Dengan pandangan sedih dan mata berkaca-kaca
Anneth melihat Deven meninggalkannya begitu saja jadi sebetulnya kalau bisa Anneth simpulkan, putus mereka kemarin itu bukan putus baik-baik
Anneth memegang dahinya...
Ia salah memberi alasan waktu putus itu tapi...
Waktu itu, Anneth memejamkan matanya tidak ingin menggali perasaannya yang sakit putus dari Deven, Anneth melihat Deven yang terus berjalan tanpa menoleh lagi, benarkah semuanya sudah berakhir?, bahkan berteman juga tidak bisa?.
Anneth sebetulnya sudah selesai kuliah dan ia kesini hanya untuk menemui Deven tapi malah melihat adegan tadi dan mendapatkan omongan menyakitkan dari Deven, Anneth membalikkan tubuhnya dan berjalan dengan gontai, pikirannya diselimuti banyak sekali pertanyaan mengenai Deven
Capek... capek... capek... itulah kata-kata yang terus tergiang di pikiran Anneth kerena kata itulah yang jadi penekanan Deven mengenai Anneth
Anneth berjalan tanpa memperhatikan sekelilingnya sampai Anneth nyasar ke gedung Ekonomi
Anneth sudah akan berbalik dan berjalan kembali keluar gedung
"Anneth"
Anneth menoleh dan melihat Charisa berjalan ke arahnya dengan wajah kebingungan
"Lo ngapain kesini?, ini khan fakultas ekonomi" kata Charisa "lo nyasar atau nyari gue?"
Dengan suara bergetar Anneth menjawab "gue nyasar Cha, tadi gue ngelamun"
"Ngelamun apa lo?" tanya Charisa bingung menatap wajah Anneth yang pucat pasi
Dan tanpa sadar Anneth meneteskan air mata sebelum ia mampu berbicara
"Neth... ya ampun Neth, lo kenapa nangis?, gue khan cuma nanya" kata Charisa panik dan bingung
Sambil mengusap air matanya dan masih terisak Anneth bicara "Dev-Deven, Cha"
"Deven kenapa?" tanya Charisa bingung
"Gue perlu cerita ama lo sih tapi kita cari tempat yang lebih private yuk" kata Anneth "gue pasti nangis lebih kenceng"
"Ya udah... kita ke cafee deket sini aja" kata Charisa merangkul bahu Anneth.
Anneth dan Charisa duduk di cafee yang terbilang cukup sepi karena hanya menjual es krim,
Anneth bercerita segalanya tentang apa yang baru saja ia alami dan juga omongan Deven yang menyakitkan hati dan bagaimana Deven tidak ingin lagi berteman dengannya
Charisa mendengarkan tanpa menyela cerita Anneth, bahkan ia tampak bersimpati sampai selesai bercerita dimana dia ngelamun dan akhirnya sampai di gedung fakultas ekonomi
"Ya... gue sebetulnya gak bisa memihak diantara kalian Neth, kalian berdua itu temen gue" kata Charisa "baik lo maupun Deven, itulah kenapa gue selalu jaga jarak ama lo dan gak pernah cerita ama lo masalah Deven"
"Tapi lo itu mantan dia Neth dan lo dulu yang mutusin dia" lanjut Charisa "lo gak mungkin berharap bisa temenan lagi ama dia dengan segala masa lalu yang kalian alami, ketemu, pisah lagi, ketemu terus pisah lagi... berapa banyak air mata??, lo sendiri khan yang bilang capek?"
"Iya tapi gue masih berharap temenan ama dia Cha, gue gak mau kayak gini karena seperti yang lo bilang tadi... kisah gue ama dia itu banyak kenangannya, susah dan senang bersama" kata Anneth "gue mau kayak dulu waktu kita belum pacaran"
"Lo naif banget Neth" kata Charisa menggelengkan kepalanya "itu gak mungkin Neth, mungkin lo udah move on dan mungkin Deven juga tapi kalian dulu pernah ada rasa, lo kira bisa lo menghadapi dia dengan perasaaan yang dulu lo punya ke dia?"
"Gue tahu Cha itu susah tapi bukan berarti sikap Deven harus kayak gitu khan ama gue" kata Anneth "masa dia kejam gitu ngomongnya ke gue"
Charisa memejamkan matanya "ya... gue ngerti maksud lo Neth, gue tahu kalau Deven memang agak terlalu tapi lo jangan terlalu judge dia Neth, lo gak tahu apa yang dialami Deven setelah lo putus ama dia"
"Maksud lo apa Cha?" tanya Anneth
"Deven itu punya banyak masalah habis lo putus ama dia Neth, dia berubah banyak karena masalah-masalah itu" kata Charisa "gue aja jadi sahabatnya dia gak bisa ngapa-ngapain"
"Masalah apa?" tanya Anneth penasaran sekarang
"Gue... gue gak bisa cerita ama lo masalah Deven, Neth" kata Charisa dengan perasaan bersalah "selain karena gue gak berhak, gue juga ngerasa lo sekarang udah mantannya dan Deven udah kasih gue peringatan apapun yang terjadi gue gak boleh ngomong ama lo tentang ini"
"Terus kenapa lo bahas ini ke gue, Cha?" tanya Anneth mengerutkan keningnya bingung
"Gue salah" kata Charisa memukul mulutnya berkali-kali "harusnya gue gak ngomong ke elo tentang ini, sorry Neth"
Anneth menghela nafasnya sambil bersandar ke kursi dan mengulangi kata-kata Charisa "Deven ada masalah"
"Udah Neth, masalah ini gak usah dibahas lagi" kata Charisa "kalau lo masih anggep gue temen lo, jangan sampe lo ngomong ama Deven tentang ini"
"Tapi Cha"
"Gue udah ngomong ke elo ya Neth" kata Charisa langsung meminum gelas coca cola'nya dengan wajah ketakutan
Meskipun curiga tapi Anneth tidak ingin memaksa Charisa ngomong tentang Deven lagi, mungkin di lain waktu kalau Charisa udah lupa.
