Setelah seminggu lebih melakukan perjalanan dan sampai di kota Gahon, Dart dan perempuan kucing bernama Julia itu lekas berjalan menuju penginapan. Selama perjalanan sebelum sampai di kota, pria berambut hitam itu mendengar beberapa penjelasan dari Julia tentang latar belakangnya.
Nekomata tersebut dulunya adalah seorang budak yang dimerdekakan, lalu diadopsi oleh ahli kertas mantra dan tinggal di rumah kayu yang telah terbakar karena kejadian penculikan oleh para Aliran Sesat. Sosok ahli mantra yang mengadopsinya sudah lama meninggal, dan dirinya hidup sebatang kara selama beberapa tahun tanpa ada masalah sebelum kejadian itu terjadi.
Kurang lebih mengetahui latar belakangnya, Dart benar-benar memutuskan untuk membawa Julia masuk ke dalam kelompoknya dan berniat menjadikannya pelayan saat nanti kembali ke kediamannya di Daerah Bangsawan Luke.
Sampai di penginapan dan masuk, beberapa pelayan yang bekerja di tempat tersebut melihat ke arah mereka dengan heran karena penampilan Julia yang sangat kotor dan urakan. Selama perjalanan, Dart sama sekali tidak mampir ke kota atau desa untuk berganti pakaian.
Sampai di depan pintu kamarnya di lantai tiga penginapan, pria berambut hitam itu sempat ragu masuk karena beberapa hal. Sebelum membuka pintu, seseorang dari dalam kamar membukanya lebih dulu dan langsung menatap tajam pria tersebut.
"Lagi, Tuan Dart? Anda menyelamatkan orang tanpa mempertimbangkannya lagi?" tanya seorang perempuan berambut putih itu dengan nada geram. Tidak jauh seperti satu setengah tahun yang lalu, paras Proten sama sekali tidak berubah kecuali warna rambutnya yang mulai terlihat kepirangan pudar.
Melongok ke dalam ruangan, Dart melihat Mavis yang sedang duduk di pangkuan Fiola dan terlihat bermain karet tali dengan perempuan rubah yang memangkunya. Sekilas Dart tersenyum, tetapi saat melihat wajah kesal Proten senyum itu hilang dengan cepat.
"Kenapa malah senyum-senyum sendiri? Siapa gadis itu? Kenapa malah dibawa ke sini? Sudah saya bilang kalau terlanjur menolong orang seperti itu, titipkan saja ke panti asuhan atau semacamnya, 'kan?"
Dart memalingkan wajah dan tidak bisa membalas perempuan cerewet tersebut. Selama perjalanannya ke penjuru benua satu setengah tahun terakhir, Dart memang sangat sering menyelamatkan orang yang kehilangan tempat tinggal serta arah hidup, dan pada saat itu juga Dart juga sering membebankannya pada Proten. Karena hal itu, hampir semua orang yang pernah diselamatkan Dart kebanyakan ditinggal di panti asuhan atau tempat keagamaan tanpa bisa memperhatikan nasib seterusnya.
"Ma-Maaf ...., kamu siapanya Tuan Dart?" tanya Julia. Perempuan kucing itu menatap takut Proten, ekor dan telinganya menunjukkan apa yang dirasakannya dengan jelas.
"Hah? Anda bahkan tidak menjelaskan apa-apa padanya?" Proten menatap tajam Dart.
"Yah ..., aku buru-buru kembali ke sini. Seperti yang kau lihat, aku bahkan tidak sempat mampir untuk ganti pakaian ...."
"Oh, begitu ...."
Proten berjalan ke dalam dan mengambil dua setel pakaian untuk perempuan dan laki-laki dari lemari. Menyerahkan pakaian tersebut kepada Dart, Proten berkata, "Kalau begitu, mandi dulu sana dan bersihkan tubuh kalian. Jangan mengotori kamar kami ...."
"Yah ..., ini kamar yan―"
"Hmm? Protes?"
"Tidak ...."
