webnovel

My Untouchable Wife (Maheswari)

Maheswari adalah seorang Mahasiswa yang memiliki trauma dengan laki-laki. Suatu Pagi Seluruh keluarganya sedang mempersiapkan acara untuk lamarannya. Hanya dengan waktu yang sebentar dia sudah menjadi seorang istri dari pengusaha muda ternama. Namun mahkotanya akan sulit didapatkan oleh suaminya. Sang suami harus berkorban dari fisik sampai batinnya untuk bisa segera mendapatkan mahkota istrinya.

belapati · perkotaan
Peringkat tidak cukup
63 Chs

BAB 20

Heswa kembali ke kubikelnya. Tia yang melihat Heswa sudah kembali hanya bisa memberikan senyum meledek.

"Cie..abis ngapain tuh? Sampe kusut tuh baju!" Tia menoel lengan Heswa.

"Sstt...Jangan keras keras. Kalau ketahuan gimana?" Heswa melotot ke arah Tia.

"Ketahuan apa?" Rara menyahut karena mendengar mereka berbisik bisik.

"Bukan apa apa kok mbak." Jawab Tia lalu kembali mengarahkan pandangannya ke layar komputer.

"Wa, kamu ada masalah apa sih sama pak Jati?" Mela yang kubikelnya tepat di depan meja Rara ikut menyahut.

"Kamu beruntung banget baru masuk satu hari bisa langsung ketemu Pak Jati. Aku yang udah dua tahun kerja disini belum pernah ketemu langsung." Sandra memandang iri ke arah Heswa.

"Tenanglah para fans pak Jati. Tadi pak Jati cuma tanya soal design yang aku buat pas interview masuk kesini." Tia yang mendengar ucapan Heswa hanya bisa cekikikan di balik berkas yang sedang dia baca.

"Kerja woy, jangan gosip mulu!!" Jodi merasa terganggu dengan obrolan teman temannya.

***

Hari sudah semakin sore. Para pekerja meninggalkan tempatnya satu persatu. Begitu pun dengan Tia dan Heswa.

"Wa, kamu di jemput pak Lukman?" Tanya Tia yang berjalan mengiring Heswa.

"Ga Ya, Aku pulang sama dia. Aku numpang sampe depan toko tadi ya..." Heswa merayu Tia dengan senyum manisnya.

"Siap boss." Tia segera mengambil motornya dan mengantar Heswa ke toko yang dimaksud.

Sesampainya di lokasi yang dimaksud. Tia masih setia menemani Heswa menunggu kedatangan Jati.

"Kamu yakin wa pulang bareng Pak Jati? Ini kan masih dekat kantor." Tia menoleh ke kanan dan kiri mencari keberadaan Jati.

"Iya, kamu pulang dulu aja Ya! Nanti bunda nunggu kamu lo." Heswa berusaha mengusir temannya.

"Aku tunggu kamu dulu aja!! Nanti kamu digodain cowo cowo lo." Tia masih setia duduk di atas motor.

Sudah hampir setengah jam mereka menunggu. Tia saja juga sudah kecewa sekali dengan Jati. Dia tidak membayangkan gimana Heswa kalau ditinggal sendiri.

"Ting" Tiba tiba ponsel Heswa melaporkan chat dari seseorang.

Jati: Maaf Heswa kamu minta di jemput pak Lukman aja ya, meeting-ku belum selesai.

Heswa mengerecutkan bibirnya dan memasang wajah kecewa.

"Kenapa? Ga jadi ya?" Tia segera membaca hati dan pikiran sahabatnya.

"Katanya meeting-nya belum selesai." Heswa menghempaskan napasnya kasar.

"Aku antar aja ya Wa! Kalau nunggu pak Lukman nanti kelamaan." Tia menawarkan tumpangan.

"Tia!! Kamu cuma bawa satu helmet. Di depan situ udah ada pos polisi. Emang kamu mau dapat ceramah sore sore gini" Heswa menunjuk ke arah pos polisi yang tidak begitu terlihat.

"Hehehe iya, maaf lupa. Ya udah kamu cepetan hubungi pak Lukman." Tia tersenyum malu.

Heswa segera menghubungi mbak Lastri dan meminta pak Lukman segera menjemput karena hari sudah semakin gelap. Sekitar dua puluh menit menunggu Heswa segera masuk ke mobil. Tia yang sudah melihat kedatangan pak Lukman bergegas pulang.

***

Karena sudah merasa lapar Heswa memtuskan untuk makan malam duluan. Dia berpikir mungkin saat dia makan nanti Jati sudah pulang dan menyusulnya makan. Tapi ternyata perkiraan Heswa salah. Suaminya belum menampakkan batang hidungnya. Karena Jati tak kunjung pulang akhirnya Heswa memetuskan kembali ke kamar.

"Maaf sayang, tadi meeting-nya penting banget. Gak bias ditinggal begitu saja!! Aku ga bermaksud mengecewakanmu." Jati mengagetkan Heswa yang baru mau mengambil ponselnya. Jati pulang tidak membawa tangan kosong. Semua tangannya penuh dengan buket bunga, coklat dan pastinya blackforest.

