webnovel

"He Knows"

Raka hanya diam mendengarkan apa yang Alanna katakan saat pelukan mereka terlepas.

"Gue tunggu lo di ruang tamu."

Alanna menggeleng, "Gue gak mau membahayakan lo dan Kak Adam lebih jauh! Gue gak akan pergi kemana-mana, gue gak akan terlibat lagi sama urusan lo atau urusan teman-teman lo bahkan siapapun itu," jelasnya.

"Gue udah minta maaf sama lo, sekarang mau lo apalagi Alanna? Teman gue baru aja kecelakaan dan gue gak tau dalam keadaan kayak gimana dia sekarang. Lo mau gue bersikap gimana lagi sama lo? Bilang aja, apapun itu asal lo menarik keputusan lo itu buat gak terlibat lagi dalam urusan gue," pinta Raka.

Alanna hanya diam, kedua bahunya sesekali masih naik turun karena efek tangsian yang tersedu-sedu.

"Gue minta maaf ya? Gue lagi panik. Ayo kita siap-siap jenguk si Adam sekarang."

"Iya," setelah mendengar suara Raka yang melembut dan sikapnya yang melunak tidak seperti sebelumnya, Alanna merasa tidak tega jika ia masih tetap bersikeras dengan tekadnya untuk tidak lagi mengganggu Raka.

Setelah sepakat untuk tidak lagi saling menyalahkan, Raka dan Alanna kini sudah berada di ruang tamu rumah dan berbicara dengan Rendy lagi.

"Dimana Adam sekarang?"

"Rumah sakit."

"Belum sadarkan diri?"

"Belum, sejak kecelakaan itu dia belum sadarkan diri sampai saat ini."

"Dimana lokasi kecelakaannya?" kini giliran Alanna yang bertanya.

"Nggak jauh dari lokasi menuju ke rumah dia."

Raka menoleh ke arah Alanna, "Lo ikut gue kan?"

"Iya gue ikut, tapi sarapannya?"

"Persetan dengan sarapan! Lo masih bisa ngurusin hal sepele kayak gitu disaat teman gue dalam keadaan genting?!"

Alanna terdiam, terlebih karena ia melihat raut murka pada wajah Raka.

"Udah-udah Ka, lo bikin takut cewek lo. Mending sekarang kalian berdua siap-siap aja dulu nanti gue yang mimpin jalan di depan buat nganter lo ngejenguk Adam."

Raka mengangguk setuju. Ia berbalik dan masuk kembali ke dalam rumah dengan sengaja menabrak sebelah bahu Alanna.

"Kak Rendy, lo tunggu aja dulu di ruang tamu. Gue juga minta maaf buat sikap Raka, lo jadi liat dia di sisi yang kurang baik," terang Alanna dengan memaksakan bibirnya untuk tersenyum.

"Oh, oke. Itu bukan masalah, gue lebih tau soal Raka."

"Baguslah."

~¤~

Di luar ruangan ICU, tempat dimana Adam berada saat ini, terdapat Ibu dan Ayah dari cowok tersebut, adapun satu cowok yang merupakan Kakak kandung temannya itu.

"Savero!" Panggil Anita, wanita itu mendekat dan memeluk Raka sambil menangis. "Mama dengar dia kecelakaan saat sudah berkunjung dari rumah kamu," terangnya sambil terisak.

"Pada saat malam tadi, untuk apa kamu memanggil Adam ke rumahmu?" tanya Arga, Kakak dari Adam tersebut.

"Sudah-sudah, jangan dulu mencerca Savero dengan pertanyaan-pertanyaan. Tunggu setidaknya sampai Savero bisa menenangkan diri juga, pasti dia trauma," Alland yang dimana ia merupakan Ayah kandung Adam, melerai istri dan anak sulungnya agar Raka diberi kesempatan untuk menenangkan diri.

