webnovel

Oh Baby (Romance)

#First_story_of_D'allesandro_klan "Kita harus bermimpi, namun tidak untuk hidup dalam mimpi" Sophia Alberta (18th) bekerja banting tulang untuk mencukupi kehidupannya semenjak ayah dan ibunya meninggal. Bukan hanya itu, Sophia juga kerap merasakan takut jika berdekatan dengan Gunner Anthony. Seorang mafia yang terobsesi dengannya. Hidup Sophia semakin susah saat seorang pemilik hotel tempat ia bekerja memperkosanya hingga hamil. Hingga suatu hari pria itu datang pada Sophia dan menawarkan pernikahan padanya. Bayi yang dikandung Sophia menjadi alasannya. Akankah pernikahan itu berjalan dengan bahagia seperti yang Sophia impikan ?? Menjadi istri dari seorang Edmund D'allesandro sang penguasa dunia bisnis ?? Sementara disisi lain ada pria yang sudah menjamin segalanya untuk Sophia, termasuk hatinya. Gunner Anthony, mafia pelindung Sophia.

Alianna_Zeena · perkotaan
Peringkat tidak cukup
59 Chs

Bab 50

Vote sebelum membaca😘

.

.

Suara tawa menggema di mansion besar itu, Sophia yang duduk di samping Edmund menyembunyikan wajahnya di dada pria itu saat Rose terus menggodanya dengan perkataan vulgar. Sergío tertawa, membiarkan telinganya menangkap ucapan yang dilontarkan istrinya. Mereka tidak tahan melihat pipi Sophia yang memerah, dia merasa malu mengingat Edmund menceritakan apa yang terjadi di Anguilla selama sebulan itu. Saat Sophia mengunci Edmund di kamar mandi karena perempuan itu kesal suaminya tidak memberi kecupan, jalan-jalan seorang diri di Scrub Island dan berakhir lupa jalan pulang, Edmund menceritakan semuanya.

"Hentikan, kau membuatku malu," ucapnya mencubit perut suaminya. Namun, Sophia tidak menjauhkan tubuhnya sedikit pun dari suaminya, kedua kakinya yang berada di atas sofa meringkuk mempermudah Edmund memeluk tubuh istrinya yang mungil itu.

"Baiklah, hentikan. Lihat wajah putri kita, dia memerah," ucap Sergío menarik Rose agar lebih dekat dengannya supaya berhenti bicara. "Bisakah kita beralih topik?"

"Tidak ada yang lebih menarik daripada ini, Sayang," ucap Rose tidak setuju.

Sergío menggeleng. "Bagaimana perkembangan cucu kami, Sophie?"

Sophia menjauhkan tubuhnya dari Edmund, dia lupa memberitahu kedua mertuanya tentang hasil pemeriksaan hari ini. "Dia perempuan, Dad," ucapnya dengan antusias.

Mulut Rose terbuka sesaat sebelum menutupnya dengan telapak tangan, dia tertawa. "Benarkah itu?"

Edmund mengangguk. "Putri kecil kami," ucapnya merangkul bahu Sophia, merasa bangga dalam waktu beberapa bulan lagi dirinya akan menjadi seorang ayah.

Keempat orang itu terus bercerita hingga larut malam, mereka tidak merasakan waktu berputar hingga melihat Sophia yang menguap beberapa kali. Baru Rose mengalihkan pandangannya pada jam, dia terkejut saat itu sudah melebihi jam tidurnya. Kebersamaan yang mereka lalui membuat waktu seakan tidak ada, begiti menikmati setiap detiknya yang terus dihiasi dengan tawa.

"Sebaiknya kau tidur, Sophie, matamu merah."

Edmund mengalihkan pandangannya pada istrinya yang ada di samping. "Kau mengantuk?"

Sophia mengangguk, dia berdiri sambil mengucek matanya yang gatal. "Aku akan tidur duluan. Selamat malam semuanya," ucap Sophia sebelum meninggalkan ruang keluarga yang ada di lantai satu itu. Dia menaiki tangga menuju lantai dua, Sophia merebahkan tubuhnya saat sampai di dalam kamar milik Edmund.

Hari ini pria itu mengajaknya menginap di rumah orang tuanya, Sophia tidak tahu sampai berapa lama dia akan berada di sini. Bukannya tidak suka, dia hanya merasa canggung jika ingin berduaan bersama Edmund. Tidak seperti di apartemen, Sophia bebas memeluk dan mecium Edmund di berbagai tempat, salah satunya dapur.

