webnovel

Pendekar Dewa Abadi

Ho Chen ditakdirkan memiliki kekuatan di atas alam Dewa, dia berguru kepada Feng Ying yang menjadi legenda di masa lalu. Namun untuk mencapai kekuatan tersebut tidaklah mudah. Dengan berlatih di bawah bimbingan Feng Ying, Ho Chen telah berhasil menjadi pendekar hebat di usia yang masih muda. Pada saat itulah gurunya memberi ujian untuk pergi berpetualang, petualangan yang akan memulai semuanya...

ASSS · Fantasi Timur
Peringkat tidak cukup
9 Chs

Ming Hao

Ho Chen menghentikan latihannya, dan memandang penuh kewaspadaan ke arah Jian Heeng dan Jie Rui yang sedang menghampirinya.

Jian Heeng yang melihat itu langsung memahami arti tatapan yang Ho Chen arahkan kepadanya. Dengan tersenyum lembut dia menghampiri Ho Chen.

"Saudara kecil, apa kamu penduduk desa ini,"

Ho Chen tidak menjawabnya. Dia masih memperhatikan keduanya. Kalau saja mereka tidak membawa pedang, mungkin Ho Chen tidak akan bersikap demikian.

Jian Heeng tidak marah, bahkan dia merasa sedih melihat Ho Chen seperti itu. Menurut nya itu wajar mengingat mereka berdua orang asing yang membawa pedang.

"Tidak perlu takut! kami tidak berniat jahat. Kami hanya kebetulan lewat saat melakukan perjalanan pulang,"

Mendengar itu Ho Chen menghela nafas, "maaf paman atas sikap saya sebelumnya! Nama saya Ho Chen! Dan benar saya memang penduduk satu-satunya di desa ini,"

Mendengar itu Jie Rui merasa heran. Lalu dia melihat ke sekelilingnya. Selain Ho Chen memang tidak ada siapapun di desa itu.

"Owh begitu! Namaku Jian Heeng dan ini muridku Jie Rui. Kami dari sekte Bukit Halilintar,"

"Ah, maafkan saya tidak mengetahui sebelumnya," Ho Chen mengetahui nama sakte tersebut saat masih ada penduduk di desanya.

"Saudara kecil, ini sudah sore, apa kami bisa bermalam di rumahmu?"

"Paman, rumahku tidak terlalu baik, tapi kalau paman memang tidak keberatan untuk istirahat di rumahku ini, saya juga merasa senang,"

Sebenarnya Ho Chen sangat senang karena akan ada teman malam ini, namun tidak menunjukkannya.

"Terima kasih saudara Chen, maaf telah merepotkanmu," Jie Rui yang dari tadi diam ikut bersuara.

Mereka akhirnya masuk ke dalam, saat setibanya di dalam, Ho Chen pamit untuk membersihkan diri, sedangkan mereka berdua beristirahat di kamar bekas Feng Ying.

Setelah beberapa saat Ho Chen menyediakan teh hangat buat mereka berdua. Jian Heeng dan Jie Rui menikmati teh hangat sambil mengobrol.

Jian Heeng terus memandangi jubah yang dikenakan oleh Ho Chen saat ini. Jian Heeng masih ingat akan kabar yang beredar, jubah yang digunakan sama dengan jubah pria sepuh yang diceritakan, namun hanya beda garis hijaunya.

"Saudara kecil bisa kamu ceritakan apa yang terjadi terhadap desa ini?" Jian Heeng pura-pura tidak mengetahui tentang kabar penyerangan desa, dia hanya ingin mendengarnya langsung dari orang yang mengalami musibah itu sendiri.

Ho Chen menarik nafas dalam-dalam. Setelah beberapa saat Ho Chen menceritakan semua yang ia ketahui, mulai dari kematian kedua orang tuanya, sampai berakhir menjadi murid Feng Ying, dan perpisahannya juga.

Jie Rui membuka tutup mulutnya mendengar cerita Ho Chen, dia membayangkan andai dirinya yang mengalami musibah itu pastinya tidak akan selamat.

Sekarang Jie Rui merasa hidupnya sangat beruntung, dia merasa kasihan melihat Ho Chen saat ini yang sendirian.

Berbeda dengan Jie Rui, Jian Heeng justru memiliki pemikiran lain.

"Apa gurumu memakai jubah yang sama denganmu?" Jian Heeng justru tertarik dengan jubah.

"Benar! Jubah guru sama dengan jubahku, bedanya kalau punya guru ada tiga garis warna hijau tipis di lengannya, sedang jubah saya hanya 2 garis saja,"

"Saudara Chen, daripada kamu sendirian di sini, bagaimana kalau kamu ikut kami ke sakte? Bisakan guru?" Jie Rui tidak ingin Ho Chen tinggal seorang diri lagi di desa ini.