Sebetulnya Raka ingin sekali menjelaskan hal yang mungkin tidak akan mereka percayai. Tapi Raka juga tidak tahu apakah jika ia melakukan hal itu akan ada konsekuensi baru atau tidak akan terjadi apa-apa, jadi ia masih memilih untuk diam.

"T-tunggu, sepertinya Kak Adam udah mulai sadarkan diri!" Alanna memberitahu ke 3 anggota keluarga Adam terutama Raka yang memiliki sangkut paut dengan hal ini.

Sedari awal datang ke depan ruang ICU, Alanna langsung memantau kondisi Adam dengan menamjatkan do'a pada Tuhan, karena ia merasa Adam seperti ini karena ulahnya.

"Panggil dokter!" titah Alland pada Arga.

"Baik Pah."

'Pasti kecelakaan Kak Adam ada sangkut pautnya sama kematian gue dan Raka.'

Entah kenapa tapi Alanna merasa sangat yakin akan hal itu.

Dokter datang menghampiri bersama dengan Arga.

Namun hanya Dokter yang masuk ke ruangan dan keluarga masih harus menunggu di luar ruang inap.

Hanya berselang beberapa menit saja dan Dokter kembali datang menghampiri anggota keluarga pasien.

"Puji Tuhan, pasien Adam sudah dalam kondisi yang cukup stabil meskipun tubuhnya mungkin masih lemas. Pasien akan dipindah ke ruang inap dan keluarga diperbolehkan untuk menghampiri pasien nanti setelah pasien dipindahkan."

"Baik," tutur Alland.

"Hanya saja, dimohon untuk tidak membuat kegaduhan dan tidak memberikan banyak pertanyaan pada pasien saat dalam keadaan siuman. Ada cedera dalam kepalanya, oleh karena itu pengertian dan perhatian dari keluarga sangat disarankan."

"Baik, terimakasih Dokter."

"Saya permisi."

Dan orang pertama yang masuk ke dalam ruangan Adam adalah ke 3 anggota keluarganya. Lalu disusul dengan Raka, Alanna dan Rendy di belakang mereka.

Kini, Adam sudah selesai dipindahkan, hanya saja ia masih belum sadar.

"Rendy, lo bisa ikut gue sama Alanna ke belakang? Ada yang mau gue obrolin sama lo."

Rendy mengangguk setuju. Lalu Raka berpamitan pada Alland, Anita dan Arga untuk pergi dan akan kembali dengan segera terlebih jika nanti Adam mulai siuman.

~¤~

"Ada apa Ka?"

"Lo bisa jelasin kronologi yang lo tau soal Adam tadi malem?"

Rendy menggeleng. "Gue gak tau dengan jelas kenapa Adam bisa kecelakaan, tapi jalanan yang licin adalah faktor utama kecelakaan terjadi. Cuman itu info yang gue dapat dari orang-orang yang jadi saksi mata."

Raka menganggukan kepalanya paham. Lalu ia menoleh ke arah Alanna.

"Keadaan seperti apa yang lo liat dari Adam saat lo ada di TKP?"

Rendy mengarahkan tangannya pada bagian kepala sebelah kanan miliknya. "Di bagian sini terus keluar darah, dan ada juga luka di punggungnya."

"Lecet di punggungnya?"

"Iya, gue gak terlalu ngerti kenapa baju yang Adam pake untuk bagian punggungnya itu sobek, dan luka di bagian punggung Adam seperti buatan manusia."

"Buatan manusia? Maksud lo?" Raka semakin bingung oleh situasi ini.

"Coba aja lo liat sendiri nanti, di belakang punggung Adam itu ada luka dengan angka sembilan dan keterangan f. Gak mungkin kalo bukan karena buatan manusia kan?"

Alanna seketika teringat, "Bulan apa sekarang? Bulan Agustus kan?"

"Iya," sahut Rendy dan Raka bersamaan.

"Oh Ka! Gue dapat satu petunjuk," Alanna menatap Raka, tapi cewek itu langsung tersadar jika mereka berada disana tidak hanya berdua, melainkan ada Rendy juga.

