Diva masih terkesiap, menyentuh dadanya yang masih berdebar. Sekali lagi ia menatap nanar pintu tertutup yang ada di hadapan nya sebelum ia memaling kan wajahnya dan berlalu pergi.
Mengapa Rio sangat menakutkan? Intonasi nya yang dalam mengisyaratkan kesungguhan di dalam nya. Kesungguhan ingin membunuh nya.
Dia memang tidak pernah akrab dengan Rio, bahkan sedari dia kecil. Lebih tepatnya, Rio yang selalu menjaga jarak dan sangat acuh kepadanya. Lelaki itu sama sekali tidak pernah mengatakan alasan nya mengapa ia bersikap seperti itu.
Rio sangat susah untuk di gapai.
Diva tersenyum saat mata nya bertabrakan dengan mata Salsa. Wanita itu turut membalas senyum nya.
Diva mendekat pada wanita itu, dia masih sibuk dengan adonan baru untuk brownies nya. Menggantikan adonan brownies yang jatuh ke lantai karena ulah abang nya.
"Ada yang bisa Diva bantu gak bun?" Tanya nya lembut.
Salsa mengadah menatap anak bungsunya itu. Kemudian tersenyum, "Gak ada sayang, ini udah selesai kok. Tinggal di masukin ke oven"
Diva mengangguk.
Ia melirik ke brownies yang tadi sudah ia ambil sedikit untuk di cicipi. Seketika bayangan cokelat meleleh dan lembutnya tekstur brownies itu kembali mendorong nya untuk memakan brownies cokelat itu.
"Kalau mau lagi, makan sayang. Tapi keluarin dulu dari loyang nya" Seru Salsa yang memergoki anak gadisnya itu.
Diva terkekeh menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Boleh bun?"
"Kenapa enggak? Kan bunda buat itu untuk kamu"
"Hm, nanti aja bun" Diva kembali menatap Salsa yang tengah memanaskan oven. "Biar Diva aja sini bun, yang masukin ke oven" Tawarnya.
"Iya. Sebentar ya" Salsa bergerak menuangkan adonan tersebut ke dalan loyang. Kemudian menyerahkan nya kepada Diva.
Diva menerima loyang berisi adonan brownies tersebut. Tangan jahil nya mencolek adonan yang belum masak itu kemudian memakan nya.
"Diva itu belum mateng lho" Salsa menggelengkan kepalanya, melihat kelakuan Diva barusan.
Diva terkekeh dengan wajah tak berdosanya.
Dengan perlahan Diva membuka oven tersebut. Dengan menggunakan alas di tangan nya dengan hati-hati gadis itu meletakan loyang kedalam oven, lalu menutupnya kembali.
Sementara Salsa mengambil sebuah piring ceper. Kemudian ia memindahkan brownies untuk Diva ke piring ceper tersebut dan memotong nya menjadi beberapa bagian.
Diva mendudukan diri menghadap ke arah Salsa. Menatap tak sabar brownies yang diperuntukkan untuk dirinya.
Setelah selesai, Salsa menyodorkan piring ceper itu kepada Diva. Diva pun menyambutnya dengan sangat antusias. Dan langsung memakan nya.
"Bunda harus cobain. Ini enak banget bun" Ucap Diva dengan mulut penuh.
Salsa menggeleng tertawa kecil dan mengambil sepotong brownies dan mencicipi nya. Ia mengangguk setuju, benar kata Diva brownies buatan nya ini sangatlah enak.
"Bunda gak ada niatan mau buka toko kue? Brownies ini bisa jadi menu utama lho bun"
"Bunda sebenernya udah ada niatan mau buka toko kue, tapi bunda masih gak pede"
"Ih bunda. Sok sok an gak pede" Kekeh Diva. "Bunda harus pede dong, nanti Diva bantuin buat promosi"
"Liat nanti aja"
Diva hanya mengangguk, kemudian memakan dengan lahap kembali brownies itu.
"Assalamualaikum" Ucap Alvin, pria paruh baya itu tersenyum menatap keduanya. Dan perlahan mendekati mereka.
"Waalaikumsalam" Jawab Diva dan Salsa kompak. Keduanya ikut tersenyum menyambut kedatangan pria berusia setengah abad itu.
"Papa cariin di ruang tamu, gak taunya kalian disini" Alvin melonggarkan dasi yang mengikat lehernya.
"Iya. Soalya aku lagi buat brownies" Ujar Salsa. Wanita itu menghampiri Alvin dan membantu suaminya untuk melepaskan jas kerja nya. Kemudian mengambil alih tas jinjing milik Alvin dan membawanya ke kamar.
Tinggalah Alvin dan Diva. Mengingat niatnya yang ingin merajuk dengan Alvin, Diva merubah raut wajah nya terlihat murung dengan mencebikan bibirnya.
"Kenapa anak papa kok mukanya di tekuk gitu? Jelek tau Div" Ledek Alvin. Ia pun menarik kursi mendudukan diri di hadalan Diva.
