webnovel

Setan dan Iblis: Dosa Seorang Pria

Ini adalah perjuangan mafia dari dunia bawah tanah yang terkenal eksentrik dan sulit dimengerti. Dia ingin mendapatkan seorang istri tapi EQ-nya yang rendah membuatnya harus mengalami banyak kesulitan. "Kamu memiliki jari-jari yang indah." Gadis itu menatap jari-jari miliknya yang lentik. "Tapi itu pasti akan lebih indah jika dihiasi dengan cincin dariku," lanjut pria itu. Penonton: "..." Apa kamu baru saja melamarnya?! Betapa tidak romantis! "Aku tidak terlalu menyukai perhiasan," ucap gadis itu tanpa perasaan. *** Dia mengejar gadis itu dengan susah payah tapi yang dikejar tidak menoleh sedikit pun. "Sayangku, jangan jauh-jauh dariku! Aku di sini untuk melindungimu ah!" "Tujuan utamamu ke sini adalah untuk membalas dendam pada mereka." Pria itu menyeringai. "Ya, itu tujuan utamaku. Tetapi, Sayangku, kamu adalah prioritasku." *** "Sayangku, aku kembali! Apa kamu merindukanku?" Gadis itu merasakan sakit kepalanya yang menyerangnya saat mendengar suara serak yang tidak asing. "Tuhan, beri aku kesabaran." Pria itu memiringkan kepalanya. "Apa maksudmu, Tuhan, beri aku kekuatan?" "Tidak. Jika Tuhan memberiku kekuatan, kamu pasti akan mati." *** Seorang pria berambut pirang datang entah dari mana dan memeluk gadis itu dengan erat. "Ratuku, aku merindukanmu ah! Apa kamu tidak merindukanku?" "Tidak," jawab gadis itu dingin. Pria yang baru saja kembali. "Sayangku, apa yang kamu lakukan? Apa kamu berselingkuh dariku?" "Dia bukan kekasihmu! Bagaimana dia bisa disebut berselingkuh?! Dan... jauhkan tanganmu darinya! Kamu mengotori udara di sekitarnya!" seru pria berambut pirang dengan marah. *** "Nona, aku menyukaimu," ucap seorang pria berkacamata. "Kita baru saja bertemu." "Aku rasa aku jatuh cinta pada pandangan pertama." "..." *** Terlalu banyak pria, terlalu banyak saingan, apakah bos mafia kita masih bisa mendapatkan hati gadis itu? Perhatian: Dilengkapi dengan sederet pria tampan yang siap membuatmu tertawa karena aksi konyol mereka atau bahkan membuatmu memuntahkan darah karena marah. ______________________ Rekomendasi cerita: 1. Mr White is A Girl Cerita komedi romantis antara seorang mafia yang sebenarnya seorang gadis dan seorang lady escort yang merupakan seorang pria. Kalau kalian menyukai cerita [Setan dan Iblis: Dosa Seorang Pria], kalian mungkin akan menyukai cerita ini!~ 2. Sistem Transmigrasi: Cinta Pertama Tuan Penjahat Pergi dari satu dunia ke dunia lain, bertemu dengan tokoh-tokoh novel dan mengubah takdir mereka, itu semua adalah pekerjaan Raina yang merupakan seorang transmigator. Ikuti perjalanannya untuk menyelesaikan misi dan membuat penjahat-penjahat idiot itu jatuh cinta padanya!~ _________________________ Ingin berbicara tentang kehidupan denganku? Instagram: @sasabachri __________ *This cover isn't mine, credit to the rightful owners!~

Cloudland · Fantasi
Peringkat tidak cukup
247 Chs

Purple Valley

"Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Feng Cang cemberut.

Ah Shen mengusap wajahnya frustasi. "Apa kamu tahu siapa pria tadi?" tanyanya pelan.

"Tidak," jawab Feng Cang lugas.

"Apa kamu pernah mendengar tentang keluarga Wu?"

Wajah Feng Cang langsung menjadi serius. "Apa pria itu berhubungan dengan keluarga Wu?"

"Lebih dari itu, dia tuan muda pertama keluarga Wu," jawab Ah Shen. "Wu Xi."

Feng Cang mendengus. "Betapa menyedihkan," komentarnya.

"Ya... Apa?!"

"Menyedihkan," ulang Feng Cang. "Apa yang akan terjadi dengan keluarga Wu kalau penerusnya tidak bisa diandalkan?"