Sophia yang bangun dari tidurnya saat keinginan untuk buang air kecil mendesaknya, dia berdiri sambil merapikan gaunnya yang tersingkab ke atas. Sejak beberapa minggu yang lalu, Sophia jarang memakai celana, dia memilih memakai gaun agar perutnya tidak terjepit oleh celana, dia juga memakai celana dalam khusus ibu hamil yang dibelikan oleh suaminya.

Setelah buang air kecil, Sophia berdiri di depan cermin melihat penampilannya yang semakin berisi, dia memegang pipinya yang semakin mengembung. Sophia yang merasa penasaran itu membuka laci yang ada di bawah westafel, dia menemukan sebuah kotak berwarna hitam di sana. Rasa sesak memenuhi dadanya saat kotak itu berisi barang-barang perempuan, mulai dari lipstick, foto dan bahkan kondom. Yang paling membuat Sophia sesak adalah foto Edmund bersama seorang wanita di pinggir pantai tengah menikmati matahari tenggelam, di balik foto itu terdapat tulisan Sara and Edmund yang membuat Sophia memejamkan matanya sesaat menahan buliran air mata yang mendesak keluar.

Namun, air mata itu tidak bias ditahan, Sophia meneteskan air matanya saat mendapati cincin berwarna perak dengan ukiran Sara's Husband yang menandakan itu milik Edmund. Lalu Sophia menatap cincin miliknya sendiri, hanya cincin polos dengan permata berwarna putih di tengahnya, tidak ada ukiran apa pun yang menunjukan bahwa Sophia adalah istri Edmund.

"Sophie, apa kau di dalam?"

Sophia segera mengusap air matanya lalu kembali memasukan kotak itu di tempat asalnya, dia menghela napasnya sebelum menjawab, "Ya, aku di sini, sebentar."

Sophia berusaha menyembunyikan matanya yang merah akibat menangis, dia menghindari tatapan Edmund begitu keluar dari kamar mandi. Namun, bukan Edmund namanya jika tidak jeli, dia menghentikan langkah Sophia lalu mengangkat dagu agar menatap matanya. "Kau menangis?"

Sophia menggeleng. "Tidak, ini hanya kelilipan," ucapnya mengucek mata menghindari tatapan tajam suaminya.

"Ada apa? Apa kau merasa kesakitan? Sesuatu terjadi?"

"Tidak, Edmund, aku hanya lelah," ucapnya melepaskan tangan Edmund dari pipinya lalu melangkah menuju tempat tidur. Sophia tidur dengan posisi membelakangi Edmund yang masih berdiri mematung, pria itu tahu ada yang salah dengan istrinya. Dia menghela napasnya lalu masuk ke dalam kamar mandi tanpa bertanya kembali.

Sementara Sophia, air matanya kembali keluar. Semua barang yang ada di sana membuatnya ingin berteriak pada Edmund dan bertanya kenapa masih menyimpan benda-benda itu. Dia yang berkata tidak akan pernah meninggalkannya, Edmund berjanji bahwa dia tidak akan menghianatinya, tapi dia masih menyimpan semua kenangan dirinya bersama Sara. Dan kondom itu, membuat Sophia membayangkan bagaimana Edmund menyentuh Sara dengan penuh cinta dan kasih saying. Dia mulai berpikir, bahwa selama ini Edmund mungkin hanya menganggapnya perempuan penyalur hasrat saja, mengingat pria itu seringkali tidur dengannya.

Saat ranjang bergoyang, Sophia segera memejamkan matanya. Dia tidak ingin berbicara dengan Edmund saat ini. Bahkan ketika dia mematikan lampu dan berbaring di belakangnya sambil memeluk Sophia, dia masih bertahan dengan posisi seperti itu.

"Aku tahu kau belum tidur, Sophie, berbaliklah dan ceritakan padakku apa yang membuatmu memunggungiku mala mini," ucapnya dengan tangan yang menerobos masuk ke dalam gaun istrinya, menelusuri perut itu dan mengusapnya pelan. Beberapa kali Edmund mencium kepala Sophia, membujuk agar istrinya membalikan badan dan berbicara padanya. Namun, menit semakin berlalu, Sophia tidsk bergeming sedikitpun. Membuat Edmund menghela napasnya gusar. "Selamat malam, istriku," ucapnya memeluknya semakin erat

***