#Linda Pov
...
Kemarin adalah hari yang tidak bisa ku lupakan dalam sejarah kehidupanku.
Bagaimana tidak, aku berhasil mengajaknya untuk sarapan pagi denganku.
Rasanya itu seperti mau terbang saat ada di dekatnya.
Apalagi saat tatapan mata kita terkunci dalam beberapa detik keheningan.
Astaga... Ingin sekali rasanya hati ini meledak terus melayang seperti pop corn.
Setidaknya aku sudah berhasil menghukum dia untuk sarapan pagi bersamaku, itu sudah sangat cukup. Daripada menghilang tanpa jejak, malah membuatku bingung mencarinya.
Hmmm tapi, apakah dia merasakan apa yang kurasakan?
Aduh Linda kamu ngaco deh...!!!
"Ngapain hayo senyum-senyum sendiri!?"
Aku terkejut seketika.
"Ahhh mama... Linda lagi belajar!"
Mama memergokiku ngelamun di atas ranjang. Gimana gak kaget coba, dateng aja gak ada suaranya. Tiba-tiba nongol dan tanya.
Kayak jalangkung aja mama ini. Huft.
Ya meskipun begitu aku sangat menyayanginya.
Aku kembali membuka halaman demi halaman, untuk mengalihkan perhatian darinya. Kumelirik ke samping, dan yang benar saja... Mama masih berada di sana mematung sambil tersenyum kepadaku.
"Aaaa ayolah ma, Linda sedang belajar"
Aku beranjak untuk duduk.
"Senyuman mama itu lo, membuat orang takut!"
Aku merengek manja padanya.
Tak lama setelah itu mama malah mendekat kearahku dan kemudian duduk di sebelah ku.
"Mama tahu kok, seperti apa perasaan mu"
Aku menoleh dengan cepat ke arahnya.
Dan memberikan ekspresi bingung padanya.
Dia hanya tersenyum kepadaku, dan malah mengelus lembut rambutku.
"Mama juga pernah SMA kali, suka sama orang itu wajar. Jadi ya gak papa kalau Linda suka sama orang, itu kan perasaannya Linda"
Tersenyum kepadaku dengan senyuman khas ala mama.
Aku membalasnya dengan senyuman yang benar-benar aku paksakan untuk tersenyum.
"Oh, iya mama sudah telat kan berangkat ke Bakery market nya mama!"
Ku alihkan perhatian sesaat.
"Cepetan berangkat mah!"
Aku bangkit berdiri dan turun dari ranjang sembari mendorong pelan punggung mama menuju ke ambang pintu.
"Aduh, Linda mama kan lagi asyik pengen ngobrol."
Sambil merengek meminta supaya aku menceritakan apa yang terjadi padaku.
Aduh mama kok kepo aja.
"Udah, udah mah mama berangkat dulu aja. Nanti malam ya... Bye"
Sambil kuberikan senyuman yang sangat lebar sambil menutup pintu kamarku.
Hufttt
Kuhembuskan nafas yang berat dan mencoba merilekskan diri. Bersandar di pintu dan duduk perlahan. Sambil membayangkan wajahnya, astaga...
.
.
#Pov
...
Memang anak remaja selalu begitu, di saat merasakan sebuah indahnya Jatuh Cinta selalu membuat lupa diri.
Linda yang dari kemarin tidak bisa move on dari Herman, membuatnya kepikiran terus tentangnya.
Begitu juga sebaliknya Herman pun merasakan perasaan yang sama, ya tapi keduanya saling jaim dan sok jutek. Memang suka tapi malu untuk mengungkapkan perasaannya.
Tok...Tok.. Tok..
Terdengar ketukan pintu dari ruang tamu.
"Aduh, mama ini kenapa lagi bukanya berangkat tapi malah balik lagi!"
Dengan jengkel Linda keluar dari kamar dan menuju ke ruang tamu dengan kondisi rambut yang masih acak-acakan.
Tok...Tok.. Tok..
"Iya bentar, sabar napa!"
Dengan memasang wajah yang gak enak Linda membuka pintu dengan cepat.
"Ada apa sih mah... Aw? "
"Hai..! "
Blak...
Dengan cepat Linda langsung menutup pintu tanpa mengucap satu patah kata.
"Astaga kenapa dia kesini!"
Ekspresi bingung menyeruak keluar di wajah Linda.
Ternyata yang mengetuk di balik pintu bukanlah mama Linda, melainkan orang yang sejak dari kemarin Linda pikirkan.
Dengan mengambil nafas dalam-dalam dan merapikan rambutnya, Linda membuka pintu perlahan.
"Hmm hai Herman, ada apa?"
Dengan sok biasa saja Linda bertanya.
"Loh, kamu lupa? Kan kemaren kamu yang minta buat aku ke rumah kamu!"
Dengan memberikan senyuman yang khas ala Herman. Dan di tambahi mengernyitkan dahinya, agar Linda ingat.
Terlihat Linda langsung menutup matanya erat-erat dan memukul kepalanya sendiri.
Sambil mengumpat dalam hati.
"Aduh, goblok Linda... Kan kamu ajak dia untuk nganterin kamu metik apel. Kok bisa lupa sih!"
Memberikan senyuman yang di buat-buat, Linda pun mengiyakan apa yang di katakan oleh Herman.