"Apa rumor-rumor yang beredar di lingkaran itu palsu?" Feng Cang mendekat ke arah Ah Shen lalu berbisik dengan hati-hati.

"Lihatlah! Kamu masih bisa bergosip bahkan saat sedang sakit. Betapa hebat!" sindir Ah Shen sambil melirik Feng Cang yang terbaring di atas ranjang dengan selimut berlapis yang melindunginya. Wajah gadis itu memerah karena suhu tubuhnya.

Feng Cang memutar mata. "Ini hanya demam, bukan seakan-akan aku akan mati cepat."

Ah Shen melotot mendengar ucapannya. "Berhenti mengucapkan omong kosong dan beristirahatlah!" perintahnya.

"Bagaimana bisa aku beristirahat kalau kamu terus memarahiku?" gerutu Feng Cang.

"Aku tidak memarahimu," kilah Ah Shen.

Feng Cang memutar bola matanya. "Huh?"

Ah Shen mendesah. "Sudah, sudah, tidurlah."

Feng Cang langsung membalikkan badannya, memunggungi Ah Shen.

Ah Shen hanya bisa menggelengkan kepala karenanya.

"Oh, ya." Ah Shen yang baru saja sampai di ambang pintu tiba-tiba menghentikan langkahnya. "Lebih baik kita tidak menyinggung keluarga Wu."

Feng Cang tidak menanggapi tapi Ah Shen tahu kalau dia mendengarkan.

"Ikutlah bersamaku ke pesta ulang tahun Ketua Wu minggu depan. Dia pasti akan datang ke ulang tahun kakeknya," lanjut Ah Shen. "Akan lebih baik kalau kamu meminta maaf karena sikapmu tadi."

"Tidak."

"Feng Cang..."

Feng Cang berbalik untuk menatap Ah Shen. "Aku sibuk."

Ah Shen mengerutkan kening. "Apa yang akan kamu lakukan?"

"Mengunjungi lokasi pemotretan iklan perusahaan."

"Bukankah itu tidak perlu?" Ah Shen terlihat tidak setuju. "Itu bukan tugasmu."

"Aku sudah berjanji," ucap Feng Cang.

Ah Shen berpikir sebentar sebelum akhirnya memutuskan untuk tidak memaksa Feng Cang.

"Kalau begitu kamu ikut denganku ke perjamuan bulan depan," ucap Ah Shen dengan nada yang tidak bisa diganggu gugat. "Meskipun Wu Xi belum tentu datang ke acara itu, akan lebih baik mencoba daripada tidak melakukan apapun."

"Seberapa hebatkah dia?" Feng Cang bertanya dengan serius.

"Dia bisa menutup perusahaanmu hanya dengan satu kalimat negatif," jawab Ah Shen.

"Keren!"

"..." Keren kepalamu! Bisakah kamu mempertahankan sikap seriusmu sedikit lebih lama?!

"Berhenti menatapku seperti itu!"

"Jangan bermain-main dengannya!" ucap Ah Shen mengingatkan.

"Kamu pikir aku orang seperti apa?!" Feng Cang tak terima.

Ah Shen menyipitkan mata. "Jangan berpikir bahwa aku tidak tahu apa yang kamu lakukan di luar negeri..." bisiknya dengan nada berbahaya.

Mata Feng Cang melebar.

"Bermain dengan anak laki-laki cantik, balapan liar, berkelahi dengan preman-preman, dan memainkan skenario pahlawan yang menyelamatkan kecantikan berulang kali." Ah Shen tersenyum kejam. "Apa kamu pikir aku tidak tahu?"

Feng Cang membuka dan menutup mulutnya berulang kali seperti seekor ikan yang terdampar di darat. Dia tidak bisa membalas ucapan Ah Shen karena memang itu benar. "Ap... Apa lagi yang kamu tahu?" tanyanya kemudian.

Ah Shen melirik Feng Cang dengan mata tajamnya. "Apa lagi kejahatan yang kamu lakukan?"

"..." Kenapa kamu bersikap seakan aku baru saja melakukan dosa besar yang tidak termaafkan?

"Hanya itu?"

"Apakah kamu memakai narkoba?"

Feng Cang menggeleng cepat. Dalam hati, dia mendesah lega. Akan buruk kalau Ah Shen tahu dia bergaul dengan Setan dan melakukan hal-hal itu.

***

"Achoo!!"

"Apa kamu yakin itu bukan flu?" Feng Xiu menatap pria berambut hitam di sampingnya dengan datar sambil memberinya dua lembar tisu.

