webnovel

Tersudutkan

Nai mendengar bahwa Fei dan Ren akan diserahi sebuah apartemen mewah dari Pak Yan. Mana mungkin dia membiarkan sepupunya mendapatkan hal baik? Tanpa ragu dan malu, dia maju ke depan Pak Yan dan berkata, "Bolehkah aku ikut, Pak Yan? Bolehkah aku tinggal di sana juga?"

Ibunya, Bibi Wen dalam hati sangat berharap kemauan putrinya dikabulkan Pak Yan. Dia pun turut menatap ke Pak Yan.

Pak Yan agak terkejut mendengar kalimat blak-blakan Nai, terlebih mata Nai berbinar-binar penuh harap menatapnya. Beliau menjawab, "Maaf, sepertinya aku hanya ingin Ren dan Fei saja untuk tinggal di sana." Tak lupa, Beliau menambahkan senyum basa-basi.

Namun, Nai belum ingin menyerah dan menyahut kembali, "Tapi, Pak, kenapa harus Fei saja? Kami ini kan saudara."

"Benarkah kau menganggap dia saudaramu?" tanya Pak Yan dengan mata berkilat menatap Nai.

"Tentu saja, Pak Yan. Kami ini saudara dekat!" Tanpa tahu malu, Nai mengatakan itu.

"Kalau memang kau saudara dekat Fei, lalu kenapa kau merebut baju-bajunya yang bagus untuk menjadi milikmu sendiri? Kenapa kau sering menyuruh Fei mengerjakan pekerjaan sekolahmu? Kenapa kau sering membentak Fei kalau dia tidak membersihkan kamarmu atau membuatkanmu makanan?" Berbagai kalimat menohok langsung meluncur untuk Nai.

Segera saja, Nai terkesiap hingga nyaris tersedak. Bagaimana bisa hal-hal demikian diketahui oleh Pak Yan? Secara reflek, pandangan sengit Nai mengarah ke Fei. Tapi, kenapa Fei sendiri malah seperti orang kebingungan? Tapi Nai tak mau mukanya jatuh dan berkata kesal ke sepupunya, "Fei, bisa-bisanya kau bercerita bohong ke Pak Yan dan menjatuhkan aku! Fei, kau jahat, aku salah mengira selama ini! Kau ternyata licik, ingin menguasai semuanya sendiri dan memfitnah aku!"

"N-Nai, aku sendiri juga heran dan bingung, kenapa Pak Yan bisa mengetahui tentang hal itu? Nai, su-sumpah, aku tidak bercerita apapun ke Pak Yan!" Sorot mata Fei tulus ke Nai, sesuai dengan hati dia yang benar-benar tulus tanpa dusta. Jangankan Nai, dia sendiri pun sangat terkejut karena Pak Yan bisa mengetahui berbagai perlakuan Nai padanya.

Mana mungkin Nai mau menerima alasan Fei. Dia sejak dulu tak pernah menyukai sepupunya itu. "Bohong! Kau pembohong! Kau-"

"Aku yang menceritakan semua itu ke Pak Yan." Mendadak, Ren memotong ucapan Nai. Ia lekas menatap tajam Nai seolah sedang memberi peringatan pada Nai. Apakah Nai sudah lupa hukuman bisu yang diberikan olehnya?

Nai memahami tatapan tajam Ren dan dia buru-buru mengatupkan mulut yang sudah hendak menyemburkan kalimat lain. Dia begitu takut jika dibuat bisu lagi. Karenanya, kepala Nai terkulai saat gadis itu menunduk pasrah. Sudah tak ada harapan baginya. Fei sialan itu sudah menang.

"Aku memang sudah banyak bercerita ke Pak Yan mengenai perlakuan kamu ke Fei, maka dari itu Nai, jangan lagi mempermalukan dirimu sendiri seperti tadi." Ucapan Ren sungguh bagaikan pisau tajam menukik di telinga Nai.

Nai sempat menengadah demi mengatakan, "Tuan Ren, bagaimana bisa Fei mengatakan itu padamu? Fei, tega sekali kau menceritakan itu ke Tuan Ren." Kali ini, tatapan memelas penuh kekalahan sudah memenuhi mata Nai ketika menoleh ke Fei.

Fei sudah hendak menyangkal tuduhan Nai ketika Ren menyahut terlebih dulu, "Fei tidak berkata apapun padaku. Aku mengetahui semua dari buku diary miliknya yang diam-diam kubaca." Ren lekas memberikan alasan yang susah terbantahkan.

Benar saja, Nai tak berkutik. Alasan yang diberikan Ren begitu sempurna tiada cacat. Lelaki itu penuh kuasa dan memiliki kekuatan aneh, sehingga hal seperti membaca diary orang lain secara diam-diam merupakan hal terlalu kecil dan mudah untuk seorang Ren yang bisa membuat dia dan ibunya mendadak bisu.

