"Kenapa?" tanya Abizar terkejut dengan keputusan Alesha. "Bukankah semua ini terjadi karena kamu ingin berpisah darinya, bukankan semua ini karena kamu tak ingin menikahi laki-laki sepertinya!" protes Abizar.
Alesha yang kini duduk di atas tempat tidur, meremas kuat selimut putih yang ia kenakan.
"Kalau pada akhirnya kamu memutuskan untuk menikah dengannya. Untuk apa semua drama ini tercipta?"
'Drama. Apakah ia menganggap kesakitanku ini sebuah drama untuknya?' batin Alesha.
"Harusnya aku tak harus berbaring di tempat tidur selama dua hari karena pukulan anak buah mantan kekasihmu itu," ucap Abizar tak terima.
Sebenarnya, Abizar mengatakan semua itu bukan karena apa yang telah ia alami. Akan tetapi, karena ia tak ingin Alesha menikah dengan Excel. Entah mengapa, ia merasa tak rela jika hal itu sampai terjadi.
Alesha menahan air mata yang sedari tadi ingin terjatuh saat mendengar perkataan-perkataan Abizar padanya. Gadis cantik berambut panjang itu merasa disudutkan seketika.
"Kenapa kamu seperti tak menyukai akan keputusanku ini?" Alesah menatap Abizar.
"Karena ... karena aku tak bisa melihatmu menikah dengan laki-laki yang telah mengkhianatimu. Dia yang selalu membuat matamu basah. Aku tidak bisa," tegasnya.
"Kenapa? Apa urusannya denganmu? Kita juga tak memiliki hubungan apa-apa, jadi kenapa kamu harus tidak bisa menerima keputusanku?"
Abizar terdiam. Laki-laki berumur 29 tahun itu juga tak tahu kenapa ia bisa seperti itu. Setelah kepergian almarhumah sang istri tiga tahun yang lalu, baru saat ini ia merasa bahwa Alesha bisa membuatnya berdebar tak menentu saat melihat matanya. Membuatnya terluka saat melihat sorot matanya yang sendu.
"Sekarang pergilah, jangan pernah berurusan denganku ataupun Excel lagi, agar kamu tak celaka!" usir Alesah pada Abizar.
Abizar yang masih berdiri di samping tempat tidur Alesha, memutuskan untuk lebih dekat lagi pada gadis yang membuatnya tersenyum gila saat mengingatnya.
"Apakah kamu benar-benar akan menikah dengan Excel?" tanya Abizar lirih.
Alesha mengangguk. "Aku tak punya pilihan lain."
Abizar terdiam, kakinya mundur perlahan-lahan. Ia sadar bahwa mungkin perasaan yang ia miliki untuk Alesha hanyalah perasaan sepihak. Dan itu membuat Abizar melangkah menuju pintu.
Saat ia membuka pintu kamar, Tante Mutiara hendak masuk membuka pintu.
"Kenapa? Apa yang membuatmu berubah pikiran?"
"Aku tak bisa lari darinya sampai kapan pun, bahkan, karena dia sudah berani mencium bibirku."
"Apa?" Abizar terkejut.
Alesha menangis. Gadis itu sungguh merasa kotor dan ternoda setelah perbuatan Excel padanya. Mungkin untuk beberapa gadis lain tak masalah jika hanya berciuman. Akan tetapi, bagi Alesha ciuman bibir saja bisa merenggut segalanya.
Di kamar hotel itu. Excel pada awalnya ingin merenggut kesucian Alesha. Namun, melihat wajah Alesha ketakutan dan terus menangis membuatnya mengurungkan niatnya itu. Laki-laki yang merasa memiliki segalanya itu hanya berhasil mencium paksa Alesha.
"Aku akan menikahimu," ucap Abizar tiba-tiba.
"Apa?" ucap Alesha dan Tante Mutiara bersamaan.
Wanita bergamis maroon itu bergegas masuk mendekati Alesha dan Abizar.
"Kenapa kamu ingin menikahi anak saya tiba-tiba seperti ini?" tanyanya.