"Ish papa! Aku lagi ngambek tau sama papa"
"Lho? Ngambek kenapa?" Alvin merengut bingung. Pria itu melirik brownies cokelat dihadapan Diva dan mengambilnya.
"Papa ih! Itu punya aku" Sungut Diva.
"Oh, pelit nih sama papa nya?" Kekeh Alvin.
"Itu lho pa, anaknya ngambek. Kamu sering kerja waktu weekend jarang luangin waktu libur kamu buat dia" Jelas Salsa yang datang dari arah tangga setelah meletakan tas Alvin di kamar mereka.
Alvin tersenyum hangat, "Papa sibuk sayang. Iya deh papa minta maaf, kamu mau liburan emangnya? Mau kemana hm?"
Raut wajah Diva seketika berubah 180 derajat, "Beneran pah?! Yes! Hm, tapi kemana ya?" Diva terdiam nampak menimang lokasi yang tepat untuk dirinya dan keluarganya menghabiskan waktu libur bersama.
"Saran Bunda sih mending ke pantai aja, kamu kan suka main air Div" Tukas Salsa. Gadis itu telah mengambil posisi duduk di samping Alvin yang sedang sibuk melahap brownies cokelat yang tadinya punya Diva itu.
"Nah! Papa setuju sama bunda. Kamu kan kayak kecebong, gak bisa jauh dari air" Kekeh Alvin.
"Papa ih! Stop ledek aku dong pa! Nanti aku ngambek beneran nih" Sungut Diva. "Tapi aku pengen nya ke Dufan Pa! Kayaknya udah lama deh aku gak kesana" Lanjut nya
Alvin menganggukan kepalanya, "Itu sih terserah kamu, papa ikut aja" Ucap Alvin dengan mulutnya yang masih sibuk mengunyah brownies.
"Papa kok brownies aku di habisin?!" Pekik Diva.
"Hehehe, papa laper Div"
***
Pukul 19.53 suasana rumah keluarga Ishara nampak ramai di salah satu ruangan, ruang keluarga tepatnya. Lampu ruangan itu nampak sangat terang berbeda dengan lampu ruangan lain nya yang nampak temaram.
Terlihat Salsa yang berulang kali menatap kesal ke arah Diva. Ia cemburu pada Diva yang berada di sisi kanan Alvin sedang bergelayut manja di lengan pria itu.
Posisi keduanya sangat menyulitkan dirinya untuk memonopoli Alvin, ia tidak bisa bergelayut di sebelah kiri Alvin karena posisi Alvin yang sedikit menyerong menghadap Diva dan memeluknya.
Seharusnya dia yang disana.
Anak itu memang manja, karena dia anak bungsu di keluarganya.
Salsa melirik keduanya yang menatap lurus ke layar datar televisi yang ada di hadapan mereka.
"Diva! Gantian dong, bunda juga mau sama papa" Keluh Salsa masih merengut.
Diva menoleh ke arah Salsa dengan senyuman meledek nya. "Pa, ada yang cemburu tuh"
"Kamu tuh ngeledek bunda nya mulu" Kekeh Alvin.
"Hish!" Cebik Salsa. Ia berusaha fokus menyimak tayangan yang disuguh kan di depan nya. Tangan nya melipat didada, dahinya merengut nampak kesal.
Film sekuel bergenre action berjudul Now You See Me menjadi pilihan mereka, atas usul Diva tentu nya karena itu salah satu film action kesukaan gadis itu.
Sesekali Diva terkekeh melihat Salsa yang nampak jelas kekesalan nya lantaran cemburu, sudah seperti anak kecil yang memperebutkan perhatian dari papanya.
Hm, suami Salsa juga.
Adegan demi adegan berlalu, sudah hampir 1 jam film itu terputar, tapi rasa cemburu Salsa masih terlalu besar dan belum larut.
Alvin yang memiliki tingkat kepekaan yang tinggi itu, membenarkan posisinya. Menghadap lurus kedepan dan melepaskan pelukan Diva, tapi ia membiarkan Diva yang masih pada posisinya, bergelayut di lengan kirinya.
Pria itu sedikit bergeser mendekat ke Salsa, dan mengamit tangan wanita itu seraya di genggam nya.
Alvin berbisik pelan,"Udah jangan merengut gitu, nanti jelek" Lalu, mengecup mesra pipi Salsa.
Blush
Pipi Salsa langsung memerah sebagai akibatnya. Ia tersenyum malu dan memukul pelan lengan Alvin.
"Ih kalian ngapain!" Pekik Diva saat sadar Alvin sudah tidak di sisinya, memeluknya.
"Papa ga boleh! Sama aku aja"
"Udah, gini aja. Kamu ga boleh egois Div"
"Hish!" Diva mendengus. Sekarang giliran Diva yang merengut kesal.
Suara langkah kaki terdengar, berderap turun dari arah tangga. Munculah sosok Rio lengkap dengan jaket hitam dan blue jeans yang ia kenakan. Di bahunya terdapat jaket yang ia sampirkan.