Tapi, rupanya Bibi Wen ingin membela nama putrinya di hadapan Pak Yan. "Anu, Tuan Yan, kiranya terlalu jauh jika Anda memberikan apartemen Anda ke anak-anak kecil seperti Fei. Mereka masih kecil dan belum bisa apa-apa, terlebih mengurus sebuah hunian besar macam apartemen. Sebaiknya Anda memikirkan ulang hal ini."

Mata Pak Yan tertuju ke Bibi Wen dan menjawab, "Apakah Anda hendak mengajari saya, Bu Wen?"

"O-Ohh! Tentu saja tidak, Tuan Yan! Saya tidak berani. Hanya... hanya mencoba memperingatkan Anda." Bibi Wen lekas menggoyang-goyangkan tapak tangannya sebagai tanda penyangkalan. Lumayan ciut juga dia atas jawaban Pak Yan. Kalau sampai Pak Yan salah paham, itu sungguh sebuah kerugian bagi dirinya. Bibi Wen masih berharap bisa mendapatkan keuntungan.

"Bu Wen," sahut Pak Yan dengan raut kurang suka pada wanita itu, "keputusan saya sudah bulat, bahwa saya ingin membalas budi baik Ren dengan mengijinkan dia dan adiknya, Fei, untuk menempati apartemen kosong saya. Tentu ini sudah saya pikirkan baik-baik, tidak perlu Anda cemaskan."

Mendengar pernyataan tegas Pak Yan, bukannya surut, Bibi Wen justru seperti mendapatkan celah. "Wah, kalau Anda ingin membalas budi baik kepada Ren, ya sudah, biar dia saja yang menempati apartemen itu, Pak Yan. Biarlah Fei tetap di sini bersama kami. Bagaimanapun, Fei masih tanggung jawab kami setelah orang tuanya tiada." Bibi Wen justru sangat berharap biar Ren saja yang pergi dari rumah ini. Ren menakutkan dan harus lekas disingkirkan! Lain halnya Fei. Lihat saja nanti jika Fei tak jadi ikut ke apartemen. Beliau sudah membayangkan hukuman macam apa yang akan dia berikan ke Fei setelah ini rampung.

"Bu Wen, Anda mengatakan seolah-olah Anda sekeluarga bertanggungjawab atas Fei. Sudahkah Fei mendapatkan haknya?" Pak Yan menatap tegas Bibi Wen. Lalu berkata, "Apakah benar Anda sudah menyayangi Fei dengan pantas selayaknya seorang bibi terhadap keponakan? Atau Anda memperlakukan Fei seperti seorang pembantu di rumah ini? Jangan dikira saya tidak mengetahui apa saja yang telah menimpa Fei di rumah ini."

Kali ini, pendengaran Bibi Wen terasa ditusuk pisau tajam. Wajahnya pias karena tak menyangka Pak Yan mengetahui banyak hal mengenai segala yang terjadi di rumah ini. "Tapi, Pak Yan...."

"Kalau Ren tidak menceritakan semuanya kepada saya, mungkin saya akan terperdaya dengan sikap palsu kalian." Pak Yan belum selesai. Dia masih berkata, "Kau dan suamimu sudah menguasai uang milik orang tua Fei sejak mereka tiada. Bahkan merenovasi rumah ini dari uang itu. Tapi kalian begitu pelit kepada Fei, bahkan membelikan baju saja di pasar loak untuk Fei. Belum lagi memasukkan Fei ke sekolah bermutu rendah hanya karena kecilnya biaya di sana. Nyonya, apa Anda ingin saya menyelidiki lebih jauh? Boleh saja dan kalian bisa masuk ke penjara atas pasal menggelapan uang warisan, penyalahgunaan uang warisan, serta penelantaran anak di bawah umur. Ahh, mungkin juga pasal pemaksaan kerja bagi anak di bawah umur pula."

Ucapan panjang dan tegas Pak Yan membuat syok Bibi Wen dan Paman Win. Mereka tak menyangka Pak Yan mengetahui sedalam itu, bahkan mengenai uang warisan ayahnya Fei. Padahal, Pak Yan hanya asal sebut saja mengenai pasal-pasal tadi. Entah apa benar pasal itu ada atau tidak, tak masalah, asalkan bisa membuat ciut nyali pasangan suami istri ini.

Paman dan bibi Fei tidak paham akan hukum hingga mendetil seperti pasal-pasal, makanya mereka hanya bisa mengerut ketakutan. Pak Yan dinilai orang tinggi dan pastinya sangat paham akan hukum, oleh karena itu paman dan bibi tak berani membela diri.

Ren sejak tadi diam mengamati semua adegan dan ingin tertawa saja melihat bagaimana paman dan keluarganya begitu kecut setelah disudutkan Pak Yan. Memang sudah sepantasnya mereka mendapatkan pil pahit ini.