webnovel

"Alur Baru"

Tepat setelah cowok tersebut dipastikan tidak ada lagi di sekitarnya. Barulah Adam mengalihkan pandangan dan menatap ke arah Alanna lekat.

"Ma, Pah, Kak, boleh tinggalin Adam dan mereka berdua sebentar gak? Ada yang harus Adam bicarakan selagi Adam masih punya cukup sisa tenaga untuk mengatakannya."

"Adam, tapi -"

"Plis, Adam setelah ini janji bakalan istirahat," Adam memotong ucapan Anita.

Dan mereka ber 3 tidak punya alasan untuk bersikukuh berada di dalam saat Adam sendiri yang meminta demikian.

Alland, Anita, dan Arga, berada di luar ruangan, mereka memberikan sedikit ruang agar Adam bisa membicarakan sesuatu hal yang cukup rahasia itu pada ke 2 teman sekolahnya.

"Ada apa Dam?" Raka menatap Adam bingung.

Adam menggoyangkan jari telunjuknya untuk memberi isyarat agar Alanna bisa lebih dekat dengan posisi kepala Adam.

"Lo.. lo dalam bahaya sekarang.."

Alanna tersentak kaget. "G-gue? K-kenapa jadi gue?"

Adam menghela nafasnya, bersiap untuk menceritakan kronologi semalam meski ia masih tidak diperbolehkan untuk banyak berpikir apalagi mengingat.

Flashback

"Kalo gitu gue balik sekarang ya Ka."

"Oke, tiati di jalan."

"Jangan ngebut-ngebut Kak Adam."

"Yoi."

Motor Adam mulai melenggang meninggalkan halaman rumah Raka.

Sejak tadi, sejak ia akan pergi ke kediaman Raka karena cowok tersebut yang menyuruhnya demikian, Adam sudah merasa jika ia sedang diikuti seseorang.

Namun setiap kali ia melihat ke kaca spion motornya di belakang tidak ada siapa-siapa. Begitupun saat Adam menengok langsung ke belakang.

Sampai akhirnya Adam memutuskan untuk tidak membawa motornya langsung ke arah rumah. Ia berhenti di sebuah warung kopi kecil, dan bergegas masuk ke dalamnya.

"Tolong kopi ABC nya ya Bu. Saya ke toilet dulu sebentar, tolong jika ada yang bertanya apa ada orang kemari, bilang aja gak ada, dia pergi lagi dengan meninggalkan motornya," pesan Adam yang disetujui oleh Ibu pemilik warung kopi ini.

Adam sesekali masih menengokan kepalanya ke arah belakang meskipun disana masih tetap tidak ada satupun objek yang mencurigakan.

Sampai Adam sengaja diam dibalik tembok yang akan menghubungkan ke toilet, Adam mendengar suara seseorang yang masuk ke warung kopinya.

"Apa orang yang tadi ada memesan disini?"

"Gak ada. Tadi memang ada yang parkir motor di depan, tapi setelah itu dia pergi lagi dengan meninggalkan kendaraannya di halaman warung kopi Ibu."

"Benarkah?"

"Iya."

"Sial!"

Lalu Adam mendengar suara tersebut melangkah menjauh.

Adam kembali menghampiri ke Ibu warung kopi untuk sekedar membayar pesanan yang ia minta tanpa sedikitpun meminumnya.

"Tapi kan kopinya -"

"Saya nggak suka kopi Bu. Makasih udah bantu saya buat sembunyi."

Jantung Adam sangat berdebar kencang sekarang. Karena ia merasa kenal dengan suara yang didengarnya tadi.

'Sial, ngapain mereka neror gue segininya? Salah gue apaan?'

Tidak mau mengulur waktu lebih lama, Adam bergegas kembali ke parkiran dimana motornya masih bertengger disana. Situasi sudah aman dan kembali sepi, hanya ada beberapa kali kendaraan yang melintas dan Adam rasa ia akan aman sekarang.

"Pokoknya, kita harus bisa membunuh semua orang yang sudah terlibat dengan urusan Raka terutama cewek sialan itu! Dia biang keroknya," ucap suara lain yang masuk ke telinga Adam.

"Apa semua temannya juga kita habisi?"

"Nggak perlu. Cuman satu orang yang tadi datang ke rumahnya si Raka. Pasti cuman dia yang tau semua rahasia si Raka, jadi kita habisi dia dan ceweknya aja."

Suara itu ternyata masih berada di sekitarnya.

'Sial! Nyawa gue terancam sekarang! Gue harus nyari cara buat selamat!'

Mau tidak mau sebelum Adam dipergoki, ia nekat menyalakan mesin motornya dan langsung tancap gas untuk meninggalkan warung kopi tersebut.

Dor.

Adam terkesiap saat suara tembakan ia dengar dari belakang, dan bukan hanya itu, Ibu warung kopi yang tadi membantunya pun ikut menjadi korban.

Kedua kaki dan tangannya bergetar karena ia tidak percaya dengan hal yang terjadi padanya malam ini.

Adam nyaris oleng mengendarai motornya, dengan menangis dalam diam, ia berusaha keras mengumpulkan kesadarannya agar ia bisa membawa motornya itu sampai ke kantor polisi. Adam tidak boleh sampai panik.

Pulang ke rumah hanya akan membahayakan nyawa orang-orang di rumahnya juga. Oleh karena itu Adam membawa motornya untuk bergegas menuju ke kantor polisi terdekat.

Suara 2 motor yang mengikuti di belakangnya membuat Adam semakin tidak fokus, ia melihat kaca spion sebelah kanan dan benar saja untuk kali ini orang yang menguntitnya, mengejar Adam secara terang-terangan.

"Gawat!" Pekik, ia semakin menekan gasnya untuk melesat lebih cepat.

