webnovel

Malam Pertama

"Istri?" Wanita bergamis hitam itu menatap Alesha. "Bagaimana kamu bisa menikah tanpa memberitahu?"

"Kakak, bilang ada urusan pekerjaan di luar kota, kenapa tiba-tiba menikah?" tanya adik Abizar bernama Zahrah.

"Istrimu ...?" tatapan sinis Alesha dapat dari kakak ipar Abizar. Arum namanya.

Abizar sendiri memiliki dua saudara, kakak pertamanya laki-laki bernama Ansyar, sudah menikah dengan Arum dan memiliki seorang putri berumur lima tahun. Zahrah adik bungsu Abizar yang masih duduk di kelas dua SMA. Sementara Abizar sendiri anak kedua. Namun, kisah rumah tangganya tak berjalan dengan baik. Ia kehilangan sang istri saat mengalami kecelakaan dan istrinya meninggal dunia.

Alesha mendekat dan mencium takzim ibu mertuanya. Sebisa mungkin ia tersenyum manis.

"Kamu sudah makan, Nak?" tanya ummi Abizar.

Alesha mengangguk. Waktu perjalanan ke sini tadi dia memang memakan satu potong roti.

"Jika masih lapar, kita bisa makan bersama," ucap Ummi lagi.

"Maaf, Ummi, sebenarnya Alesha sudah kenyang," jawabnya lembut.

"Abizar, coba nasehati istrimu itu. Tutup rambutnya. Di sini kan, ada Mas Ansyar," ujar Arum yang memakai jilbab hitam segi empat panjang itu menatap tak suka ke arah Alesha.

"Arum, kamu ini. Alesha akan menyesuaikan dirinya nanti," ucap Ummi lalu meminta Abizar untuk membawa Alesha ke kamarnya.

Abizar mengangguk. Pasangan pengantin baru itu kini telah semakin menjauh dari tempat makan untuk menuju ke kamar.

"Mi, kenapa sih, dibiarkan saja Abizar menikah dengan gadis itu?" protes Arum.

"Emang apa yang harus Ummi lakukan? Mereka juga sudah menikah."

"Iya, tapi kita bahkan, tidak tahu mereka menikah di mana? Siapa gadis itu? Apa latar belakangnya?" Arum terus berkomentar.

"Ummi percaya pada Abizar, pasti ada alasan kenapa ia menikah diam-diam dan mendadak seperti itu."

"Ummi ini gimana sih? Harusnya pertanyaan dulu pernikahan mereka." Arum terlihat kesal.

"Kamu ini apa-apaan, sih? Kamu kenapa malah mendebat, Ummi?" Ansyar akhirnya menegur sang istri. "Abizar itu pihak laki-laki, dia gak butuh wali seperti pihak wanita."

Arum langsung terdiam. Wanita berusia 35 tahun itu tak berani berkata jika sang suami sudah angkat bicara.

"Zahrah, Arum, Ansyar, Ummi minta biarkan saja Abizar dan istrinya, jangan banyak bertanya-tanya dulu. Setelah kematian Anisya, Ummi baru kali ini melihat Abizar seperti hidup lagi."

"Baik, Ummi," ucap Zahra.

Sementara Ansyar hanya mengangguk dan Arum hanya diam saja.

"Dan untuk Abi, biar Ummi dan Abizar saja yang akan mengatakan semua ini."

***

Alesha yang baru saja selesai mandi dan masih mengenakan handuk, terkejut saat melihat Abizar yang baru masuk kamar sembari membawa ceret kecil berisi air minum.

"Astaufirullah," ucap Abizar sambil berusaha menutup matanya.

Sementara Alesha kembali lagi masuk ke kamar mandi dan menutup pintu.

"Maaf, aku gak tahu kalau kamu ...." ucap Abizar.

"Gak papa, aku yang salah harusnya aku memakai baju di kamar mandi saja," jawab Alesha.

Sebenarnya, apa yang tengah dua insan ini lakukan? Bukankah mereka pasangan suami istri? Namun, anehnya justru mereka tampak seperti orang lain.

"Kamu bisa mengambilkan bajuku di dalam koper?" tanya Alesha masih dalam kamar mandi.

"Baiklah, akan aku ambilkan," ucap Abizar sambil membuka koper bewarna ungu itu.

"Tolong ambilkan aku baju tidur, ya. Celananya panjang warna putih dan bajunya juga panjang warna putih dengan bunga-bunga kecil bewarna merah muda." Alesha memberikan petunjuk.

