Saat itu masih tengah malam, baru satu jam berlalu saat Glara menarik selimut dan memejamkan matanya. Tapi gadis itu kembali menggeliat tidak nyaman saat mendengar sayup-sayup suara seseorang yang cukup mengganggu. Glara langsung menutup telinga, karena takut mungkin itu Rusalka yang sedang bernyanyi untuk mencari mangsa.
Namun suara itu sangat dekat, bahkan terlalu dekat seolah berbisik tepat di telinga gadis itu. Glara mau tidak mau terbangun dari tidurnya, dia menatap berkeliling dalam kegelapan. Suara itu berasal dari luar gua yang tertutup daun pakis besar.
Gadis itu berjingkat pelan, memberanikan diri untuk melihat suara siapa yang terus menerus mengganggu tidurnya. Glara menyingkap daun pakis besar di pintu gua dan langsung membuat sinar bulan masuk menyeruak ke dalam.
Gadis itu memicingkan mata sesaat sambil menatap berkeliling pada hutan gelap di hadapannya. Tidak ada apapun di sana, semuanya terasa sunyi dan sepi seperti biasa. Hanya bunyi beberapa binatang malam yang tampak berkeliaran sedang mencari makan.
Glara kembali menutup daun pakisnya, ia tidak mau berlama-lama diluar karena takut jika ada makhluk lain yang mengetahui persembunyian mereka. Mungkin dirinya hanya salah mendengar, atau mungkin saat itu ia mendengar suara itu di dalam mimpinya.
Gadis itu hampir kembali melangkah menuju pembaringannya saat tiba-tiba sebuah suara bisikan dari balik pakis menyebutkan namanya dengan jelas.
"Glaraa.."
Bulu kuduk Glara langsung meremang, detak jantungnya sudah mulai meningkat. Gadis itu mulai ketakutan, bagaimana jika ada makhluk tak kasat mata lainnya yang ternyata mengetahui keberadaan mereka.
Gadis itu ingin berteriak, tapi dia takut makhluk itu akan mengetahui keberadaan keluarganya. Glara masih mematung tidak berani menoleh, sampai tiba-tiba sebuah tangan dingin dan pucat menyentuh lehernya perlahan. Gadis itu tercekat ketakutan.
"Glaraa.... Ini aku."
Gadis itu lalu membuka matanya ketika sebuah suara pelan dan mendayu itu tidak asing baginya. Perlahan gadis itu membalikkan badan, dan pertama kali yang ia lihat tetap membuat bulu kuduknya berdiri.
Sebuah tangan pucat tampak terjulur menembus daun pakis yang menutupi pintu gua. Glara memberanikan diri menyibak tirai pakis itu. Matanya kini langsung bertubrukan dengan sepasang mata gelap seorang anak laki-laki yang usianya tak jauh berbeda dengan Glara.
Wajahnya tampak pucat sekali, di belakangnya berdiri seorang anak perempuan yang juga berwajah pucat pasi. Namun entah kenapa hal itu justru membuat Glara menghembuskan nafas lega.
"Noah, Anna! Kenapa kalian bisa di sini?" seru Glara dengan nada suara tertahan.
Noah dan Anna adalah sepasang hantu kembar yang mendiami Kastil Seram tempat Sang Penguasa gerbang Nolan berada. Keduanya berteman dengan Glara saat usia Glara masih dua tahun.
Mereka bertemu saat keluarga Glara sedang melakukan perjalanan dari Nolan Selatan menuju Nolan Utara untuk mencari tempat perlindungan. Dan setelahnya dua hantu itu terus menerus menemuinya dan mengajaknya bermain.
Noah dan Anna tidak menjawab pertanyaan Glara dan hanya mengisyaratkan Glara untuk mengikutinya. Sejenak Glara ragu, ia menoleh pada Ayah, Ibu dan kakaknya yang masih terlelap. Namun Noah terus menarik tangan untuk mengikutinya.
"Mungkin tidak apa-apa jika hanya sebentar. Lagipula aku sudah lama tidak bertemu mereka," gumam Glara pada dirinya sendiri.
Glara lalu melangkah keluar mengikuti dua bocah hantu itu pergi entah ke mana. Glara tidak takut pergi selama Noah dan Anna ada bersamanya. Karena para hantu dan makhluk lain takut dengan dua bocah hantu itu, mungkin karena mereka berdua tinggal dengan Sang Penguasa di Kastil Seram.