Ngobrol dengan Charisa membuat mood Anneth lebih baik apalagi tadi ia ketemu Joa dan Nashwa, mereka nongkrong bareng lagi di kantin gedung desain dan saling bertukar cerita hari-hari di kelas dan pelajaran mereka yang seru sekali, mulai dari dosen sampai temen-temen mereka dan Anneth juga sempat curhat ke mereka berdua tentang Deven dan omongan dia ama Charisa tadi di cafee.
Baik Joa maupun Nashwa tidak banyak berkomentar, mereka cuma bilang
"Ya... kalau Deven ada masalah terus berubah ya wajar Neth, udah berapa tahun lo gak ketemu dia khan?" Nashwa memberikan kalimatnya
"Udahlah Neth, klo Deven gak mau temenan lagi ya udah... toh dia khan memang mantan, kalau temenan lagi bisa-bisa lo clbk ama dia" komentar Joa "memang lo mau balikan ama Deven?"
Anneth tidak bisa menjawab pertanyaan Joa karena jauh di dalam lubuk hatinya, Anneth tahu ia masih menyimpan perasaan buat Deven
"Lo disini Neth"
Anneth mendongak kaget melihat Deven berdiri di belakang Joa
"Hallo Deven" sapa Nashwa yang tak lama diikuti Joa juga
Deven tersenyum "hallo kalian berdua" lalu Deven menatap Anneth "gue perlu ngomong ama lo berdua Neth, bisa kita kesana sebentar?"
Bingung tapi antusias, Anneth menatap Nashwa dan Joa
"Bentar ya gaes" kata Anneth
Anneth berdiri dan mengikuti Deven berjalan keluar dari kantin, Deven terus berjalan sampai mereka berada di karidor yang kosong dan ia berbalik badan menghadapi Anneth
"Gue minta maaf" ucap Deven tanpa basa basi "tadi cara ngomong gue ke elo agak keterlaluan sih"
Anneth kaget Deven minta maaf sampai tidak bisa berkata-kata
"Meskipun begitu gue gak bakal narik omongan gue yang kita gak bisa temenan lagi" lanjut Deven
"Kenapa?, kenapa kita gak bisa temenan lagi Dev?" tanya Anneth akhirnya menemukan suaranya
Deven tampak bingung dan tidak bisa menjawab pertanyaan ini, dia diam saja dan menunduk menatap ke arah lantai
"Kecuali lo masih punya perasaan sama gue" kata Anneth dengan nada bercanda ingin mencairkan suasana
Mata Deven bertemu dengan mata Anneth dan
Deg
Rasa berdebar itu kembali datang, Anneth berusaha tampak tenang dan tidak terbawa perasaan tapi jawaban Deven
"Lo mungkin gak percaya tapi yang lo omongin bener, gue masih ada perasaan sama elo Neth" kata Deven "gue masih sayang sama lo karena itu kita gak bisa temenan"
Mulut Anneth terbuka, ia tidak menyangka kalau Deven akan selugas itu mengatakannya
"Ta-tapi Dev" Anneth yang salting jadi terbata-bata
"Lo udah denger khan alasannya dan gue gak mau sakit hati lagi karena gue yakin elo udah gak punya perasaan apa-apa sama gue" kata Deven memotong Anneth yang akan bicara "jadi... please, kita gak perlu nerusin cerita kita ini, it's over"
"Okay, cerita tentang kita memang udah selesai tapi masalahnya kita masih berada di lingkaran pertemanan yang sama" kata Anneth "gue masih temenan ama Charisa dan gue tau Charisa temenan juga ama elo, gak mungkin gue menghindari Charisa cuma gara-gara gue bukan temen lo Dev"
Deven menghela nafasnya tampak frustasi dan mengacak-ngacak rambutnya lalu ia menatap Anneth
"Fine, kita temen tapi gue harap kita bisa jaga jarak Neth, gue gak mau kita deket lagi kayak dulu" kata Deven akhirnya
Anneth tersenyum tapi Deven tidak membalas senyum Anneth dan pergi gitu aja dan Anneth masih berusaha menenangkan hatinya, ia tidak menyangka setelah sekian tahun, Deven masih sayang ama dia dan entah mengapa Anneth senang sekali mendengar hal itu.