Rio nampak acuh dan melewati ruang keluarga begitu saja tanpa menoleh sedikit pun ke arah mereka yang saat ini tengah menatap ke arahnya. Berbeda dengan Diva yang nampak takut-takut menatap ke arah nya dan memilih memalingkan wajahnya kembali ke arah televisi.
"Mau kemana yo?" Ucap Alvin menginterupsinya.
"Keluar..." Balas Rio yang terdengar sayup bersamaan bayangan lelaki itu yang hilang di balik pintu, ia tidak berhenti atau sekedar menatap papanya.
Alvin mendengus, sementara Salsa menghembuskan nafasnya perlahan. Mereka saling menatap sebelum akhirnya kembali melanjutkan film itu.
"Abang kamu keluar. Kamu enggak malem mingguan?" Tanya Alvin.
"Enggak pa" Sahut Diva. Bagaimana mau malam minggu dengan Fabian, pertemuan terakhir mereka saja berujung pertengkaran.
Entahlah dia malas membahas Fabian.
"Kenapa? Kalian marahan?" Sambung Salsa.
"Gak tau"
"Marahan?" Alvin kembali bertanya.
Diva berdecak, mood nya berubah 180 derajat saat mendengar nama Fabian.
Gadis itu bangkit, tanpa sepatah kata apapun ia pergi meninggalkan kedua orang tua nya yang menatap bingung ke arah nya.
"Papa salah ngomong ya bun?"
Salsa mengangkat alisnya, mengedikan bahunya tak tahu.
Diva menutup pintu kamarnya, seraya menguncinya. Ia membaringkan tubuhnya di kasur. Menatap lurus ke arah langit-langit.
Tangan nya meraih boneka Stitch kecil, dan memeluknya.
Ia bingung harus apa, sebenarnya dia masih sangat menikmati film tadi. Tapi bunda dan papa nya menyerbu pertanyaan kepada nya yang membuat suasana hati gadis itu berubah.
Diva membalikkan badan nya menghadap kiri, mencoba memejamkan matanya.
Gagal
Berbaik 180 derajat ke sisi kanan, dengan masih memejamkan matanya. Tangan nya memeluk erat boneka itu.
"Arghh!" Geram nya.
Merasa usaha nya untuk tidur gagal, ia memilih duduk di sisi kasur dan melempar asal boneka ke kasur.
Matanya menelusur ke arah nakas mencari sesuatu. Tangan terulur memindahkan barang yang ada disana, tapi barang yang di carinya tidak ada.
Ia menarik laci di dekatnya, ternyata di sana ponselnya. Diva mendesah kecewa saat ponsel tersebut ternyata dalam keadaan habis baterai. Niatnya ingin membuka sosmed di ponsel milik nya ia urungkan.
Dengan malas ia meraih charger ponselnya dan mecoloknya ke stop kontak.
Layar ponsel nya menyala menayangkan logo apel yang sudah tergigit disana. Ia menyalakan nya.
Bermain sambil mencharger di pilihnya, untuk mengurangi rasa suntuk.
Mata nya membelalak sempurnya saat melihat notif dari Fabian. Setengah penasaran ia membuka notifikasi tersebut. Ada pesan yang Fabian kirim kan padanya.
From Fabian :
Jgn lupa istirahat
Mata Diva menyipit, membaca lagi pesan itu. Fabian mengingatkan nya untuk istirahat.
Tumben sekali.
Diva langsung menggigit bibirnya melihat waktu saat Fabian melihat pesan itu.
Kemarin
Gadis itu menepuk keningnya, ia merutuki sikap bodohnya karena tidak mengisi daya ponselnya saat itu. Alhasil, terdapat sekitar 10 pesan yang ternotif atas nama Fabian. Diva kembali menscroll chat dari Fabian
From Fabian :
Dh tdur ya lo?
woi
Ck, smbng bgt ga bls chat gue
Dahlah gue ngntk
Dan masih banyak lagi pesan yang pria itu kirim kan untuknya. Senyum tipis terbentuk di bibirnya. Mungkin ini pesan terbanyak yang Fabian kirim selama mereka pacaran. Tapi, selanjutnya mata Diva kembali terbelalak saat melihat pesan yang Fabian kirim sekitar 20 menit yang lalu
From Fabian :
*send you picture*
Gue di dpn rmh lo nih, buruan!
Fabian? Didepan rumahnya? Tunggu-tunggu, Diva membuka foto yang Fabian kirimkan. Disana terdapat dua tiket bioskop Toy Story 4 dengan latar belakang stir mobil. Dari jepretan foto itu pertanda kalau Fabian sedang menunggu di depan rumah nya. Diva menutup bibirnya menahan pekikan.
Fabian mengajaknya nonton.
Tbc.
Yuhuu aku kembali, ada yg kangen aku gak:( oke gais next chap kalian bakal ketemu lg sama Fabian siapin emosi kalian ok?