webnovel

PORTA LOKA : Land of 12 Gates

Volume 1: Major Hiroki Kazo, seorang anak laki-laki berumur empat belas tahun, berambut biru perak dan memiliki mata merah seperti batu Ruby. Ia hidup bersama kakaknya Arga dan juga ayahnya di pemukiman kumuh bernama Aras. Kehidupannya biasa saja dan tampak normal sperti anak-anak pada umumnya, walaupun mereka serba kekurangan. Hingga suatu hari kakaknya memberi sebuah buku yang mengisahkan tentang sebuah Negeri dari dimensi lain bernama Porta Loka. Kazo hanya menganggap itu sebagai dongeng biasa. Sampai suatu ketika, seorang gadis berpakaian nyentrik mendatanginya dan mengatakan bahwa Porta Loka itu nyata. Dia adalah seorang Penjelajah Arya. Kazo tidak ingin percaya, sampai sebuah peristiwa besar membuatnya harus percaya bahwa Porta Loka itu nyata. Dan semenjak hari itu, kehidupan Kazo yang normal berubah total. Dirinya harus menghindari kejaran Penjelajah Arya yang terus memburunya atas perintah dari Raja negeri tersebut. Kazo lalu pergi bersama Arga dan ayahnya menuju Porta Loka, mereka dibantu oleh Edward Kyuron, Penjelajah Rania yang selama ini sudah menetap lama di Bumi. Mereka melalui banyak rintangan dan halangan oleh Penjelajah Arya yang terus memburu mereka saat melewati Verittam. Volume 2

Harny_Deidara · Fantasi
Peringkat tidak cukup
219 Chs

Chapter 28 : Jupiter Bamberda Vs Galileo Flow

Empat hari yang lalu di jalan masuk Verittam.

Bam terus mengejar langkah pria bertubuh gempal itu dengan langkah gesit dan cepat. Lapisan es milik Kazo sudah mencair sepenuhnya karena anak itu sudah menjauh dan berada di dalam Verittam. Namun elemen tanah milik Kyuron masih cukup membantu para Penjelajah yang sedang bertarung. Orang tua itu kini sedang berdiri di depan benteng yang ia buat untuk melindungi tubuh Saiga agar tidak terkena serangan.

Bam terus mengejar Flow yang masih menghindari semua serangannya dengan tawa mengejek. Ia berkali-kali menembakkan pelurunya yang langsung berdesing dan menimbulkan ledakan yang menghancurkan tembok-tembok di sekitar Verittam. Namun ia tetap berhati-hati agar pelurunya tidak mengenai pintu masuk dan menghancurkan mantra yang dibuat oleh Kyuron.

Flow masih terus menghindari anak berambut merah itu yang terus mengejarnya tanpa ampun. Wajah gempalnya terlihat memerah karena marah dan juga lelah karena terus berlari. Ia melirik melalui celah bahunya, sesaat ia terkesiap dan langsung berbalik dengan cepat. Flow melayangkan kapaknya tepat saat Bam sedang mengubah dan mengganti longsongan pelurunya.

Anak itu terkejut sesaat, namun dengan gesit ia langsung meloncat ke samping. Tepat saat kapak itu menancap pada bongkahan tanah milik Kyuron dan langsung membelah dan menenggelamkannya. Suara tanah yang terbelah dan tenggelam itu terdengar menggaung dan bergelegak. Bam menatap itu dengan pandangan waspada sekaligus kagum. Tanah milik Kyuron itu tebalnya hingga ratusan meter, namun kapak milik pria itu bisa langsung menghancurkannya hanya dengan sekali serangan.

"Fiuh.."

Bam berdiri di salah satu bongkahan tanah yang lain sambil menatap pria bertubuh gempal itu yang sudah kembali menangkap kapak miliknya.

"Benda yang sangat tajam." serunya.

Pria gempal itu menyeringai kasar. "Kau akan bisa melihat yang lebih hebat dari ini nak. Kapakku bahkan bisa menembus benda keras dan setebal apapun, jadi jangan meremehkannya."

Bam terlihat tersenyum sambil mengacungkan dua senjata kembar di tangannya. "Kita ini sama-sama Arlo, dan aku tidak pernah meremehkan senjata yang dimiliki para Arlo. Yang membedakan hanya bagaimana kita bisa menggunakan dan berkomunikasi dengan senjata kita masing-masing."

"Itu benar. Aku juga penasaran dengan senjatamu yang sepertinya tidak hanya tajam dan bisa meledakkan." ungkapnya sambil menatap pada dua pistol panjang milik Bam.

"Memang. Semua senjata Arlo itu sudah dimodifikasi sesuai dengan gaya dan kemampuan pemiliknya. Jadi, kalau kau penasaran kenapa kau tidak mencobanya sendiri. Dan berhenti berlari."

"Hahahah... Kau pikir aku lari karena takut? Kau pikir aku tidak punya strategiku sendiri? Anak kecil sepertimu berani sekali menghinaku."

"Aku memang anak kecil dan jauh lebih muda darimu. Tapi kau harus ingat, pengalaman kita itu sama." Sahut Bam dengan nada percaya dirinya.

