Pagi itu Raissa bangun pagi walaupun sebenarnya jadwal kerjanya hari ini adalah siang. Raissa ingin mengumumkan pada Peni dan Asya keputusannya. Bisa saja Raissa mengumumkannya semalam, tetapi sampai di rumah mereka bertiga asyik bercerita mengenai keunikan pasien masing-masing sehingga topik mengenai Aditya tidak muncul. Sebelum lupa memberitahu Peni dan Asya yang keduanya jadwal pagi kerjanya, Raissa bangun dan menemui mereka yang sedang sarapan. "Aku akan memanggil pak Aditya dengan sebutan Mas mulai sekarang, walaupun manggilnya hanya saat tidak ada orang lain saja." kata Raissa sambil tersenyum. Kedua temannya langsung bereaksi, Asya langsung memeluknya, Peni berusaha membuat suitan, tetapi karena tidak berhasil akhirnya diteriakkan saja "Suit..suiiittt!!!" lalu ikut memeluk Raissa bersama Asya. "Semoga bahagia!"kata Asya yang girang bukan main. "Jinakkan pak Aditya Sa!" seru Peni. "Hahaha memangnya dia semacam binatang buas?" kata Raissa. "Aaauummm..." Lalu Peni menirukan harimau yang akan menerkam Raissa, Raissa lari dan mereka pun kejar-kejaran seperti anak kecil. "Sudah, sudah, nanti kita telat Pen. Oya Sa, Liza boleh tahu tidak? aku nanti sore akan ke RS, kabarnya hari ini Liza sudah dapat pindah ke ruang rawat biasa." kata Asya. "Aku sudah siap kok Sya, nanti sore aku ikut juga deh..gimana Sa? Liza boleh tahu tidak?" tanya Peni kembali mengulang pertanyaan Asya. "Ya sebenarnya tidak masalah sih, selama ia mau tutup mulut sementara ini, tapi menurut kalian bijaksana tidak ya memberitahu dia?" tanya Raissa. "Iya juga ya..kita lihat nanti kali ya Pem, gimana moodnya Liza?" kata Asya. "hmm iya juga.. lihat nanti deh! Kami berangkat dulu ya Sya!" kata Peni dan merekapun pamit pada Raissa lalu berangkat kerja. Raissa menutup dan mengunci pintu, karena sudah bangun, ia memutuskan untuk sarapan lalu membersihkan rumah.
Raissa sudah selesai membersihkan rumah ketika pintu depan diketuk seseorang, dengan masih bermandikan keringat Raissa membuka pintu dan langsung menyesal membukakannya. "Pagi Dek Raissa, makin cantik saja Abang lihat kamu dek? habis mandi ya?" sapa Briptu Agus yang kali ini memakai pakaian premannya. "Pagi Briptu, tumben pagi-pagi kesini, saya baru sarapan Briptu, sekarang saya mau mandi dan berangkat kerja."kata Raissa berusaha menangkis ajakan makan Briptu Agus seandainya polisi itu mengajaknya mencari sarapan. "Oohh.. samaaa, Abang juga sudah, Abang tungguin yah disini, nanti Abang antar ke tempat kerja..Abang bawa motor, motor Abang Ducati looh.. enak dipakai, apalagi kalau boncengan! Gimana, boleh ya Abang antar?" ajak Briptu Agus optimis. Mati akuu!!! kenapa harus datang kesini juga si Briptu ini?!?! Pikir Raisa kesal, lalu cepat-cepat menjawab Briptu Agus sebelum diamnya diartikan persetujuan oleh Si Briptu. "Eeeehh.. jangan repot-repot! lagipula saya mandinya lama, nanti Briptu bosan, tidak enak juga dengan tetangga, begitu Briptu." kata Raissa. "Aah.. tidak apa-apa, kalau buat Dek Raissa, apa sih yang Abang tidak lakukan, Abang rela menunggu selamanya!" kata Briptu Agus. "Hah? adduuhh..tidak usah repot-repot deh Briptu.. makasih ya atas perhatiannya, tapi saat ini Raissa belum bisa membalas!" kata Raissa berharap polisi satu ini menangkap maknanya. "Tidak repot sama sekali dek! Abang siap mengantar adek kemanapun adek mau pergi... mau ke ..." ucapan Briptu Agus terpotong ketika ponselnya