Proten langsung menutupi pintunya dengan keras. Tetapi beberapa detik kemudian, perempuan berambut putih tersebut kembali membuka pintu dan berkata, "Jangan coba-coba melakukan sesuatu padanya, Tuan Dart. Kalau anda berani, akan saya pastikan tindakan anda tertulis dalam surat laporan kepada Konferensi Keempat Negeri." Proten kembali menutupi pintu dengan keras.
Mendapat perkataan seperti itu, Dart hanya menghela napas ringan dan tidak bisa marah. "Kalau saja Mavis tidak seperti itu, mungkin sifatnya akan sama dengan Proten. Cerewet, cemburuan, dan ...." Dart sendiri sadar apa yang dirasanya hanya ilusi untuknya, dirinya sama sekali tidak mengenal bagaimana Mavis yang asli sebelum mengalami kerusakan kepribadian.
Menghadap Julia, pria berambut hitam tersebut berkata, "Ayo bersih-bersih dulu, di bawah ada pemandian air panas." Menyerahkan satu setel pakaian pada Julia, Dart berjalan menuju tangga. Julia mengikutinya dengan rasa bingung dalam benak.
Di dalam kamar, Proten masih berdiri membelakangi pintu yang tertutup. Menarik napas dengan lega, Ia berjalan di atas lantai kayu dan duduk berseberangan dengan Mavis dan Fiola di depan meja persegi.
Suasana menjadi hening kembali di dalam kamar. Menatap datar ke arah Mavis dan Fiola, Proten memasang wajah sedikit benci akan sesuatu. Dalam sorot matanya terlihat sedikit kegelapan, terasa iri dan kesal akan hal yang sukar dijelaskan.
"Kakak ..., sampai kapan kakak akan membohongi Tuan Dart?"
Mendapat pertanyaan tersebut, Mavis yang pangku pada Fiola memasang wajah yang seharusnya tidak dimiliki oleh orang yang kepribadiannya mengalami gangguan. Tatapan kekanak-kanakannya hilang, berganti dengan tatapan tajam dari wajah berwibawa dan memancarkan aura suci yang kuat.
"Entah ..., diriku sendiri tak tahu, adikku .... Hubungan kami, sudah terlalu rapuh untuk berubah pada titik seperti ini ...."
Suasana di dalam kamar tersebut berubah canggung. Fiola yang memangku Mavis hanya memasang wajah datar melihat masalah di antara kedua orang tersebut. Apa yang kedua orang itu rasakan terlalu rumit dipahami oleh Fiola, dirinya yang seorang Huli Jing tidak terlalu memikirkan konsep hubungan seperti itu.
Pulihnya kepribadian Mavis terjadi sekitar satu tahun yang lalu. Secara bertahap kepribadian Mavis perlahan sedikit demi sedikit kembali, dan puncaknya sekitar lima bulan lalu kepribadian wanita berambut pirang itu pulih sepenuhnya. Penyebabnya sangat sederhana, Itu karena Mavis selalu bersama Dart yang juga memiliki kepingan kepribadian yang tercampur saat melakukan manifestasi malaikat di Perang Lembah Gersang.
Tetapi karena beberapa alasan, Mavis memilih untuk tidak memberitahukan Dart tentang hal tersebut, dan itu pada akhirnya hanya diketahui oleh Proten dan Fiola. Setuju untuk menyembunyikan fakta tersebut, ketiga orang tersebut harus terus membohongi Dart selama satu tahun terakhir.
Memang secara logika akan sulut untuk berakting cacat mental selama satu tahun lebih. Tetapi karena informasi data kepribadian cacat mental yang masih ada pada Mavis sebelum dirinya mendapatkan kembali kepribadian awalnya, Ia dengan mudah berakting layaknya masih cacat mental dan tetap membohongi suaminya sampai detik ini. Dengan sangat sepurna, dengan tanpa kesalahan, Mavis benar-benar bertingkah layaknya tidak ada yang berubah saat berada di dekat Dart.
"Tuan Dart ..., dia mungkin senang kalau tahu kakak sudah sembuh .... Bukannya kakak mencintainya?" tanya Proten. Mengajukan pertanyaan seperti itu, dalam benak perempuan berambut putih tersebut sedikit terasa hal yang menyakitkan mulai bergejolak.