Rasanya secepat apapun Adam membawa motornya, laju 2 motor yang menguntit Adam di belakangnya pun akan terus bertambah.

Dor.

Lagi, suara tembakan itu terdengar dan satu peluru melesat pada satu motor yang membawa jerigen oli.

Oli yang kemudian tumpah membuat motor yang dibawa Adam tergelicir sehingga ia terpental cukup jauh dengan posisi menahan badannya menggunakan kaki kanan.

Duk.

Adam terbentur pada sesuatu, tapi kesadarannya tidak serta merta hilang. Dengan pandangan matanya yang mulai kabur dan kepalanya yang terasa pusing dan berat, Adam bisa melihat beberapa polisi langsung mengamankan lokasi kecelakaan tersebut.

Mereka langsung melengos pergi, tapi kemudian ada satu motor yang mendekat ke arahnya. Ia berjongkok dan mengatakan pada polisi jika yang menjadi korban kecelakaan itu merupakan temannya.

Polisi memastikan motor Adam yang rusak cukup parah, akan tetapi bukan hanya Adam koebannya, melainkan pemilik jerigen oli tadi pun harus mengalami kerugian.

"Tadi ada suara tembakan pada jerigen oli saya Pak, sebelum saya liat ada motor yang tergelincir di belakang saya, sepertinya ini upaya percobaan pembunuhan," ucapnya memberi keterangan.

Sedangkan kedua motor misterius tadi sudah menghilang dan Adam segera diamankan.

'Rendy, gue catat nama lo sebagai pengkhianat! Motor lo sama dengan motor yang ngejar gue.'

Flashback End

"Jadi menurut lo Rendy ikut terlibat mencelakai lo, gitu?"

Adam menganggukan kepalanya.

"Bukannya dia yang bawa lo ke rumah sakit juga? Dia bahkan ada nyari gue sampai ke rumah Alanna cuman buat kasih tau lo kalo lo kecelakaan sehabis pulang dari rumah gue."

"Raka, gue liat sendiri motor Rendy itu sama dengan motor yang ngejar. Lo gak percaya sama gue?"

Pertanyaan Adam membuat Raka terdiam.

"Lagipula kayak yang tadi gue omongin sama lo, mereka itu mengincar kita bertiga. Tapi orang pertama yang menjadi target mereka untuk dihabisi, adalah gue."

"Mereka pasti dibayar buat ngasih kita teror kayak gini," gumam Raka sambil ia terus menebak siapa orang yang memungkinkan melakukan semua ini.

Dan jika memang Rendy adalah salah satu pelaku yang terlibat, Raka bersumpah ia tidak akan pernah memaafkan temannya tersebut apapun keadaannya.

"Langkah apa yang bakal lo ambil sekarang?"

"Gue gak boleh ngambil langkah gegabah. Hal utama yang harus gue pastikan adalah siapa dalang di balik ini semua."

"Lo benar. Coba lo ingat-ingat, mungkin aja kan Ka, di masa sebelum-sebelumnya lo pernah punya musuh dan akhirnya musuh lo itu naruh dendam sama lo."

Desahan nafas Raka terdengar lelah. Lalu ia teringat dengan keberadaan Alanna yang seharusnya berada di dekat Rendy dan juga dirinya namun sekarang sudah menghilang.

"Alanna?" tanya Raka seraya mendekat ke arah kursi tunggu. Ternyata Alanna tengah berada disana sendirian dengan menangis dalam diam.

"R-Raka -"

"Sssttt, gak apa-apa, lo bakalan tetap aman. Percaya sama gue," ucap Raka dengan membawa Alanna ke dalam pelukannya.

"Gue cuman niat mengubah takdir gue doang yang mati secara gak adil, tapi kenapa kayak gini," racaunya dengan sesekali terisak.

"Hei, apa lo pikir gue akan ngebiarin takdir jelek lo keulang di kesempatan ini?"

Alanna menatap wajah Raka yang menyunggingkan senyum di bibirnya.

"Nggak kan? Percaya sama gue."

"Jadi lo akan biarin takdir jelek lo doang yang terulang, gitu?"

"Sebisa mungkin gak akan gue biarin, tapi kalo harus memilih antara hidup siapa yang harus gue selamatkan, maka itu hidup lo," bisik Raka.

"Gak mau! Gue mau, gue, lo, dan Kak Adam juga, semuanya selamat!" tangis Alanna semakin pecah saat mengatakannya.

Adam ikut tersenyum saat ia melihat sikap dan mendengar apa yang Raka katakan. 'Dia udah mulai berbeda ya,' bathinnya dalam hati. Alanna berkonstribusi banyak buat perubahan Raka.'

"Adam, jadi bagaimana kamu bisa sampai celaka begini? Beritahu Papah kronologisnya," pinta Alland yang sudah kembali masuk ke dalam ruang inap anak bungsunya.

Ada Anita dan Arga yang juga menunggu penjelasan dari Adam.

"Adam gak terlalu ingat bagaimana bisa terjadi kecelakaan itu, tapi yang jelas, ada yang menginginkan Adam, Raka, dan Alanna mati. Adam gak tau siapa itu orangnya, tapi sejauh ini Adam dan mereka harus mulai berhati-hati."

"Rendy? Yang baru saja berkunjung itu? Tapi dia terlihat seperti anak yang lugu dan gak neko-neko," ucap Anita yang ikut keheranan.

"Dia memang terlihat baik luarannya, tapi kita gak ada yang tau bagaimana isi pikiran dia yang sebenarnya."

"Kamu benar, ya sudah mulai sekarang kamu gak boleh berteman lagi dengan Rendy apapun keadaannya," ujar Alland mengingatkan.

"Baik Pah."

●●●