berbunyi. "Maaf ini dari kepolisian, sebentar ya dek.." kata Briptu Agus, lalu membalikkan badan dan mengangkat teleponnya. Air mukanya dari yang merasa terganggu langsung berubah serius. Briptu Agus menutup telepon dan dengan serius menatap Raissa, "Dek, Abang harus pergi, ada laporan yang melihat buronan kita di sekitar RS. Saya pamit dulu." kata Briptu Agus. "Hah? si topi biru?!?!" tanya Raissa setengah berteriak pada Briptu Agus yang sudah beranjak pergi. "Ya, hati-hati kalau menjenguk Liza, jangan sendirian! Atau lebih baik jangan ke RS dulu!" kata Briptu Agus lalu menghilang menuruni tangga. Raissa jadi cemas sekaligus lega. Lega Briptu Agus akhirnya pergi, dan cemas karena sore ini Asya dan Peni akan menjenguk Liza. Raissa memutuskan untuk menelepon salah satunya. Tetapi ketika melihat jam ini adalah jam sibuk, keduanya pasti tidak ada yang memperhatikan telepon. Lagipula, Raissa yakin yang hari ini akan menjenguk Liza bukan hanya Asya dan Peni, tapi pasti orang-orang klinik banyak juga yang ingin menjenguk. Akhirnya di dorong perasaan cemas Raissa menelepon Aditya.
Sementara itu di ruang rapat Klinik Bhagaskara Medika, Aditya, team Marketing dan Medical Site baru saja merampungkan rapat pagi itu, peserta rapat belum bubar karena sebagian masih ada yang mencatat dan membereskan laptop masing-masing. Marisa yang masih penasaran dengan yang dilihatnya pada Selasa malam menggunakan kesempatan itu untuk bertanya pada Aditya. "Pak, selama malam lalu makan bersama anak-anak di sky dining ya pak? bagus ya pemandangan disana?" tanya Marisa. Eki dan Lira memutar bola mata mereka, niat juga ni anak nanya! kalaupun itu pak Aditya memangnya apa urusan Marisa?
"Hmmm Selasa malam? anak-anak siapa?" tanya Pak Aditya dengan muka datar. "Sepertinya anak-anak panti asuhan, aneh juga mereka boleh naik, setahu saya hanya sudah berumur 17 tahun ke atas saja yang boleh naik." ujar Marisa memancing Pak Aditya. "Oh ya? Lalu apa hubungannya dengan saya Marisa?" tanya Aditya. "Oh.. eh.. hubungannya..mmm.." Marisa bingung menjawab. Lira dan Eki menyikutnya lalu menggelengkan kepala. Aditya menatap ponselnya yang bergetar menandakan ada panggilan telepon. Dilihatnya layar ponsel, tertulis "Mine (milikku)" nama yang dipakainya ketika menyimpan nomor Raissa di ponselnya. Aditya mengerutkan kening. Raissa biasanya hanya mengirimkan pesan, kalau sampai menelepon pasti ada sesuatu yang penting. "Saya permisi duluan, saya harus mengangkat telepon ini." kata Aditya lalu keluar ruang rapat dan menuju ruang kantornya. "Bu Ade, tahan telepon dulu ya, saya hendak menerima telepon penting!" kata Aditya pada Bu Ade lalu menutup pintu kantornya. Begitu pintu tertutup, Aditya langsung menekan tombol terima telepon. "Ya Raissa?" jawab Aditya. "Halo Mas, aduuh syukurlah diangkat! Eh,Mas sedang sibuk tidak? Aku mengganggu ya?" cerocos Raissa begitu Aditya menjawab. Aditya ingin bersorak kegirangan, tetapi tidak bisa karena bisa terdengar orang lain. Ia hanya membusungkan dadanya dan tersenyum sendiri. Hatinya berbunga-bunga. "Halo.. Mas Aditya? Mas lagi rapat ya? kok diem aja?" kata Raissa lagi. "Sudah selesai rapatnya, aku cuma sedang meresapi cara kamu manggil aku Mas.. Makasih Raissa karena menerimaku apa adanya."kata Aditya lirih. "Ya ampyuunn.. aku tersipu-sipu loh Mas.. eh kok jadi aku kamu ya sekarang?"kata Raissa sambil geli sendiri. "Nanti juga