"Hmm ..., diriku sangat mencintainya .... Meski dia pria yang membunuh salah satu saudari kita, tetapi dia sangat baik ..., polos, dan selalu melihat ke depan ...." Wajah Mavis tertunduk, Ia meletakkan karet tali ke atas meja dan mulai memasang ekspresi sedih.
"Lantas kenapa kakak membohonginya seperti ini?"
"Entahlah ..., diriku baru pertama kali memahami perasaan ini .... Cinta, rasanya itu terlalu berat dan rapuh. Kalau dia tahu ini, dia mungkin akan berubah sifatnya .... Mungkin saja dia akan mencampakkanku ...."
Mendengar perkataan seperti itu, Proten memberikan tatapan datar yang gelap. Fiola sadar akan rasa benci yang tumbuh dalam benak sosok yang dihormatinya tersebut, tetapi dirinya sediri tidak bisa membantu karena hal seperti itu sukar dipahami olehnya.
"Kakak sangat egois, ya .... Curang ...."
Proten langsung bangun, lalu mengambil Haori merah yang digantung di sudut ruang dan segera bergegas meninggalkan kamar. Melihat adiknya pergi dengan wajah muram, Mavis sempat terkejut dan panik. Ia lekas berdiri dan hendak mengejar. Tetapi saat mengingat dirinya tidak bisa keluar sendirian sebab kebohongan yang dibuatnya sendiri, langkah Mavis terhenti.
"Proten ...."
Mavis tertunduk dengan perasaan gelisah. Memikirkan kalau perempuan apa yang dirasakan adiknya, Mavis sedikit paham rasa iri yang ada dalam benaknya. Kalau saja Mavis tidak ada, Proten yang akan berdiri di samping Dart. Arti di balik hal tersebut juga sangat dipahami oleh Mavis.
"Kau ... juga mencintai Dart, ya ...."
Melihat masalah kedua saudari tersebut, Fiola hanya bisa mengamati dan tidak bisa ikut campur. Ia meletakkan kedua telapak tangan ke atas meja, lalu sedikit merenung. Perempuan rubah tersebut sebenarnya sangat menikmati perjalanan bersama Party yang Dart pimpin, tetapi masalah internal seperti hubungan dan kebohongan yang ada sedikit membuat benaknya sesak.
"Nyonya Mavis, kenapa engkau tidak bilang saja kebenarannya pada Tuan Dart? Kurasa dia bukan tipe pria yang akan marah atau berubah karena hal seperti itu?"
Mavis menoleh ke arah Fiola. Saat melihat air mata wanita berambut pirang tersebut mengalir membasahi pipi, Fiola merasa sangat bersalah karena mengatakan sesuatu sebelum memahami apa yang sebenarnya dirasakan kedua orang tersebut.
"Maaf ...."
"Tidak ...." Mavis mengusap air matanya. "Kurasa ... memang ada benarnya. Suatu saat Dart harus tahu, hubungan ini harus berubah memang," ucapnya sambil berjalan ke arah lemari dan mengambil Haori putih.
"Fiola, bisa tolong antar aku mengejar Proten?"
"Ya ..., tentu saja Nyonya. Aku juga ... tidak ingin melihat cahayaku terus mendung seperti itu ...."
.
.
.
Selesai membersihkan badan di pemadian air panas, Dart dan Julia kembali ke kamar yang terletak di lantai tiga penginapan. Mereka berdua telah berganti pakaian, dari yang lusuh dengan Kinomo dan Hakama berwarna serasi abu-abu. Membuka pintu kamar dan melihat ke dalam, wajah pria berambut hitam tersebut berubah datar saat tahu semua orang malah pergi.
"Ah, kalau mereka tidak ada bagaimana aku menjelaskannya?"
"Tuan Dart ..., apa mereka yang ada di kamar tadi Party anda?"
"Hmm, iya. Walau kau sedikit udik, pasti pernah dengan namaku, bukan?"
"Ya .... Kurang lebih .... Anda adalah seorang pahlawan, dan Party yang anda pimpin disebut dengan Pembasmi Iblis .... Hanya itu yang aku tahu ...."
