webnovel

Bagian 2 : Pernikahan

Liora hanya bisa menatap kosong cermin di depannya. Ia merasa bingung dan juga takut. Terjebak dalam rumah besar, berpikir akan bebas dari seseorang yang membuatnya dalam bahaya. Namun, pertolongan seorang pria membawa Liora pada sebuah pernikahan yang bahkan belum pernah ia pikirkan.

Balutan gaun putih di tubuhnya dan juga riasan lembut di wajahnya merasa terbebani. Luka memerah di bagian pipi sudah tertutupi riasan, tetapi masih terasa sedikit perih membuat Liora meringis.

Serasa bebannya bertambah sebab Liora akan menyandang gelar seorang istri dari pria yang bahkan tidak di kenalnya. Mereka baru bertemu dan belum saling bicara satu sama lain. Ia menghembuskan nafas seraya menunduk hingga suara pintu terbuka.

"Nona Liora, pernikahan akan segera dimulai."

Liora mengangguk pelan sebagai jawaban. Pria yang terlihat berumur itu berjalan mendekat.

"Apakah ... semua akan baik-baik saja?" Liora melayangkan pertanyaan dengan suaranya yang lirih.

Baru saja tersadar dengan pikiran yang masih berkelana tentang nasibnya. Tiba-tiba, Grizel meminta bahkan memohon di hadapan untuk bisa menjadi pengantin Tuannya.

Liora bertanya-tanya mengapa harus ia yang menjadi pengantin. Namun, mengingat bahwa pria itu yang menolongnya. Liora menyetujui untuk menyerahkan diri menjadi seorang istri pria asing.

"Aku tahu, kau pasti sangat terkejut. Kau tidak tahu siapa suamimu bahkan tempat yang kau tinggali sekarang. Tapi, percayalah padaku. Semua akan baik-baik saja."

Liora menoleh pada asisten pribadi Liam kemudian mengangguk.

"Aku mengerti. Aku juga sudah berhutang budi padanya."

Mengingat hutang budi bahwa pria itu yang telah menyelamatkannya. Biarkan Liora membalas dengan menjadi pengantin pengganti kekasih Liam.

Hadirnya Grizel membuat kedua orang disana menoleh.

"Nona, mari."

Grizel mendekat dengan menggandeng lengan Liora yang sudah berdiri. Menuntun gadis bergaun putih tersebut menuju pelaminan. Menemui janji pernikahan yang akan di sebutkan oleh sang calon suami.

Liora sama sekali tidak menyangka sudah sah menjadi seorang istri kala pria itu berhasil menyebutkan dengan lantang tanpa beban. Liora tidak tahu pasti, hanya beberapa orang yang hadir. Bahkan lebih banyak pelayan-pelayan rumah. Melihat Liam yang diam tanpa tersenyum sudah menjawab bahwa raut pria itu juga kecewa.

"Liam, selamat atas pernikahanmu."

Elard Mallory, ayah kandung Liam memeluk anak semata wayangnya.

"Terimakasih, Ayah."

Liora melihat sosok pria yang sudah sangat berumur, surainya putih, dan sangat murah senyum. Ia mengerti bahwa seseorang itu adalah Ayah mertuanya. Namun, dimana Ibu mertuanya?

Mengingat tidak banyak yang hadir, suasana pernikahan sangat sebentar. Setelah acara makan bersama kolega-kolega tertentu, pernikahan selesai dalam waktu singkat.

"Bibi Diomira, antarkan dia istirahat."

Wanita berseragam pelayan itu mengangguk. Segera menghampiri Liora yang hampir jatuh sebab mengantuk.

"Apakah Nyonya baik-baik saja?"

Liora memegangi kepalanya yang pusing. Diomira langsung menggandeng gadis itu pergi menuju kamar utama.

"Nyonya, sebaiknya Anda istirahat disini. Tuan Liam akan datang sebentar lagi."

Liora memilih duduk di pinggir ranjang yang di penuhi bunga-bunga mawar merah. Ternyata, ia dibawa ke kamar pengantin. Lagi-lagi mendengus, tanpa pikir panjang ia berbaring dan memejamkan kedua mata.