"Ih, iya ahhh masuk dulu aku ganti baju dulu ya"
Herman pun masuk, matanya tidak bisa diam melihat ke satu arah. Dia melihat mengabsen seluruh isi rumah dari Kediaman Linda.
"Duduk gih, kamu mau minum apa?"
"Air putih aja"
"Ok, aku ambil dulu ya"
Terlihat sekali keduanya kaku dan terlihat malu-malu satu sama lain. Hmmm sok banget mereka.
Linda langsung berlari menuju kamar terlebih dahulu untuk mengaca.
Sedangkan Herman duduk diam dan memegangi dadanya.
Deg deg an yang dia rasakan.
Hari ini Herman memakai baju santai yang sangat cocok sekali dengan warna kulitnya.
Kulit putih nya di padukan dengan kaos biru muda dan celana jeans nya beserta sepatu hitam miliknya, membuatnya semakin terlihat perfect di depan mata Linda.
Ya yang sebelumnya Herman tidak pernah mengurus diri dengan cara berpenampilan, tetapi setelah mengenal Linda semua nya berbeda.
Sedangkan Linda sekarang sibuk merapikan rambutnya, memakai bedak dengan cepat dan rapi, menggunakan jepit dengan motif pita merah yang kemudian dia selipkan di rambut bagian depan.
Dan kaos merah muda dan celana pendek di atas lutut beserta sepatu terbaru yang baru saja dia beli kemarin, warna Putih.
Setelah selesai berdandan pun Linda menuju dapur dan mengambil air putih di gelas bening. Dan kemudian menuju ke ruang tamu lagi.
"Diminum ya"
Menaruh gelas di meja depan Herman dan kemudian duduk di sofa.
Biasa pertama kali di datengin sama cowok Linda tingkahnya gelagapan, duduk aja jaraknya dua meter dari si Herman.
"Kamu udah siap?"
Herman bertanya kepada Linda.
"Ah, siap apa...!"
Linda bingung seketika waktu Herman menanyakan hal itu kepada Linda. Terlihat Linda salah tingkah.
"Kita kan mau metik apel, kemarin kamu kan minta aku buat nemenin kamu"
Sambung Herman menjelaskan.
"Owh.. Iya sudah.. Aku sudah siap dong"
Kirain apa, pikir Linda.
"Okay ayo kalau begitu"
Herman mengajak sambil berdiri.
"Okay, okay"
***
#Linda Pov
...
Ku tutup pintu rumah dan beranjak menuju motor matic punya Herman.
Sebelum berangkat aku selalu tidak lupa untuk bilang ke mama kalau aku sedang keluar bersama temanku.
Jadi semuanya beres.
"Ayo naik"
"Ah iya.."
Ku masukkan handphone Ku ke dalam saku, dan naik ke motor yang sudah dari tadi menunggu kehadiranku.
"Ini pakai helm nya dulu"
Herman memberikan helm yang berwarna putih kepadaku.
Ini pertama kalinya aku naik motor bersama dengan seorang cowok yang baru aku kenal dua mingguan yang lalu. Dan ini juga pertama kalinya aku memakai yang namanya helm.
Dan yang benar saja, aku tidak tahu bagaimana mengancingkan helm ini.
Aku kesulitan untuk mengaitkan pengait helm ini, sangat kesulitan tepatnya.
Herman yang dari tadi memperhatikan aku dari kaca kemudian turun dari motor.
"Sini aku pasangin, boleh?"
Oh Tuhan, bukan aku sok goblok karena aku tidak bisa memasang helm ini sendirian. Tetapi memang aku gak bisa.
Dan ini di tambah dia menawarkan untuk memasangkan helmku.
Aku hanya menganggukkan kepala, mengiyakan tawarannya.
Astaga... Mimpi apa gue semalem.
Aku spontan deg deg an... Karena wajahnya Herman sangat dekat sekali dengan wajahku.
Dan dia juga kesulitan untuk memasang helm yang ku pakai.
Astaga aku gemetaran deh rasanya, panas dingin keringatan.
Huhfttt sumpah gue gak pernah se nervous ini sebelumnya sama cowok.
Klik...
Akhirnya terpasang, setelah sekian menit kemudian.
"Maaf ya agak sulit helmnya, soalnya barusan beli"
"Ahh iya gak papa kok"
Barusan beli, hmmm aku jadi GR di buatnya. Apakah ini Helm spesial buat akuh...
Ih Linda jangan ngarep nape.
"Jalan ya!"
Aku dengan spontan langsung berpegangan di perut Herman, karena aku hampir saja terbalik kebelakang. Karena aku gak pernah naik motor sebelumnya.
"Hmm maaf ya, aku baru pertama kali naik motor jadi rasanya masih sedikit takut"
Aku terpaksa bilang itu ke Herman agar dia gak menyangka gue cewek yang murahan. Karena belum apa apa udah pegangannya erat banget kayak ikat pinggang.
"Iya gak papa"
Dia hanya menjawab dengan singkat.
Ikatan tanganku masih belum bisa lepas dari perutnya. Dan astaga perutnya kotak kotak... Roti sobek dah ini.
Jadi betah gue.
Cuaca hari ini sangatlah cerah, tapi dingin meskipun matahari sudah muncul.
Meskipun dingin hatiku terasa hangat karena berada di dekatnya.
.
.
.