Mereka masuk ke dalam. Duduk bersebrangan di depan meja, suasana berubah senyap tanpa pembicaraan. Julia menatap dengan bingung, sedangkan Dart melihat keluar jendela dengan wajah tidak bersemangat.
Mempertimbangkan apa yang dikatakan Proten sebelumnya tentang hal menyelamatkan tanpa mempertimbangkan akibat, Dart sedikit menghela napas ringan. Melihat lurus Julia, pria itu bertanya, "Julia, setelah ini kau mau apa?"
"Eh? Mau apa ..., itu ...."
Pertanyaan tersebut terlalu sulit dijawab Julia yang baru saja kehilangan tujuan hidup. Alasannya hidup sejak satu-satunya orang yang bisa dirinya sebut keluarga mati adalah tinggal di rumah kayu dalam hutan cemara. Tetapi karena rumah tersebut telah terbakar habis, dirinya benar-benar kehilangan arah hidup.
Hal positif yang dapat diambil dari kejadian pemanggilan Iblis Api itu hanya satu yang dapat Julia ambil, yaitu fakta bahwa dirinya sekarang hanya memiliki satu ekor dan tidak harus susah payah menyembunyikan itu kalau masuk ke dalam kota.
Itu memang hal bagus untuk Julia bisa tinggal di dalam kota. Sayangnya karena dirinya sama sekali tidak tahu jelas tentang dunia luar setelah mengasingkan diri selama bertahun-tahun, satu-satunya pilihan yang tersisa darinya hanya mengikuti Dart, selain itu Ia tidak tahu.
"Bagaimana kalau kau ikut denganku? Kebetulan tahun depan aku akan pensiun dan diberhentikan dari tugasku .... Aku akan kembali ke Wilayah yang harus dipimpin dan menjadi Tuan Tanah di sana. Kau mau ikut?"
Tidak ada alasan untuk menolak tawaran tersebut. Meski Julia baru saja mengenal Dart, tetapi Ia sudah tahu kalau pria tersebut orang baik. Meski sifat naif dan egois pria itu sangat besar, Julia tahu kalau itu juga menjadi kebaikan dari pria tersebut.
Sifat naif dan egois tersebut sangat dibutuhkan oleh orang-orang yang kehilangan tujuan hidup dan takut akan sesuatu yang disebut hari esok. Keegoisan untuk memaksa orang lain yang kebingungan, menunjukkan jalan kepada yang kehilangan arah hidup dengan pandangan naif dan sekali lagi memberi harapan.
"Ya ..., tentu saja aku mau, Tuan Dart ...."
Julia tersenyum dan menerima tawaran tersebut. Dirinya tidak tahu apa itu keputusan yang benar atau tidak, tetapi paling tidak dirinya tidaklah sendirian seperti sebelumnya. Merasakan hal tersebut, senyuman pada wajahnya tidak pudar dengan cepat.
««»»
Matahari mulai terbenam, gemerlap bintang dan bulan sabit mulai muncul mengiasi langit gelap. Semakin cemas sebab Mavis dan yang lainnya belum kembali, Dart sesekali melihat keluar jendela dan pintu. Ia mengetukkan jarinya dengan cepat ke meja, membuat suara berisik dengan rasa gelisah.
"Kenapa mereka belum pulang? Pergi ke mana mereka?"
"Ke-Kenapa Tuan Dart tidak mencari mereka saja?"
"Kalau mereka kembali ke sini bagaimana? Mereka pasti akan pergi lagi mencariku?"
"Kalau begitu, biar saya yang menunggu mereka di sini ...."
Mendengar saran itu, Dart sedikit menatap datar. Ia tahu kalau cara itu juga ada, tetapi menyerahkan kamar pada Julia masih membuat ragu pria tersebut. Bangun dan merapikan pakaiannya, Dart menghela napas ringan.
"Baiklah, aku pergi dulu cari mereka .... Kalau ada Mavis dan yang lainnya datang, bilang aku sedang pergi sebentar .... Soal penjelasan tentangmu kepada mereka, kurasa itu nanti aku yang melakukannya. Kau menjelaskan sendiri juga tidak masalah ...."