•••

Suasana pagi membangunkan seluruh penghuni rumah. Pelayan-pelayan yang paling utama berkutat dengan pekerjaannya di pagi hari. Sedangkan sang majikan baru masih bergelut dengan selimut. Liam membuka pintu kamar mandi dengan setelan kemeja putih yang sudah rapi, kemudian mengenakan jas hitam sebagai pelengkap.

Pria itu berbalik menatap lekat istri barunya yang masih tidur. Sedikit mendekati wajah putih dengan pipi yang masih terlihat memerah sebab luka, bibir tipis berwarna merah muda. Hidung mancung dan porsi tubuh yang pendek.

Liam menghembuskan nafas mengalihkan pada dasi yang terlupa ia gunakan. Kemudian merapikan surai hitam, berkaca di depan cermin lebar disana.

"Uhuk!"

Suara batuk tiba-tiba terdengar, Liora membulatkan kedua mata kala merasa tersedak sendiri. Ia terbangun dengan cepat terduduk di ranjang. Liam lantas berbalik menatap istrinya yang terlihat gugup.

"Ma-maafkan aku. A-aku tertidur."

Liam hanya bisa menatap datar. "Bangunlah dan sarapan."

"Hah?" Liora langsung melongo.

Tanpa bercakap lagi suaminya pergi menggandeng tas kerja keluar kamar. Meninggalkan Liora yang cemas mengigit bibirnya dengan penuh rasa bersalah. Mereka pengantin baru tapi sangat terlihat biasa saja bahkan rasanya tidak ada yang istimewa.

Pria itu juga sudah mulai bekerja. Melihat suaminya dengan penampilan kantor dan juga surainya tertata rapi. Liam terlihat tampan tanpa sadar membuat Liora tersipu membayangkannya lagi.

Gadis itu menatap baju di tubuhnya bukanlah baju pengantin. Melainkan baju tidur, seketika ia membelalakkan kedua mata. Siapa yang sudah mengganti bajunya?

•••

"Nyonya, sebaiknya Anda tidak perlu membantu."

"Tidak masalah."

Liora tersenyum simpul dengan meletakkan dua piring di dapur yang diikuti pelayan.

Melewati hari pertama pernikahannya, Liora mencoba tenang dan membawa dengan santai.

Setelah gadis itu mandi dan berganti baju yang sudah tersiapkan rapi di lemari. Segera ia bergegas menuruni tangga menuju dapur berniat menyiapkan sarapan. Namun, Liam sudah pergi bekerja. Jadi, Liora hanya makan sendiri di temani pelayan rumah.

"Saya Diomira, kepala pelayan di rumah ini. Nyonya bisa memanggil saya apapun."

"Biasanya ... Tuan Liam eh—"

Diomira terkekeh mendengar Liora masih gugup. "Panggil saja Liam."

"Tapi ..."

"Dia akan sangat tidak nyaman jika istrinya memanggilnya seperti para pelayan."

Liora mengerutkan alis kala Diomira terkekeh lagi.

"Tidak masalah. Nyonya istrinya, tidak seharusnya memanggil dia 'Tuan'." Diomira menyentuh bahu sang Nyonya.

"Apakah dia sudah sarapan?"

Diomira mengangguk. "Tuan Liam selalu sarapan sebelum bekerja. Dia sangat produktif dan teratur."

"Teratur?"

"Iya, segalanya di rumah ini bahkan ada peraturannya."

"Benarkah?"

Kepala pelayan itu mengangguk lagi.

"Segalanya harus sempurna, dia sangat cinta kesempurnaan. Tidak boleh ada yang gagal dalam hidupnya termasuk pernikahannya."

Jadi, Liam adalah orang yang sangat sempurna.

"Itulah kenapa aku menjadi pengantin pengganti."

Diomira yang mendengar lirihan itu terkejut. Seketika menatap sendu gadis di sebelahnya.