biasa, aku senang kok!" kata Aditya. "Hehehe.. oh ya. hampir lupa!! barusan Briptu Agus datang, lalu tiba-tiba dia dipanggil oleh kepolisian, katanya si topi biru muncul di RS dan menyuruhku untuk berhati-hati kalau ke RS agar tidak sendirian atau lebih baik jangan ke RS dulu. Lalu aku ingat Asya dan Peni akan kesana sore ini, mungkin ada beberapa karyawan lagi juga yang akan menjenguk, tapi mereka tak bisa kuhubungi karena jam segini biasanya jam sibuk. Ya sudah, kuhubungi bosnya saja hehehe."kata Raissa panjang lebar. "Untuk apa Briptu Agus ketempatmu?" tanya Aditya. "Issh..dari sepanjang itu penjelasan ku yang diingat hanya Briptu Agusnya? Aku juga tidak tahu kenapa dia ke rumah, sudah ditolak berkali-kali tetap gigih, tadi pun sampai mau menungguiku agar bisa mengantar bekerja, padahal aku sudah berhasil menghindari ajakan sarapan bersama. Untung saja ada berita dari kepolisian, Briptu Agus langsung menghilang dalam sekejap! Legaaa.. tapi berita yang membuatnya pergi itu yang bikin aku cemas." kata Raissa. "Hmmm baiklah, akan kubuat pengumuman, tapi aku tidak bisa melarang mereka kesana Sa, hanya saja menghimbau untuk hati-hati. Aku akan menelepon Briptu Agus juga untuk meminta keterangan kabar terkini." kata Aditya. "Nah, begitu lebih baik. Kalau begitu, aku mau mandi dan berangkat bekerja. Sampai bertemu lagi Mas! Daahh!" kata Raissa. "Makasih ya Sa. Kamu juga berhati-hati ya, walaupun tidak ke rumah sakit." kata Aditya. "Ya Mas! Daah!!"jawab Raissa. "Daahh!" balas Aditya dan menutup telepon setelah Raissa menutup duluan sambungannya. Lalu Aditya segera menghubungi Briptu Agus. "Ya Pak Aditya?" jawab Briptu Agus. "Saya dapat kabar dari Raissa, si topi biru kembali ke RS? bagaimana kondisi disana? Apakah karyawan saya baik-baik saja?" tanya Aditya tanpa basa-basi. "Benar pak, kami masih menyelediki, Nona Liza baik-baik saja, keamanan tetap ketat seperti biasa. Kami tidak mau kecolongan seperti kemarin. Buronan hanya terlihat diparkiran oleh 3 orang perawat yang baru pulang jadwal malam. Dan memang terlihat dari CCTV RS juga, hanya saja buronan tidak dapat masuk ke RS karena ketatnya pengamanan dan segera kabur begitu terlihat oleh ketiga saksi mata." jelas Briptu Agus. "Kalau begitu, apakah saya harus melarang karyawan saya untuk ke RS?" tanya Aditya. "Untuk saat ini belum perlu pak, walaupun dapat dihimbau untuk berhati-hati, jangan keluyuran sendirian."kata Briptu Agus. "Baiklah kali begitu akan segera saya buat pengumuman untuk seluruh karyawan. Terimakasih atas laporannya Briptu." kata Aditya hendak menutup sambungan telepon. "Ehm pak, maaf kalau saya boleh bertanya, Apakah bapak dekat dengan Raissa?" tanya Briptu Agus dengan ragu. Aditya hanya tersenyum walaupun Briptu Agus tidak dapat melihat seringainya. "Ya cukup dekat, kami semua dekat disini, karena sudah seperti keluarga besar, dan kalau ada info sepenting ini sudah seharusnya saya tahu bukan?" balas Aditya. "Ah ya.. benar pak! bagus itu! Pertahankan!! maksudnya bukan menyuruh bapak.. ehmm.. yah.. bapak tahulah maksud saya hahahah!" ujar Briptu Agus terbata-bata. "Ya memang saya bermaksud untuk mempertahankannya! selamat siang Briptu, saya harus kembali bekerja. Selamat menjalankan tugas!" kata Aditya lalu memutuskan sambungan telepon. "Maksudku mempertahankan Raissa" kata Aditya sambil terkekeh sendiri. Lalu ia segera berdiri dan membuka pintu dan berjalan