"Ya, Tuan Dart ...."
Julia tersenyum ramah. Dart memasang wajah datar melihat itu. Secara pribadi, pria berambut hitam tersebut masih tidak percaya pada Julia sepenuhnya karena masih ada kemungkinan perempuan kucing tersebut diincar oleh Pemuja Iblis untuk menjadikannya medium atau katalis.
Rasa cemas pada istrinya lebih dominan dalam diri Dart. Mengacuhkan kemungkinan tersebut, pria itu lebih memilih untuk pergi mencari Mavis. "Jangan melakukan hal yang tidak-tidak, ya." Pria itu melangkah keluar dengan tergesa-gesa setelah mengambil Haori hitam.
"Ya ...."
Sendirian di kamar yang sangat asing baginya, Julia terdiam bingung harus melakukan apa. Melihat seisi kamar, perempuan berambut perak itu tertarik dengan hal-hal baru yang dilihatnya. Ia bangun, lalu melihat barang-barang di kamar tersebut dengan penuh rasa penasaran.
Katana, senjata tajam, alat-alat sihir, gelang, pakaian, dan banyak lagi benda-benda yang baru pertama kali Julia lihat ada di kamar tersebut. Dari semua itu, yang paling membuatnya tertarik adalah pakaian yang ada di dalam lemari. Pakaian untuk perempuan yang tersimpan di dalamnya tidak hanya terdiri dari Kimono atau pakaian yang sering ditemui di kekaisaran, tetapi beberapa pakaian dari negeri lain.
"Wah ..., jadi ada gaun seperti ini."
Layaknya seorang gadis pada umumnya, Julia mulai tertarik untuk mencoba pakaian tersebut. Sadar tindakkan itu tidak sopan, Ia mengurungkan niat dan melipat kembali pakaian ke dalam lemari. Duduk di depan meja di tengah ruangan, Julia mulai bosan.
Membaringkan tubuh di lantai, Ia berguling-guling tidak jelas. Lelah heboh sendiri, perlahan perempuan itu menutup mata dengan rapat dan tertidur. Sekitar dua jam berlalu, tetapi Dart dan yang lainnya belum kembali juga.
Pada saat Julia tertidur, sesuatu yang aneh terjadi padanya. Ia duduk, lalu membuka mata hijaunya. Sorot matanya berubah, seakan bukan Julia yang menggerakkan tubuhnya sendiri. Api mulai keluar dari kedua sisi kening perempuan kucing tersebut, menyala kecil dan tidak membakar apapun.
"Milord Amon .... Milord Amon .... Milord Amon ...."
Terus memanggil nama Iblis tersebut, tiba-tiba di lantai tempatnya berdiri mulai keluar lingkaran sihir merah yang persis seperti saat pemanggilan Iblis Api. Lingkaran sihir tersebut mulai mengeluarkan aura panas, lalu menyemburkan api yang membakar kamar tersebut.
Pakaian, dinding, perabotan, dan lantai kamar terbakar. Kimono yang dikenakan Julia terbakar habis, lalu api yang membara dari lingkaran sihir mulai menyelimuti tubuhnya dan membentuk gaun dari api.
Itu adalah wujud sesungguhnya dari Amon, sang kemurkaan dan penguasa api. Berbeda dengan para Pangeran Iblis lain, pemanggilan Amon cenderung lebih seperti merasuki dari pada dipanggil secara fisik. Karena itulah Amon dapat dengan bebas muncul merasuk Julia, karena perempuan tersebut telah terhubung sepenuhnya saat Invoke yang dilakukan orang-orang dari Aliran Sesat.
"Raja kami ..., engkau akan segera datang ke dunia ini dan kami akan mengembalikan bentuk engkau menuju yang sesungguhnya ...."
Suara sang Iblis bercampur dengan suara Julia. Iblis yang merasuki tubuh Julia itu benar-benar menguasai tubuhnya. Melihat keluar jendela, Amon tersenyum lebar saat melihat langit malam yang menjadi lambang keberadaan para Iblis.