Noah dan Anna tidak mengatakan apapun dan hanya menarik Glara yang menyusul di belakang mereka dengan nafas tersengal-sengal. Mereka bertiga menyusuri hutan yang berada di seberang danau.
"Noah, Anna! Kemana kalian akan membawaku? Ini sudah terlalu jauh," tanya Glara dengan wajah takut sambil menoleh ke belakang.
Dia sudah tidak ingat lagi jalan untuk kembali ke persembunyian keluarganya. Gadis itu berusaha menarik tangannya, tapi Noah mencengkeramnya terlalu kuat.
"Noah.."
"Glara kau harus segera pergi," ucap Noah akhirnya.
"Apa maksudmu, pergi ke mana? Berhenti Noah, aku ingin pulang."
"Tidak bisa, kau harus menyelamatkan diri."
"Menyelamatkan diri dari apa?" seru Glara tidak mengerti.
Saat itu tiba-tiba terdengar suara yang memekakkan telinga dan juga hembusan angin yang kuat, datangnya dari arah belakang.
"Berhenti Noah!"
Glara menarik tangannya dengan kuat, entah kenapa perasaannya menjadi tidak enak. Seperti sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Dan benar saja, sebuah bunyi ledakan tiba-tiba terdengar menggelegar, asalnya dari tempat persembunyian Glara dan keluarganya. Ditambah suara teriakan dan juga kepulan asap tampak membumbung di udara. Glara menatap dengan wajah tercekat.
"Ayah, Ibu, Kakak... Tidak!"
Glara langsung berlari cepat dengan wajah ketakutan. Dia tidak tahu jalan mana yang harus ia ambil, gadis itu hanya mengikuti kata hatinya. Yang dia pikirkan hanyalah keluarganya, apa yang telah terjadi pada mereka?
Bahkan gadis itu tidak mendengarkan saat Noah dan Anna terus memanggil namanya. Yang dia ingin hanyalah segera sampai ketempat persembunyian keluarganya.
Gadis itu berlari tunggang langgang menyusuri hutan gelap. Di tengah jalan dia berpapasan dengan beberapa makhluk yang sepertinya juga lari dari bahaya di depan sana. Tapi Glara tidak peduli, dan para makhluk itupun juga tidak menghalangi jalannya.
Glara sampai di seberang danau. Gadis itu berhenti dengan tubuh lemas dan wajah pucat. Mata sayunya menyapu pada pemandangan mengerikan di depannya.
Tempat persembunyian yang baru ia tinggalkan beberapa menit yang lalu kini sudah lenyap dan hancur. Kobaran api menghanguskan semua wilayah itu. Ujung tombak dan beberapa bebatuan dan pohon yang berhamburan menandakan bahwa mereka baru saja melakukan perlawanan.
"Ayah, Ibu.. Kakak... Tidak..."
Mata gadis itu membulat nanar saat ia melihat seorang pria yang mengenakan seragam seperti prajurit terlihat mencabut pedang dari perut kakaknya. Darah segar melumuri ujung pedang itu, sedangkan sosok yang terbaring itu kini sudah sudah teronggok menjadi mayat.
Glara yang melihat itu hanya terdiam marah. Kerongkongannya tercekat, seolah sesuatu mengganjal pita suaranya untuk berteriak. Tapi wajah dan air mata gadis itu sudah cukup untuk menjelaskan luka dalam yang kini sudah terpatri dilubuk hatinya.
Dimana Ayah dan Ibunya? Glara ingin berlari ke sana, ia ingin merengkuh tubuh dingin kakaknya. Tapi seseorang tiba-tiba membungkam mulutnya dan membawanya kabur. Glara berteriak tertahan sambil meronta-ronta.
Tapi pria itu tidak melepaskan dan langsung membawanya pergi tanpa mengatakan apapun. Glara tidak bisa melihat wajahnya, dia hanya melihat pria itu mengenakan baju kemeja panjang berwarna hitam seperti miliki Bangsa Rania.
Karena lelah dan kehabisan tenaga, Glara jatuh pingsan di pundak laki-laki itu. Dan saat ia terbangun, gadis itu sudah berada di distrik anak-anak hilang yang berada di Kota Agni.