ke meja Bu Ade. "Bu Ade, buat pengumuman agar setiap karyawan yang ke RS harus sangat berhati-hati karena baru saja didapati Si topi biru berada di lingkungan RS, ini sudah penampakan kedua." kata Aditya. "Ya ampun, baik pak segera saya buatkan, apa sebaiknya dilarang dulu pak? Keadaan Liza bagaimana?" tanya Bu Ade prihatin. "Menurut kepolisian masih belum perlu, keamanan sudah mereka perketat, kondisi Liza juga membaik terakhir yang saya dengar dan si topi biru kali ini tak berhasil masuk ke RS. Untuk penjagaan mereka bagus, hanya saja lama sekali penjahat satu ini tertangkap." kata Aditya sedikit kesal. "Iya, semoga kali ini mereka dapat titik terang identitas si topi biru sehingga segera tertangkap." kata Bu Ade, lalu ia secepatnya mengerjakan apa yang diminta atasannya itu. Setelah selesai dan mendapat persetujuan Aditya, pengumuman itu langsung disebar melalui jaringan kantor. Semua PC dan laptop karyawan menerima peringatan tersebut. Alex juga menerima pengumuman tersebut. Ia langsung pergi menemui Asya yang sedang berada di ruang treadmill bersama dr. Faisal. "Pagi dok, Maaf ya, saya menganggu sebentar, mau bertanya pada Asya... Sya nanti sore kamu jadi jenguk Liza?" tanya Alex yang pertama berbicara dengan dr. Faisal dan tanpa menunggu jawaban langsung beralih ke Asya. "Ya, nanti sore bersama Peni. Mau ikut?" tanya Asya kembali. "Biar aku antar!" kata Alex. "Loh, bukannya ada praktek?" tanya Asya bingung. Ku undur sejam, aku hanya antar saja, nanti kalau sudah selesai praktek ku jemput lagi ya? si topi biru beraksi kembali. Untungnya kali ini tidak sempat masuk ke RS. barusan Aditya membuat pengumuman agar berhati-hati. Perasaanku tidak enak saja." kata Alex. "waduuhh, ini sudah yang kedua kalinya dia ke RS." kata Asya. "Oh, yang sedang buron itu ya sus, ngeri ya? saya dengar beritanya di TV , muncul lagi dia? semoga cepat tertangkap hosh..hosh..." kata si pasien yang sedang dilakukan test treadmill ikut berbicara. Dan akhirnya sambil test, dr. Faisal, Asya dan si pasien membicarakan si topi biru, yang entah mengapa membuat semangat pasien berkobar sehingga hasil testnya maksimal. Alex kembali ke ruang kerjanya sambil berpikir supaya pasien semangat treadmill, harusnya setiap pasiennya bisa disuguhi gosip, pasti hasil testnya bagus semua, paling tidak mencapai target lah.
Sementara itu Raissa sudah sampai di depan gedung dengan menggunakan ojek online langganannya. Buru-buru Raissa masuk ke gedung, ingin memberitahu Asya dan Peni secara langsung, dan juga berharap dapat bertemu Aditya walaupun dari jauh. Namanya juga orang kasmaran, tidak memperhatikan keadaan di sekelilingnya. Si topi biru, yang sudah berpindah dari RS ke sekitar gedung, mengamati Raissa dari kejauhan. "Dimana rumahmu? Kenapa selalu naik ojek, giliran naik busway, tidak pernah sendirian lagi. Ayolah pulang sendirian naik busway, biar aku bisa mengikuti. Penasaran aku padamu!"ujarnya dalam hati. Ia merasa senang polisi kembali memusatkan perhatian dan penjagaan di sekitar RS, sehingga gedung ini sudah tidak mereka awasi lagi. Taktik pengalihannya berhasil. "Polisi-polisi bodoh!!" kata si topi biru dalam hati. Ia kembali berjalan mengitari kompleks gedung itu agar tidak ada yang memperhatikannya sambil menantikan Raissa keluar dari gedung setelah selesai bekerja. Ia kini hanya berjalan santai tanpa beban dan tanpa menarik perhatian orang lain.