Dua pasang sayap api mulai muncul dari punggungnya, mengepak dan menambah besar api yang membakar kamar. Melangkah ke arah jendela, Amon meloncat keluar dan terbang dengan sayap apinya menuju ke suatu tempat.
««»»
Pada jalanan utama Kota Gahon, Fiola dan Mavis masih mencari Proten yang kabur dari kamar. Mereka sudah berjalan ke penjuru kota dan melihat tempat-tempat yang mungkin didatangi Proten, tetapi tetap saja sosok perempuan berambut putih tersebut tak terlihat.
Hari sudah mulai malam, langit berbintang dan bulan sabit sudah mulai muncul. Lentera-lentera di sepanjang jalan sudah dinyalakan, lalu-lalang orang di tengah kota berganti aktivitasnya dari gerobak-gerobak pedagang menjadi orang-orang yang ingin mencari makanan atau hanya sekedar cari angin malam.
Duduk pada salah satu warung di pinggir jalan, Mavis dan Fiola beristirahat sejenak. Melirik ke arah Mavis, Fiola sadar kalau akting yang dilakukan perempuan berambut pirang tersebut sangatlah sempurna dan tidak memiliki celah, bahkan sekarang Ia masih bertingkah layaknya orang yang cacat mentalnya.
"Itu ... bukan akting, 'kan? Kalau tidak salah, Nyonya menggunakan informasi kepribadian lama atau semacamnya ...."
Menghela napas ringan, Fiola kembali menggandeng Mavis dan melanjutkan pencarian Proten. Kembali menyusuri jalan dan gang, mereka juga bertanya pada orang-orang tentang perempuan dengan ciri warna rambut mencolok yang mereka cari. Mendapat informasi tentang Proten, mereka berdua lekas berjalan menuju ke pojok kota.
Sebuah taman kecil penuh pohon beringin, di bahwa pohon rimbun duduk seorang perempuan pada bangku taman. Melihatnya dari kejauhan, Fiola langsung tahu kalau perempuan berambut putih tersebut adalah Proten.
"Nona Proten ...."
Mendengar suara tidak asing tersebut, Proten menoleh dengan wajah muramnya. Tersenyum ringan, perempuan berambut putih itu mendongak ke atas dan melihat bintang-bintang yang memenuhi langit malam.
Fiola dan Mavis mendekat, lalu duduk di dekat Proten. Mereka bertiga terdiam tanpa pembicaraan, dedaunan yang bergesekan tertiup angin membuat suara rimbun yang menenangkan.
"Kakak ..., aku akan keluar dari Party ...."
Perkataan Proten terseling di antara suara dedaunan. Mendengar itu, Mavis dan Fiola terkejut. Bangun dan berdiri di depan perempuan itu, Mavis tidak memedulikan kebohongan yang dirinya buat.
"Ke-Kenapa? Apa hanya karena masalah seperti itu ... kau pergi? Bukannya kau juga senang bertualang bersama? Tahun depan Dart akan kembali ke daerahnya dan menja―"
"Hanya karena masalah seperti itu?" potong Proten dengan nada gelap.
Angin bertiup, mengibarkan rambut kedua perempuan itu. Pirang keemasan dan putih layaknya bulan, kedua sisi yang merebutkan satu orang. Tidak ada toleransi di dalam diri mereka, meski saudara atau keluarga tidak ada hubungannya dengan masalah yang ada.
"Kakak yang mendapat semuanya selalu seperti itu .... Tidak pernah mengeri apa yang kurasakan. Kakak pikir ... hanya dengan alasan tidak tahu dengan perasaan ini ..., semuanya bisa aku maafkan?"
Air mata mengalir membasahi pipi Proten. Selama satu tahun lebih berada di dekat mereka dan melihat orang yang dicintainya mesra dengan orang lain, itu sangatlah menyakitkan bagi perempuan berambut putih tersebut. Mavis dan Dart memang suami istri, tetapi fakta itu tetap saja tidak menghenti Proten untuk mencintai pria berambut hitam itu.
"Proten .... Kakak ... hanya ...."