"Kalau Ho Chen setuju tidak masalah," Jian Heeng juga sama inginnya. Dia ingin langsung membawa ke ketua sektenya.

Ho Chen masih terlihat ragu untuk menjawabnya. Dia masih berpikir sebelum terdengar suara jatuh dari tempat yang tidak terlalu jauh.

"Traakkkk..!!."

"Bruuuk..!."

Terdengar suara kayu patah dan benda jatuh.

"Suara apa itu barusan?" Jian Heeng langsung berlari keluar, dengan waspada dia berusaha mencari asal suara benda terjatuh, namun tidak menemukan apa-apa.

Ho Chen dan Jie Rui juga keluar, mereka juga sama penasarannya.

"Itu mungkin monyet terjatuh paman. Di sini sangat dekat dengan hutan, jadi sering terjadi seperti ini saat malam," Ho Chen hanya menebak, tentu dia juga tidak yakin, namun tetap berbicara dengan penuh keyakinan.

"Mari masuk kembali ke dalam." Jian Heeng hanya berusaha menenangkan mereka.

"Apa monyet di sini besar-besar ya?" Pikir Jian Heeng.

"Bagaimana saudara Chen? Apa kamu setuju ikut dengan kami?"

Ho Chen lupa akan hal itu, setelah berpikir beberapa saat dia setuju akan ajakan Jie Rui.

Jie Rui sangat gembira dan langsung memeluk Ho Chen.

"Saudara Chen sekarang kita berteman, aku harap saudara Chen tidak sungkan untuk memberitahuku kalau ada masalah nantinya,"

"Terima kasih saudara Rui," Ho Chen menjawab dengan tersenyum canggung.

***

Setelah meninggalkan Ho Chen, ternyata Feng Ying tidak langsung pindah jauh. Dia kembali muncul dan berdiri disebuah pohon besar dan rindang tidak jauh dari rumah Ho Chen.

Ho Chen terlihat keluar dari rumahnya, dan berlatih seorang diri. Cukup lama dia memperhatikan Ho Chen yang sedang berlatih, sampai dia melihat dua orang berjalan ke arah Ho Chen.

"Sudah tiba mereka!" Gumam Feng Ying.

Feng Ying mengetahui kalau akan ada orang dari sekte aliran putih yang akan datang. Feng Ying sudah melihat sekitar dua hari yang lalu saat sedang keluar mencari tanaman obat.

Feng Ying masih mendengarkan sampai malam tiba. Biarpun agak jauh namun pendengarannya sangat tajam.

Feng Ying bisa mendengar kalau Ho Chen di ajak ke sakte mereka, dengan fokus mendengarkan jawaban yang akan Ho Chen katakan, tiba-tiba saja ada suara yang mengagetkan dia.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" kata suara di samping Feng Ying.

Feng Ying jelas kaget bukan main. Dia segera menghindar ke belakang. Karena kaget Feng Ying sampai lupa kalau dia berada di atas pohon. Saat mundur satu kakinya menginjak udara kosong dan terjatuh, ranting yang diinjaknya pun ikut patah.

"Traakkk.!!."

"Bruuuk..!." Feng Ying jatuh dengan posisi jongkok.

Dia menoleh ke atas dan menemukan sosok pria bercahaya sedang turun.

Feng Ying memang yang terhebat dan terkuat saat ini, namun dia tetap tidak pernah bisa merasakan tingkat energi sosok tersebut.

Pintu rumah Ho Chen terbuka, dengan cepat Feng Ying menghilang dan pindah lebih jauh lagi. Dia duduk sambil bernafas lega.

"Sialan kamu Ming," Feng Ying mengumpat dalam hatinya.

Dia menoleh dan melihat Ming Hao melayang mendekatinya, seakan-akan merasa tidak bersalah dia balik mengkritik Feng Ying.

"Ada apa dengan mu? bersembunyi seperti maling! dan jatuh seperti orang bodoh?"

"Kamu yang bodoh!" Feng Ying menggerutu dalam hati.

Ming Hao tersenyum tipis dan menoleh ke arah rumah Ho Chen.

"Pergilah! Sekarang aku yang akan menjaganya," ucap sosok tersebut dan kembali menoleh ke arah Feng Ying.

"Apa maksudmu? Apa kamu mau menampakkan diri dihadapannya?" tanya Feng Ying dengan suara jengkel.

"Tentu tidak! aku hanya akan muncul saat benar-benar dia dalam bahaya, dan juga aku bisa membantu mengajari ilmu saat dia sendiri. Sekarang aku akan masuk ke dalam gelangnya."