Pria itu kembali tertawa menyeringai."Benarkah? Tapi sepertinya tidak begitu."

Tepat setelah pria bernama Flow itu mengakhiri kalimatnya. Suara benda retak terdengar dari tempat Bam berpijak. Anak itu terbelalak dan terperangah saat tiba-tiba tanah yang dipijaknya hancur dan terbelah. Bam menatap berang sambil mencoba mencari tempat untuk berpijak, namun terlambat, tanah itu sudah hancur dan hampir tenggelam dengan membawa tubuh Bam di atasnya.

Tidak menyia-nyiakan kesempatanya, Flow langsung meloncat dan mengayunkan kapaknya pada anak itu. Bam tidak sempat melakukan apapun kecuali menahan dan menghalau tebasan kapak itu dengan dua senjata ditangannya.

Serangan itu membuat Bam semakin terjun ke bawah dengan kecepatan tinggi dan tubuhnya langsung menghantam permukaan air laut yang dingin.

BYUR

Tubuhnya yang terjatuh menimbulkan suara keras dan gejolak air laut yang menyembur setinggi hampir tiga meter. Flow menatap pada permukaan air laut yang bergolak di bawahnya. Ia kini berpijak di salah satu jalan menuju Verittam yang sudah hancur setengahnya.

Flow tampak tersenyum sinis karena rencananya berhasil saat ia membuat retakan pada tanah-tanah yang dipijaknya ketika ia menghindari serangan dari Bam.

Namun pria bertubuh gempal itu tetap tidak tersenyum puas. Ia kembali melihat ujung kapaknya yang terlihat sedikit pecah dan retak. Pria itu berdecak geram. Kapaknya yang bisa menembus benda keras dan setebal apapun itu kini terlihat cacat saat ujungnya menyentuh dua senjata api milik Bam.

"Sial, terbuat dari apa sih pistolnya itu." gerutunya dengan geram.

Di bawah sana Bam masih berusaha menahan laju tubuhnya yang terus menerus terjun ke dasar lautan. Dia memaki dirinya sendiri karena lengah dan tidak melihat jika pria gempal itu sudah membuat retakan pada tanah-tanah milik Kyuron. Sial!

Tenggorokannya sudah semakin tercekat dan tercekik karena kehabisan nafas. Ditambah dengan air laut yang sedikit demi sedikit memenuhi tenggorokannya terasa begitu sakit dan menyesakkan. Air laut itu benar-benar terasa membekukkan tubuhnya, karena sisa es milik Kazo sudah mencair dan membuat air laut itu menjadi lima kali lipat lebih dingin.

Tapi dia tidak ingin mati sia-sia di sini. Gelarnya sebagai Penjelajah termuda dan bisa menaklukkan tujuh gerbang di usianya yang masih lima belas tahun bukanlah hanya omong kosong. Dia mendapat gelar itu tidak mudah dan harus mempertaruhkan nyawa untuk meraihnya. Itulah kenapa dia tidak ingin mati konyol hanya karena air laut dingin yang menenggelamkan tubuhnya.

Bam sekuat tenaga menahan laju tubuhnya. Dua senjatanya itu memang berat, selama ini Bam bisa dengan mudah menggunakannya karena sudah terbiasa. Namun di bawah air benda itu akan menjadi tiga kali lebih berat. Tapi senjata itu juga bukan hanya sebuah pistol yang bisa menembus dan meledakkan sasarannya, pistol itu sudah dimodifikasi dengan kebutuhan dan kegunaan yang lebih luas.

Bam menatap dengan tajam lalu menekan beberapa tombol pada dua pistolnya. Dia harus menyimpan tenaganya dan menjaga tubuhnya tetap sadar untuk melakukan ini. Bam lalu menarik pelatuknya, dan dengan tenaga yang tersisa ia lalu menyentakkan benda itu dengan gerakan kuat. Pandangannya sudah mulai kabur dan tubuhnya sudah lemas sekali, Bam berharap gerakan yang ia lakukan tadi bisa berhasil.

Dan tepat saat tubuhnya yang melemah, dua buah api muncul dari ujung laras senjata apinya dan langsung menembakkan tubuh Bam ke atas seperti roket dengan kecepatan tinggi. Hanya dalam hitungan beberapa detik, anak itu terpental keluar dari air dengan tubuh lunglai dan baju yang sudah hampir habis terbakar. Tubuhnya hampir kembali menghantam permukaan air jika Kyuron tidak segera menangkap dengan elemen tanahnya. Bam mengerang keras sambil terbatuk hebat dan memuntahkan seluruh air ditenggorokannya.

Anak itu masih mengatur nafasnya sesaat, lalu melirik pada Kyuron dan mengacungkan jempol ibu jarinya sebagai tanda ucapan terima kasih karena sudah menyelamatkannya. Ia lalu menatap pada Flow yang berdiri di jalan Verittam yang rusak dengan senyum miringnya. Ia puas karena bisa melihat wajah pucat pria gempal itu yang terus menatapnya.

"Ada apa dengan wajahmu? Kau pikir aku akan mati semudah itu?"