"Ada apa?!" Odette bertanya dengan perasaan bingung bercampur takut saat Rion terus membawanya berlari dengan cepat tanpa mengatakan apa-apa namun tidak lama setelah dia bertanya tanah di bawah mereka terasa bergetar disusul dengan suara gaduh pepohonan yang tumbang dari belakang.
Odette menoleh untuk melihat apa yang terjadi tetapi Rion segera berbelok beberapa detik sebelum pohon di belakang mereka tumbang.
Rion membawa Odette bersembunyi dibalik sebuah pohon. Odette yang masih kebingungan ingin bertanya ada apa namun dia segera terbelalak saat seekor makhluk yang sangat besar melintas di hadapan mereka. Ukuran makhluk itu jauh lebih besar dari chimera yang mereka hadapi sebelumnya.
Itu adalah seekor ular raksasa berkulit hitam keunguan merayap menggusur semua pepohonan yang menghalangi jalannya seperti sebuah kereta api yang tidak memiliki rem.
Odette hampir menjerit tetapi Rion segera membekap mulutnya. Jantung Odette berdetak sangat cepat lebih cepat dari saat dia bertemu dengan chimera, seluruh tubuhnya terasa dingin dan seluruh tulangnya bergetar ketika kepala makhluk itu melintas di hadapannya sambil mendesis.
Odette bisa melihat dengan jelas taring panjang makhluk itu ketika makhluk itu membuka mulutnya dan menghancurkan batang pohon besar dalam sekali gigit.
Kaki Odette merasa kebas dan dia hampir jatuh terduduk seandainya Rion tidak menahannya. Karena sangat ketakutan Odette memeluk Rion sangat erat dan membenamkan wajahnya di dada bidang Rion.
Sementara Rion yang merasakan tubuh Odette sangat gemetar, membalas pelukan wanita itu sambil terus melihat ular raksasa yang masih melintas di hadapan mereka. Sudah tiga puluh detik berlalu tetapi ekor makhluk itu itu belum juga kelihatan.
Di dalam pelukan Rion, Odette bisa mendengarkan jantung pria itu berdetak sangat cepat.
'Apakah dia juga takut?' Odette bertanya-tanya di dalam benaknya. Dia mendongak sedikit dan melihat Rion yang nampak mengawasi monster yang masih melintas kemudian kembali membenamkan wajahnya di dada Rion. Seandainya dia bisa masuk ke dalam tubuh pria itu maka dia akan masuk dan bersembunyi di sana.
Entah kenapa berada dipelukan Rion, rasanya sangat nyaman dan dia merasa aman.
Setelah hampir satu menit berlalu akhirnya ekor makhluk itu melintas.
"Haah." Rion menghembuskan napas lega dan melepaskan pelukannya dari Odette namun tidak dengan Odette. Wanita itu masih memeluknya dengan sangat erat.
"Kalau kau tidak melepaskanku aku akan berpikir bahwa kau benar-benar seorang wanita penggoda."
Odette yang sempat terbawa suasana kenyamanan berada dipelukan Rion dan tidak menyadari bahwa ketegangan telah berlalu, membuka matanya dengan terkejut saat mendengarkan ucapan Rion.
Dia lalu melepaskan pelukannya dengan cepat. "A-aku memelukmu karena aku sangat takut," ucap Odette dengan wajah yang bersemu merah.
"Benarkah?" Rion bertanya datar.
"Te-tentu saja." Odette memalingkan wajah. 'Aish, kenapa tadi aku malah keenakan, payah sekali!' batinnya.
"Ayo pergi!" kata Rion lantas berjalan.
***
Di dalam sebuah rumah berdinding dan berlantai kayu, Anwen sedang terbaring tidak sadarkan diri di atas sebuah tempat tidur sederhana.
Di sebelahnya ada Trish dan seorang wanita tua berbaju putih yang merupakan seorang tabib.
Wanita itu telah merawat semua luka di tubuh Anwen namun saat ini Anwen masih berada dalam kondisi yang buruk. Anwen sulit bernapas dan mengalami demam tinggi dikarenakan bisa ular dar ekor chimera Hutan Randle, untungnya sang tabib memiliki penawarnya.