"Kak Mavis, kakak pikir diam di dekat kalian yang terus seperti itu ... membuatku senang? Itu sangat menyakitkan .... Kalau Kakak tahu apa itu perasaan Cinta, pasti Kakak juga tahu sakitnya perasaan ini .... Melihatnya dekat dengan kakak ..., meski itu keluarga sendiri ... sakit sekali ...."
Air mata Proten tidak bisa berhenti keluar. Melihat hal tersebut, rasa sakit dalam benak Mavis semakin kuat. Itu lebih menyakitkan dari saat dirinya cemburu, sampai membuat dadanya sesak dan sulit bernapas.
"Kumohon ... jangan menangis seperti itu ..., adikku...."
Mavis berlutut, lalu memeluk kaki Proten yang terduduk di bangku taman. Suasana menjadi hening, Proten tidak berhenti menangis dan Mavis pun terus merasa bersalah karena telah merebut banyak hal dari adiknya.
Melihat hal tersebut, Fiola hanya bisa terdiam. Meski Huli Jing seperti dirinya tidak terlalu peka terhadap emosi seperti itu, melihat hubungan Proten dan Mavis yang begitu dekat tetapi saling menyakiti mulai membutanya tersentuh. Mata Fiola berkaca-kaca, Ia langsung memalingkan pandangan dan menyembunyikan air matanya.
Di tengah suasana sedu tersebut, tiba-tiba hawa keberadaan menjijikkan terasa dengan sangat kuat. Angin berubah arahnya, bau busuk tercium jelas di taman sepi tersebut. Fiola langsung berdiri dan masuk ke mode bertarung dengan memunculkan empat ekor rubahnya. Mavis dan Proten menarik napas dalam-dalam, lalu menenangkan diri dan berusaha menghadapi situasi yang ada.
Di atap bangunan dekat taman, berdiri seseorang berjubah hitam dengan sorot mata merah yang menyela gelap di kegelapan. Telinga orang tersebut meruncing panjang, memiliki rambut berwarna ungu yang berkibar dalam kegelapan.
"Fu~fu~ Tidak disangka-sangka ternyata Penyihir Cahaya membuat kebohongan seperti itu .... Membohongi suaminya yang banting tulang melawan kami, hanya demi alasan seperti itu."
Suara mengerikan terdengar dari atap tersebut. Fiola langsung mengaktifkan Inti Sihirnya. Mengumpulkan Mana pada tangan kanan, Ia menggunakan manipulasi bentuk dan sifat untuk membuat tombak api yang menyala merah di genggaman. Saat hendak menyerang, Mavis menepuk pundaknya dan menghentikan Fiola.
"Nyonya ...?"
"Fiola, lihat sekitarmu," ucap Proten.
Tidak disadari gadis rubah tersebut, ternyata taman tempat mereka berada telah terkepung oleh orang-orang berjubah hitam. Dalam kegelapan, jumlah pasti mereka tidak jelas. Dari semua orang yang ada, sosok berambut ungu yang berdiri di atas atap terlihat seperti pemimpin mereka.
"Apa engkau juga Aliran Sesat?" tanya Mavis.
"Aliran Sesat? Oh ..., itu cara kalian memanggil kami ya .... Sesungguhnya tidak tahu diri sekali kalian, yang sesat itu dunia ini! Kami adalah anak dari Korwa, keturunan pelayan para Iblis yang agung. Pada momen ini ..., ritual akan segera dimulai. Kalian a―"
Fiola langsung melemparkan tombak apinya dan tepat mengenai kepala orang berambut ungu tersebut. Tubuhnya seketika terbakar, dan hangus menjadi abu dengan sangat cepat. Suasana hening sesaat, tidak ada satu pun dari orang-orang berjubah yang kabur atau menyerang.
"Tidak hanya sesat, ternyata rubah ini juga tidak tahu sopan santun. Paling tidak dengan dulu saat orang sedang berbicara ...."
Seseorang dari datang dari bayang-bayang pepohonan. Ia membuka tudung jubah, memperlihatkan wajah dan sosoknya. Fiola dan yang lainnya sempat terkejut melihat wajah perempuan berambut ungu tersebut sama persis dengan orang yang terbakar tadi.
"Siapa kau .... Kenapa?"
