jenderal berjalan sambil membopong tubuh ketiga tersangka pembunuhan Wali Kota.

"Aku kembalikan mereka karena penghianat seperti mereka tidak pantas hidup."