"Pfffttt!! Dalam rangka apa nih sampai bawa bunga segala?" Heswa menahan tawanya.

"Kamu ga marah gara gara aku batalin janji kita?" Jati menaikan satu alisnya.

"Hahahaha...." Heswa sudah tidak bisa lagi menahan tawanya. "Jadi mas mikir kalau akau marah gitu?" Heswa mengambil buket bunga dari tangan Jati.

"Terus kenapa ga balas chat sama ga angkat teleponnya?" Jati mengusap dahinya.

"Tuh lagi di charge. Tadi juga masih makan!!" Heswa menunjuk kearah ponselnya. "Kamu kan kerja!! Masa suaminya kerja istrinya marah. BTW makasih ya bunganya." Jati sepertinya semakin paham bahwa istrinya bukan seperti wanita lain.

"Thank God..Aku udah kalangkabut kaya orang gila takut kamu marah, ternyata kamu itu istri yang pengertian." Jati mendekap tubuh Heswa yang cukup mungil baginya.

"Tapi aku suka kamu yang begini. Begitu tulus dan menyayangi istri." Pandangan mereka bertemu begitu hangat. Ingin sekali Jati mengecup bibir mungil itu. Namun apalah dayanya yang tidak bisa sembrono.

"Ya udah aku mandi dulu!" Jati bergegas menuju kamar mandi. Setidaknya dia lega bahwa Heswa tidak marah dan bisa mengerti posisinya.

Selesai mandi Jati melihat Heswa yang masih memgang bunga sambil senyum senyum. Sebenarnya Jati juga malu. Kesannya lebay aja bawa banyak barang cuma takut dia marah.

"Mas udah makan?" Heswa melihat wajah lesu suaminya.

"Ya belum, tadikan buru buru beli itu semua buat kamu. Kamunya malah ngledek!" Heswa tidak tega kali ini melihat Jati yang gagal membuat kejutan untuk istrinya yang dikira bakal marah.

"Ya udah maaf ya, ayo makan! Aku temenin kamu makan." Heswa menarik tangan suaminya dengan penuh tenaga.

"Katanya tadi kalau udah di rumah mau cium aku di sini." Jati menunjuk bibir tipisnya lagi.

"Makan dulu mas." Jati pun akhirnya pasrah jika malam ini dia masih belum bisa mendapatkannya.

***

Pagi ini Jati dan Heswa sudah siap sarapan. Mbak Lastri menghidangkan ayam goreng untuk sarapan pagi ini.

"Mas, hari ini ga ada ketemu kaya kemarin ya." Heswa memperingati suaminya.

"Iya!!" Jati mendengus kesal.

"Mas, kalau aku pake motornya pak Lukman ke kantor gimana? Biar ga ribet kaya gini." Heswa merayu Jati agar bisa bawa motor sendiri.

"Kalau ga mau ribet mending berangkat bareng aku. Atau kamu ga usah magang aja tinggal tunggu nilai dari aku aja." Jati tersenyum nakal kali ini.

"No, thank you! Aku berangkat sama Pak Lukman aja." Heswa segera menyamber tasnya.

"Heswa stop!!" Jati melangkah mendekati Heswa dan segera mengecup bibir Heswa kilat. "Thank you baby." Jati berlari menuju mobilnya. Heswa masih belum menyadari apa yang baru saja terjadi.

Heswa hanya mengedip ngedipkan matanya tanda tidak percaya. Kembali menetrlakan napasnya dan jantungnya yang mau keluar dari tempatnya itu. Sepertinya kali ini Heswa mulai menerima serangan Jati yang tiba tiba.

***

Sesampainya di kantor seperti biasa Jati segera masuk keruangan dan duduk di singga sananya.

'Manis' Kali ini senyum Jati terus merekah mulai dari rumah samapi di kantornya.

"Pak, nanti jam 10 ada meeting dengan investor asing dari singapura." Jati hanya mengangguk paham.

"Zal, kau tahu gimana kabar Banyu? Sudah dua bulan dia menghilang tanpa kabar." Jati menanyakan sahabatnya yang tak kunjung ada kabar.

"Banyu masih di bali. Katanya sibuk buka bisnis baru di sana. Dia masih belum mau pulang kalau mamanya jodohin dia terus!" Ucap Rizal pada Jati.

"Aku sama Heswa juga di jodohin tapi asik asik aja." Jati malah pamer ke Rizal.

"Kalian enak, lah aku malah ga dapet restu dari orang tuaku sendiri!!" Rizal menghadap ke langit langit ruangan Jati berharap segera dewi fortuna berpihak padanya.

"Hahaha...Sabar bro." Jati menyemangati Rizal sebagai sahabat.

***

Di ruangan Heswa sudah di sibukkan dengan pekerjaan yang kemarin sempat tertunda gara gara Jati.

'Haduh kenapa tadi mas Jati begitu sih, kan jadi susah konsentrasi.' Heswa bergumam dalam Hati. 'Kerja Heswa...kerja!' Heswa menggelengkan kepalanya kuat agar bisa berkonsentrasi.

"Heswa Tia kalian ke ruangan saya." Panggil bu Heni tegas.