"Nanti aja lo omongin ke gue kalo emang ini cukup rahasia."

"Gue cabut duluan ya," Rendy segera paham, ia langsung berdiri dari posisi duduknya dan pamit untuk segera bergegas kembali ke dalam rumah sakit dan mengecek kondisi Adam sekarang.

Setelah Rendy pergi dan hanya ada tersisa Alanna dan Rendy di meja tersebut, Alanna mulai mengatakan sesuatu sesuai dengan tebakannya.

"Ini bulan delapan, dan Kak Adam itu mati di awal-awal kita masuk sekolah. Kalo memang ada keterangan sembilan dan huruf f, itu berarti Kak Adam udah terbebas dari takdir kematiannya yang gak adil."

"Sembilan f? Maksud lo itu, sembilan free?" tebak Raka.

Dan Alanna menganggukan kepalanya cepat. "Gue bersyukur lo bisa paham apa yang gue omongin."

Drrtt Drrtt

"Kak Arga nelpon gue."

"Angkat dulu aja."

"Halo Kak?"

"Adam udah sadar Ka, lo bakal balik lagi kesini bareng cewek lo itu kan?"

"Oh iya Kak, oke! Gue datang kesitu sekarang," jawab Raka cepat. Sambungan diputus sepihak olehnya dan Raka segera mengajak Alanna untuk kembali ke dalam rumah sakit.

"Kak Adam udah siuman?"

"Puji Tuhan dia udah siuman, itu artinya apa yang lo omongin adalah fakta sebenarnya!"

Alanna ikut bernafas lega. 'Syukurlah. Terimakasih Tuhan, sudah mendengarkan do'a hambaMu yang penuh dosa ini.'

~¤~

Hal pertama yang Adam dan Alanna lihat adalah Adam yang menyambut mereka.

Adam bisa tersenyum meskipun ia masih dalam keadaan lemah. "Makasih ya, kalian udah nyempetin buat datang," katanya dengan suara yang parau.

"Jangan mikirin hal itu dulu, lo masih harus fokus sama penyembuhan diri lo sendiri Dam," balas Raka dengab memegang tangan Adam yang bebas selang infus.

"Gue khawatir banget sumpah saat tau lo kecelakaan, jadi gue langsung buru-buru datang ke lokasi buat bawa lo ke rumah sakit."

Tapi saat Adam melihat ke arah Rendy, tatapannya berubah menjadi dingin.

"Mau apa lo disini? Pulang sana. Gak usah datang ke hadapan gue lagi mulai sekarang. Lo, pengkhianat."

Semua orang terkejut dengan apa yang Adam katakan pada Rendy. Begitupun dengan Rendy sendiri yang tidak menyangka Adam justru terlihat membencinya.

"Gue salah apa Dam?" tanya Rendy bingung. Lalu sedetik kemudian ia teringat dengan yang dokter katakan sebelumnya.

"Gue bilang pergi lo dari hadapan gue sekarang, gue gak nyangka kelakuan lo sebrengsek itu sama temen lo sendiri."

Spontan seluruh pasang mata menatap ke arah Rendy, terutama Arga yang tatapannya berubah menjadi marah.

"Adam, jangan seperti sama Rendy! Dia teman kamu sendiri," tegur Alland. Bagaimanapun sebagai Ayah dari Adam tentu saja Alland tidak suka saat puteranya justru terlihat tidak tahu berterimakasih.

"Gak apa-apa Om, biar saya aja yang pergi menuruti keinginan Adam. Lagipula dokter udah menyarankan untuk mengedepankan kesehatan Adam," ujar Rendy lalu ia mengarahkan pandangannya pada Adam. "Ya udah Dam, gue pamit balik ya. Mungkin gue gak akan nengok lo lagi sampai lo benar-benar sembuh dan bisa masuk sekolah. Apapun kesalahan gue sama lo mohon dimaafkan, gue pamit sekarang."

●●●