Setan mengambil tisu di tangan Feng Xiu dengan senyuman cerah. "Sayangku sepertinya tidak bisa berhenti memikirkanku. Apa kita harus memajukan jadwal keberangkatan kita?"

"..." Kamu maniak sialan!

***

"Kenapa kamu masih di sini?" Feng Cang menatap Ah Shen tajam. Dia benar-benar ingin mengusir orang ini pergi dan tidak lagi mengungkit-ungkit masa lalu kelamnya di luar negeri.

Ah Shen sebenarnya ingin mengatakan beberapa kata lagi tapi setelah melihat Feng Cang yang merasa tidak nyaman, dia memutuskan untuk berhenti dan membahasnya di lain waktu.

"Jangan lakukan hal lain dan tidurlah dengan cepat!" perintah Ah Shen lalu menutup pintu kamar Feng Cang.

"Lihatlah! Dia seorang pria tapi lebih cerewet daripada ibu mertua," gumam Feng Cang.

***

"Kemana kamu pergi?" tanya Ah Shen saat melihat Feng Cang yang terlihat berdandan dengan hati-hati hari ini.

"Lokasi pemotretan iklan, Purple Valley."

"Kebetulan sekali tempat itu searah dengan rumah besar Wu. Bagaimana kalau aku mengantarmu?"

"Benarkah?" Feng Cang ragu-ragu. Dia baru kembali dari luar negeri dan sedikit bingung dengan tata letak kota yang sudah banyak berubah. Yah, perkembangan teknologi begitu cepat dan berdampak pada sektor lainnya.

Pada akhirnya, Feng Cang diyakinkan dan ikut masuk ke mobil Ah Shen.

"Terima kasih, kakak!" seru Feng Cang. "Oh, aku akan pulang bersama temanku nanti. Jadi, kamu tidak perlu menjemputku."

Ah Shen mengangkat alis. "Apa kamu punya teman?"

Mata Feng Cang menyipit. "Apa kamu ingin aku memukulmu?"

Ah Shen menggeleng cepat. "Tidak, tidak, tentu saja, tidak!"

"Kalau begitu, selamat tinggal!" Feng Cang melambaikan tangannya lalu berbalik pergi.

Ah Shen menatap punggungnya sampai dia tidak melihat bayangan gadis itu.

Feng Cang mengedarkan pandangannya ke Purple Valley yang terlihat sepi. Uh, sepertinya dia lupa untuk menanyakan lokasi pemotretan dengan tepat.

Purple Valley sebenarnya adalah ladang bunga lavender milik perusahaan parfum internasional yang juga dibuka sebagai tempat wisata. Ladang itu cukup luas untuk menutupi seluruh bukit kecil di daerah itu sehingga disebut sebagai Purple Valley. Ini adalah tempat yang indah dengan hamparan bunga lavender yang akan mengeluarkan bau harum saat angin berhembus.

"Little Cang!"

Feng Cang menoleh saat mendengar suara yang tidak asing baginya dan tertegun untuk waktu yang lama.

Anak itu mengenakan kemeja putih polos dan tersenyum cerah padanya sambil melambaikan tangan. Cahaya matahari menyinari wajahnya, membuatnya terlihat suci dan tak nyata. Tiba-tiba Feng Cang teringat akan karakter cinta pertama yang selalu digambarkan murni dan polos. Gu Qishao benar-benar cocok dengan karakter ini!

"Little Cang?" panggil Gu Qishao.

"Ah?" Feng Cang berusaha memfokuskan dirinya pada ucapan Gu Qishao.

"Kamu terlambat," ucap Gu Qishao.

"Kamu mempesona," ucap Feng Cang.

"Kamu dimaafkan." Gu Qishao tersenyum puas.

Feng Cang tertawa pelan. Anak ini...

"Ah, apa kamu suka bunga lavender?" tanya Gu Qishao. "Aku tadi meminta ijin petugas untuk memetik beberapa bunga karena aku dengar itu bisa dibuat menjadi sabun, minyak wangi, dan bahkan hiasan rumah."

Feng Cang hanya tersenyum mendengarnya.

Jadi, ketika Ah Shen datang, dia melihat pemandangan sepasang manusia yang berdiri ditengah ladang bunga sedang saling tersenyum. Itu terlihat begitu harmonis hingga dia merasa bahwa itu menyakiti matanya.

Dia terdiam untuk beberapa saat dengan hati yang dipenuhi keraguan.