webnovel

PENDEKAR TAPAK DEWA

Kebiadaban yang dilakukan oleh gerombolan La Kala (Kelompok Merah-Merah) di bawah pimpinan La Afi Sangia makin merajalela. Terakhir mereka membantai penduduk Desa Tanaru beserta galara (kepala desa) dan keluarganya sebelum desa mereka dibumihanguskan. Mayat-mayat bergelimpangan di mana-mana yang sebagian besarnya hangus bersama rumah-rumah mereka. Darah Jenderal Hongli alias Dato Hongli mendidih menyaksikan bekas aksi kebiadaban yang di luar batas kemanusiaan itu. Darah kependekarannya menangis dan jiwanya menjerit. Tetapi ada sebuah keajaiban. Di antara mayat-mayat bergelimpangan ada sesosok bayi mungil yang kondisinya masih utuh. Tubuhnya sama sekali tak bergerak. Sang bayi malang seolah-olah tak tersentuh api walau pakaiannya telah menjadi abu. “Oh...ternyata bayi ini masih hidup,” desah sang mantan jenderal perang kekaisaran Dinasti Ming. Diangkatnya bayi itu seraya lanjut berucap, “Akan kubesarkan bayi ini. Dia adalah sang titisan para dewa. Akan kugembleng ia agar kelak menjadi seorang pendekar besar. Kelak, biarlah dia sendiri yang akan datang untuk menuntut balas atas kematian keluarganya serta seluruh penduduk desanya. Akan kuberi bayi ini dengan nama La Mudu. Ya, La Mudu, Si Yang Terbakar...!” Lalu sang pendekar besar yang bergelar Wu Ying Jianke (Pendekar Tanpa Bayangan) itu mengangkat tubuh bayi itu tinggi-tinggi dengan kedua tangannya. Ia berseru dengan suaranya yang bergetar membahana: “Dengarlah, wahai Sang Hyang Dewata Agung....! Aku bersumpah untuk menggembleng dia menjadi seorang pendekar besar yang akan menumpas segala bentuk kejahatan di atas bumi ini..!! Wahai Dewata Agung, kabulkanlah keinginanku ini...!! Kabulkan, kabulkan, kabulkan, wahai Dewata Agung...!” Sang Hyang Dewata Agung mendengar permohonannya. Alam pun seolah mengamininya. Cahaya petir langsung menghiasi angkasa raya yang disusul dengan guruh gemuruh yang bersahut-sahutan. Tak lama kemudian hujan deras bagai tercurah mengguyur bumi yan

M Dahlan Yakub Al Barry · Fantasi
Peringkat tidak cukup
89 Chs

Bab 71. La Muda Sang Penguasa Baru Sangiang

La Mudu kembali pada Bumi Ntau ra Wara. “Bumi Ntau ra Wara, berikan pada mereka semuanya masing-masing satu kapal nelayan. Biar menjadi modal kehidupan mereka yang baru di daerah asalnya.”

“Baiklah, Ananda Jawara.”

Mendengar ucapan La Mudu itu, semua perwakilan dari keempat pulau itu langsung tersedu-sedu haru. “Terima kasih, Jawara Muda,” ucap mereka silih berganti.

“Saya hanya berharap, di tempat asal kalian benar-benar kembali hidup yang lazim dan wajar. Masing-masing kalian akan mendapat bagian juga berupa emas dan perak yang sangat cukup untuk modal kalian,” sambung La Mudu lagi.

Semakin tersedu-sedu para perwakilan dari tiga pulau itu. Tentu mereka tak pernah menduga akan mendapatkan kebebasan seperti saat ini. Ini seperti sebuah mimpi yang benar-benar menjadi kenyataan bagi mereka.

Bab Terkunci

Dukung penulis dan penerjemah favorit Anda di webnovel.com