"Karena aku tak bisa membiarkan Excel melukai Alesha lagi. Ia tak akan pernah bisa menyentuh Alesha lagi jika Alesha sudah menjadi istriku."
"Maksudmu?"
"Dalam negara Alesha akan tercatat sebagai istriku, jika Excel berani macam-macam maka ia akan berurusan dengan hukum."
Tante Mutiara mengangguk. Sepertinya wanita itu setuju dengan pendapat Abizar. Mengingat ancaman Excel padanya, ia sadar bahwa putrinya dalam bahaya. Cinta Excel pada Alesha itu buta.
"Sha, menikahlah dengan temanmu ini. Kita gak punya pilihan lain. Excel sudah bebas. Untuk saat ini dia memang tak akan melakukan apa pun demi keamanan dirinya. Tapi setelah itu kita tak akan tahu apa yang akan dia lakukan padamu lagi?"
Alesha tampak bimbang. Apalagi ia belum mengenal Abizar dengan baik. Mereka hanya saling tahu dalam beberapa Minggu dan saat ini akan menikah. Apakah itu mungkin.
"Aku tak memaksamu, aku hanya ingin melindungi dirimu," ucap Abizar lagi.
"Baiklah, aku bersedia menikah denganmu," ucap Alesha walau ia tak yakin seratus persen dengan keputusannya ini.
***
Ijab kabul yang sederhana ia lakukan di rumah sakit untuk mempercepat waktu. Sementara untuk mendaftarkan pernikahan Abizar menyerahkan semua pada ibu mertua dan pengacaranya.
Alesha tampak cantik dengan make up tipis. Walau ia tak memakai baju kebaya, tetapi gadis itu tetap terlihat cantik dengan pakaian rumah sakit.
Abizar dan Alesha kini telah resmi menjadi suami istri. Setidaknya untuk saa ini Tante Mutiara merasa sedikit tenang.
***
Dua hari kemudian.
Abizar mengajak Alesha untuk bertemu dengan orang tuanya. Ya, Abizar menikahi Alesha tanpa sepengetahuan orang tuanya. Entah apa yang akan terjadi nantinya di sana.
Alesha yang saat ini memakai celana jeans panjang dan kaos panjang bewarna merah muda, berjalan di samping Abizar. Ia membiarkan rambutnya tergerai dengan bebas.
Keduanya melangkah bersama menuju pintu utama rumah besar itu. Alesha tak mampu menyembunyikan kegugupannya saat ini. Membuat Abizar meraih tangan sang istri dan berusaha menenangkannya.
"Assalammualaikum," ucap Abizar saat tiba di depan pintu.
Seorang wanita paruh baya dengan pakaian daster panjang membuka pintu.
"Ummi, ada Bi?" tanya Abizar.
"Ada Tuan, kebetulan semua sedang berkumpul di ruang makan," jawabnya.
Abizar lalu membawa Alesha menuju ruang makan. Saat tiba di sana semua orang tertuju pada mereka. Tatapan yang penuh dengan tanda tanya.
"Assalammualaikum, Ummi," sapa Abizar saat melihat wanita berbadan sedikit gemuk dengan balutan gamis hitam senada dengan warna jilbab panjangnya.
"Waalaikumsalam," jawabnya sambil tersenyum teduh.
"Abi mana, Ummi?" tanya Abizar lagi.
"Abimu masih di kantor. Ada beberapa taxi yang harus di servis bulan ini."
Abizar mengangguk, lalu menyapa orang-orang yang juga tengah duduk di sana.
"Abizar mau memperkenalkan Ummi pada seseorang," lanjut Abizar.
"Siapa?" tanyanya.
"Ummi," ucap Abizar. "Perkenalkan istri Abizar, Alesha," paparnya sembari meraih tangan Alesha.
Untuk beberapa saat suasana menjadi hening seketika. Semua yang tengah duduk di kursi memandang ke arah Alesha yang penampilannya jauh berbeda dari ibu dan saudara-saudara Abizar.
Bersambung.