"Bukannya diriku sudah memperkenalkan diri, kami anak dari Korwa, keturunan pelayan Iblis yang agung."
Orang-orang yang mengepung tempat tersebut membuka tudung mereka. Melihat wajah orang-orang tersebut sangat mirip satu dengan yang lain, Mavis, Fiola, dan Proten merasa merinding. Itu tidak sekedar mirip, mereka sangat identik dan sangat sulit untuk membedakannya.
"Kami seribu bersaudara .... Bukannya kalian juga pernah membunuh beberapa dari kami? Yah, mungkin kalian tidak mengingatnya karena kebanyakan dari kami selalu memakai jubah."
"Kalian tidak akan mengingat orang-orang yang kalian bunuh, bukan?"
"Tenang saja, kami juga tidak mengingat jumlah orang yang kami bunuh."
"Khi khi! Kenapa diam terus, Pembasmi Iblis?"
Mereka berbicara secara bergantian. Suara, intonasi, ekspresi wajah, semuanya sangat mirip. Jumlah mereka memang tidak terlihat mencapai seribu, tetapi yang jelas lebih dari seratus karena tempat tersebut benar-benar penuh dengan mereka.
"Nona Proten .... Ini ...."
"Sepertinya memang gawat ...." Proten meningkatkan tekanan sihirnya. Meski dirinya tidak memiliki kemampuan tempur tinggi seperti Mavis atau Fiola sebab sihirnya hanya berupa sihir pikiran, tetapi dalam hal memberi sihir pendukung Proten sangatlah ahli.
Membuat lingkaran sihir di kedua telapak tangan, Proten menyentuh bahu Mavis dan Fiola untuk menyambungkan indra penglihatan dan memasangkan telepati instan. Dalam hal tersebut, komunikasi dan kerja sama dapat meningkat drastis dalam pertarungan.
"Kakak ..., apa tidak apa-apa bertarung ...."
"Situasinya seperti ini .... Kalau tetap berpura-pura, akan sulit .... Dan juga ..., ada yang aneh. Kenapa mereka bisa dengan bebas masuk dalam jumlah sebanyak ini ke dalam kota? Pasti telah terjadi sesuatu ...."
Mavis meningkatkan sihirnya. Inti dan sirkuit sihir dalam tubuh wanita itu mulai aktif, cahaya terang mulai memancar keluar dari tubuh dan aura suci dengan jelas meningkat. Pada kening wanita berambut pirang tersebut mulai muncul simbol lingkaran yang di tengahnya terdapat tanda Salib Basque. Mana mulai tersebar, partikel cahaya mulai membentuk sepasang sayap transparan di punggung wanita tersebut.
Tersenyum seakan telah memperkirakan hal tersebut, salah seorang dari anak Korwa berteriak, "Malaikat telah muncul! Turunkan Swastika!" Dalam hitungan detik, orang-orang berjubah berjatuhan dan tubuh mereka mengeluarkan darah.
"Apa yang terjadi?" benak Proten.
Suasana hening sesaat, angin bertiup dengan aneh. Saat awan mulai menutupi bulan sabit, tiba-tiba terasa sebuah gelombang yang terpancar ke penjuru kota dari pusat taman beringin tersebut. Gelombang yang muncul tidak merusak benda apapun, tetapi seketika perubahan malaikat Mavis dan kekuatan Fiola langsung tersegel.
"A ...! Ini? Jangan bilang ...."
"Ya, Anti Holy! Sihir kuno para Iblis untuk menangkap para malaikat! Dengan mengorbankan sepuluh nyawa dengan kekuatan sihir besar, entah itu malaikat atau hewan suci, semua makhluk seperti kalian akan kehilangan kekuatan!"
Orang-orang berjubah mengambil belati dari balik pakaian mereka. Tersenyum gelap, mereka mulai berjalan mendekat dan benar-benar berniat memancarkan hawa membunuh yang kuat.
Sayap transparan Mavis mulai terurai dan menghilang. Begitu juga dengan Fiola, Ia tidak bisa menggerahkan kekuatannya meski sudah masuk dalam bentuk empat ekor.