"Meskipun begitu, dia juga sangat baik. Tuan Liam memang orang yang dingin dan tidak banyak bicara. Namun, dia pria yang sangat mengerti dan menjaga."

Liora yang tadinya menunduk langsung mendongak, tersenyum tipis lantas mengangguk pelan.

Diomira juga tersenyum lembut. "Jika Nyonya ingin tahu lebih banyak tentang Tuan Liam. Saya bisa memberitahu segalanya."

Liora tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepala.

"Eum, ngomong-ngomong ... apakah pelayan yang ... mengganti bajuku tadi malam?"

"Ah, iya. Maaf Nyonya, karena itu semua atas perintah Tuan Liam."

Lega, setidaknya pelayan rumah yang mengganti bajunya. Hampir saja ia kecewa dan merasa malu jika berpikir Liam yang melakukan itu. Pantas saja sangat nyaman sebab bajunya di ganti dengan baju tidur yang lembut.

"Sepertinya Nyonya sangat lelah tadi malam."

"Bibi, jangan panggil aku seperti itu. Panggil dengan namaku saja."

Ia mengelap piring yang sudah dibilas oleh Diomira dengan pelan.

"Tapi Nyonya, Tuan Liam bisa marah nanti."

Liora menggeleng. "Hanya ketika dia tidak ada. Aku merasa sangat tidak nyaman dengan panggilan itu, Bi."

Diomira tersenyum. "Baiklah. Kau terlihat sama dengan anakku."

"Benarkah? Bibi memiliki anak?" tanyanya.

"Iya, tapi dia sudah tiada. Jika dia masih hidup mungkin akan seumuran dengan ... Nona Liora."

Liora seketika merasa bersalah, ia menunduk mendengar cerita Diomira.

"Maafkan aku, Bibi. Aku tidak tahu."

"Tidak masalah, Nona." Diomira tersenyum simpul.

"Bi, apakah Bibi sudah mengenal lama ... suamiku?"

Diomira terkekeh lalu mengangguk. "Sejak kecil saya yang merawat Tuan Liam hingga sekarang."

Liora terkejut dengan kedua mata membola. Ternyata Diomira sudah merawat Liam selama itu, hanya Bibi yang terlihat berumur di antara pelayan lainnya. Jika di pikir lagi, Liora merasa Grizel yang paling muda.

"Itu berarti Bibi sudah sangat tahu keluarganya?"

Diomira mengangguk lalu mematikan keran air wastafel.

"Tuan Liam sejak kecil hidup bersama Ayahnya saja. Ibunya sudah tiada di sebabkan kecelakaan saat dia masih kecil."

Liora menganguk-angguk mendengar cerita sang kepala pelayan di rumah itu. Ia ingin tahu lebih banyak siapa agaknya yang telah menjadi suaminya.

"Bibi, apakah aku boleh keluar rumah?"

"Sebaiknya jangan, Nona. Tuan Liam sangat mengetatkan penjagaan di rumah ini."

"Apa?" Liora menyipitkan kedua mata.

"Lebih jelasnya Nona bisa bertanya pada Wyman."

"Siapa itu, Bi?"

Ia tidak pernah mendengar nama itu bahkan bertemu orangnya saja tidak.

"Dia asisten pribadi Tuan Liam. Bukankah kau bicara dengannya kemarin?"

"Dimana?"

"Pria tua saat hari pernikahan, menjadi pengantar dirimu bersama Grizel."

Pria tua yang sempat berbicara dengannya dan meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Jadi, pria tua itu adalah asisten pribadi suaminya.

"Tapi, Bibi. Dimana aku bisa bertemu dengannya?"

Liora ingin bertanya sesuatu mengenai rumah yang terasa misterius itu dan segala isinya. Setidaknya ia harus mengerti tempat apa yang sedang ia tinggali dan siapa saja yang berada di sekitarnya.

Kenapa rumah itu banyak sekali peraturannya?

Di tambah penjagaan ketat di luar rumah besar tersebut. Sepertinya, asisten pribadi Liam adalah sumber jawaban dari semua pertanyaan itu.