Saat ini Trish dan Anwen berada di Desa Verde . Desa ini merupakan desa terdekat dari Hutan Randle. Karena melihat kondisi Anwen yang terluka parah, Trish memutuskan untuk mencari pertolongan di desa tersebut dan mereka beruntung karena desa itu memiliki seorang tabib yang hebat.
"Kita tinggal menunggu penawarnya bekerja," kata sang tabib lantas beranjak dari duduknya. "Kau awasi dia, aku akan membuat salep yang baru untuk lukanya."
Trish mengangguk paham dan sang tabib berjalan meninggalkan ruangan. Trish kemudian duduk di sisi sang tuan putri.
Wajah Anwen terlihat memerah karena demam dan napasnya berhembus dengan pelan.
"Kau akan baik-baik saja," kata Trish sambil tersenyum dan memegang dahi Anwen yang dikompres.
Trish menatap sedih melihat Anwen yang sedang terbaring sakit. Padahal biasanya gadis itu selalu terlihat ceria dan bersemangat.
"Kakak …."
Trish sedikit terkejut saat mendengar Anwen mengigau memanggil kakaknya. Air mata terlihat mengalir dari kedua sudut mata gadis itu.
"Kau sangat merindukan Yang Mulia, yah. Dia pasti akan segera datang bersama Nona Odette," kata Trish menghapus air mata Anwen. 'Kalian berdekatan tetapi kalian sangat jauh,' Trish membatin menatap wajah Anwen selama tiga detik lalu melihat keluar dari jendela.
"Aku harap Yang Mulia baik-baik saja," gumamnya merasa khawatir.
***
Rion menebas semak-semak dan sulur-sulur yang menghalangi jalan. Mereka merasa semakin tersesat dan jauh dari jalan keluar.
Hutan Randle benar-benar menunjukkan eksistensinya sebagai hutan terlarang. Pantas saja tidak ada orang biasa yang berani memasuki Hutan Randle.
Selain terkenal dengan penghuninya yang buas hutan ini juga terkenal dengan rute yang membingungkan yang membuat orang yang memasukinya sulit untuk menemukan jalan keluar. Semakin dalam seseorang memasukinya maka semakin rumit dan membingungkan rute yang akan mereka lewati.
"Rion kita istirahat dulu," kata Odette berhenti berjalan sambil memegangi kedua lututnya.
Napasnya terengah-engah dan dia sangat haus. Untungnya ransel berisi perbekalan masih ada di punggungnya.
Dia membuka ransel tersebut dan mengambil botol air. "Huffth, leganya," ucapnya setelah meminum beberapa teguk air yang ada di botol lalu menawarkan botol tersebut kepada Rion. "Kau mau?"
Rion yang juga merasa haus segera mengambil botol tersebut dan meminum sedikit air di sana. Dia tidak tahu kapan mereka akan menemukan jalan keluar jadi mereka harus berhemat.
Rion memberikan kembali botol tersebut kepada Odette lalu berjalan dan duduk di sebuah batang pohon yang tumbang dan Odette mengikutinya.
"Apa yang kau dan Anwen lakukan di hutan ini?" tanya Rion sesaat setelah Odette duduk di sebelahnya.
"Ah, itu … aku ingin bertemu dengan Aathreya," jawab Odette yang membuat alis Rion tertekuk.
"Aathreya? Kenapa?"
Sesaat Odette melihat Rion di sebelahnya lalu menatap ke depan. "Aku ingin pulan ke zamanku."
Rion nampak sedikit terkejut serta merasa bingung dengan jawaban yang diberikan oleh Odette.
"Mungkin kau tidak akan percaya tetapi aku berasal dari abad dua puluh dan aku tidak tahu kenapa aku bisa terdampar di sini. Anwen bilang jika aku ingin pulang aku bisa me rmui penyihir Aathreya karena Aathreya bisa membuka dimensi ruang dan waktu," jelas Odette.
Dia tidak mengatakan bshwa Anwen juga memberitahunya tentang mawar di sekitar makam sang ratu yang bisa mengabulkan permohonan.
Setelah mendengar cerita Anwen tentang Rion yang terpaksa menjatuhkan hukuman mati kepada sang ratu, Odette tidak berani membahasnya karena menurutnya hal itu sangat sensitif.