Abizar mulai membongkar isi koper untuk mencari baju yang Alesha inginkan. Namun, kini tatapan Abizar terpaku pada sepasang celana dalam dan BH bewarna hitam.

'Ya, Allah, kenapa melihat begini saja membuat tanganku bergetar?' batin Abizar.

"Apakah kamu juga membutuhkan celana dalam?" tanya Abizar karena melihat dalaman hitam itu.

Alesha yang berada di dalam kamar mandi, menutup mulutnya rapat.

'Sungguh sangat memalukan.' batinnya berbicara.

Gadis cantik berambut panjang itu menarik napasnya berkali-kali. Ini kali pertama ada pria lain yang melihat dalaman yang ia miliki. Jantung Alesha berdebar cukup kencang.

"Haruskah aku juga membawakannya?" tanya Abizar lagi memastikan.

Alesha menghela napas lalu berkata, "Bisakah kamu tutup mata saat meraihnya?"

"Apa? Bagaimana bisa aku meraihnya jika tutup mata?" protes Abizar.

"Baiklah, bawa sini. Tapi jangan coba-coba mengintipku." Ancam Alesha.

"Tenang saja, aku tak akan macam-macam."

Abizar mengetuk pintu, ia segera memejamkan mata dan menyodorkan pakaian Alesha. Gadis itu segera menutup pintu kembali sat sudah mendapatkan bajunya.

***

Mata Abizar enggan terpejam menatap langit-langit kamar. Ia bingung dengan apa yang ada dipikirannya saat ini dan apa yang ingin ia lakukan saat ini.

Sementara Alesha yang kini tidur di samping Abizar juga tak dapat memejamkan mata. Ia benar-benar takut jika akan terjadi sesuatu di antara mereka.

Abizar dan Alesha berbalik bersamaan, membuat mata mereka saling beradu.

"Aku ...," ucap mereka lagi-lagi bersamaan.

"Kamu duluan," ucap Abizar.

"Aku ... apakah kamu? Maksudku, apakah kita akan?" Perkataan Alesha membuat Abizar bingung.

"Kamu mencoba mengatakan apa?"

"Maksudku ... aku belum siap untuk ...." Alesha berkata lirih sambil menggigit bibirnya.

Abizar menatap mata Alesha, gadis yang selalu saja menangis saat bertemu dengannya itu kini berada di sisinya. Sejujurnya, jiwa laki-lakinya pasti ingin memeluk dan melakukan malam pertamanya saat ini. Setelah dua hari mereka tinggal di ruang sakit.

"Berikan aku sedikit waktu untuk bisa melakukannya," pinta Alesha. "Sampai aku benar-benar siap untuk menjadi istrimu."

Abizar hanya diam memandangi wajah sang istri yang terlihat cemas. Sebenarnya, Abizar sendiri pun tak bisa menahan detak jantungnya yang memompa darah begitu cepat. Sehingga menciptakan debaran yang tak terkendali.

"Apakah menurutmu aku akan memaksamu?" tanya Abizar berusaha menahan diri.

"Apakah kamu tidak akan ... maksudku, hal itu ...."

"Tenanglah, lebih baik saat ini pejamkan matamu dan tidur." Abizar lalu membalik tubuhnya membelakangi Alesha. Laki-laki berkaos putih itu menggigit kepalan jarinya sendiri karena menahan rasa yang tak terkendali.

"Kamu marah?" tanya Alesha lagi.

Abizar hanya menggeleng tak menjawab.

"Jika kamu tak marah, kenapa membelakangiku?"

Abizar hanya menggeleng tak menjawab lagi.

Alesha merasa bersalah. Namun, ia juga tak bisa memaksakan dirinya.

"Aku mohon tidurlah," ucap Abizar.

Namun, kali ini tak ada jawaban lagi dari Alesha. Membuat Abizar membalikkan tubuh dan melihat sang istri telah tidur dengan manisnya.

Entah mengapa, Abizar mendekat dan meletakkan lengannya di bawah kepala Alesha. Ia memandangi wajah sang istri dan menyelipkan rambut yang jatuh ke wajah Alesha.

Abizar mengecup pucuk kepala Alesha dan memejamkan mata. Tanpa sepengetahuan Abizar sebenarnya, sang istri belum tertidur.

Alesha membuka matanya dan menatap seorang pria yang baru ia kenal. Memperlakukan dirinya dengan begitu baik sebagai seorang wanita dan juga istri.

'Kenapa Excel tak bisa memperlakukanku dengan baik?'

Bersambung.