webnovel

My Slave, My Servant, My Daughter

kisah tentang Pak Sumi, seorang intel kepolisian yang berhasil membuka kedok rumah Bordil dan menemukan hal yang lebih buruk daripada PSK (Pekerja Seks Komersial) yaitu menemukan seseorang yang akan merubah hidupnya untuk selamanya. kisah tentang keluarga, masa lalu, dan ambisi seorang anak. Kisah tentang suatu keluarga kecil yang berperan besar dalam beberapa kasus skala nasional, masa lalu yang penuh dengan intrik, persahabatan, juga kengerian dan kekejian, serta ambisi seorang anak untuk mendapatkan kepercayaan, cinta dan kasih sayang... ah dan juga tubuh. Cerita akan berkutat pada Marie dan Pak Sumi, lalu orang-orang yang terdekat seperti Bu Rati (Istri Pak Sumi), Tiga anggota daun Semanggi (Clover), dan tokoh antagonis. Apakah Marie bisa mendapatkan apa yang diinginkannya? berakhir bahagia atau tidak, itu semua pilihan anda, pembaca. *Penulis sangat tidak menyarankan untuk dibaca oleh anak-anak tanpa pengawasan Orang tua. Isi konten dan konflik cerita sangat mungkin TIDAK SESUAI untuk anak-anak (atau mungkin sebagian remaja baru). dimohon kedewasaan pembaca. **pict source: https://www.trekearth.com/gallery/Africa/photo1403560.htm

Cloud_Rain_0396 · Seram
Peringkat tidak cukup
102 Chs

"Selamat Tinggal Kak."

Satu jam kemudian, Bu Rati keluar dari ICU. Dia duduk di kursi di depan ruang ICU. Bu Rati terkejut melihat Pak Sumi ada di depan dan berlari menghampirinya. Pak Sumi langsung memegang bahu Bu Rati.

"Bagaimana?" Kata lelaki setengah tua itu.

Bu Rati hanya tertunduk. Melihat hal tersebut, Pak Sumi kemudian mempersilakan Bu Rati untuk duduk. Bu Rati kemudian merogoh tasnya dan mengeluarkan air minum. Dia minum. Pak Sumi juga, Mereka haus.

Pak Sumi memandang Bu Rati, terlihat wajah wanita yang menua bersamanya itu sedang kelelahan, kecapaian. Lalu Pak Sumi memandang ke depan, terlihat pantulan citra diri mereka di sana yang kebetulan terdapat cermin. Terlihat kedua orang yang sudah tak lagi muda umurnya. Wajahnya mungkin berubah, tapi sebuah tangan yang bergandengan untuk memberi semangat satu sama lain tak pernah berubah sejak dulu. Iya, mereka duduk dan saling memegang tangan satu sama lain.

Pak Sumi jadi teringat akan suatu peristiwa yang sudah lampau, yaitu saat Bu Rati sedang ujian skripsi kedokteran. Waktu itu Pak Sumi sudah mendampingi Bu Rati, mereka pacaran. Meski begitu, Pak Sumi tidak pernah sekalipun memegang tangan Bu Rati. Sentuhan kulit menjadi hal yang tabu bagi mereka berdua, tapi mereka tetap dekat. Pernah waktu itu saat mereka sendang di kafe, saat Bu Rati sedang galau dengan skripsinya, Pak Sumi dengan segala kapasitasnya tidak bisa membantu apa-apa.

Saat Bu Rati kian terpuruk sampai dia menunduk dan meletakkan kepalanya di Meja, Pak Sumi lalu mengambil beberapa tisu dan meletakkannya ke tangan Bu Rati, lalu dia memegang tisu itu. Pak Sumi memegang tangan Bu Rati dengan perantara tisu. Kemudian Pak Sumi berkata,

"Kali ini hanya ini yang bisa ku lakukan. Semangat."

Baik Pak Sumi maupun Bu Rati masih ingat peristiwa bersejarah (bagi mereka) itu. Masing-masing dari mereka merindukan genggaman tangan yang jarang ini, tapi tidak dengan keadaan menyedihkan ini. Setelah itu Bu Rati baru bisa berkata yang sebenarnya ingin dia katakan.

"Prosesnya sudah selesai. Tapi Lili, dia tak tertolong." Kata Bu Rati langsung ke intinya.

Pak Sumi sangat terpukul mendengarnya. Dia bertanya apa sebabnya.

"Anak itu sudah terlalu banyak memakan racun, ditambah kondisi kesehatannya kurang prima saat itu, kami sudah berusaha untuk mengeluarkan racunnya tapi terlambat... sudah terlalu menyebar." Kata Bu Rati berusaha menjelaskan padahal Dia juga terpukul atas kehilangan Lili.

Seorang anak kecil mempunyai pertumbuhan yang lebih tinggi daripada saat dia dewasa. Racun yang masuk dalam tubuh (meskipun sedikit) bisa menjadi fatal karena tubuh anak kecil mempunyai daya serap yang tinggi. Ditambah lagi kekebalan tubuh anak kecil yang masih prematur membuat tubuh terlalu lemah untuk menjaga kesehatan tubuhnya sendiri.

Mendengar hal itu Pak Sumi berkata sesuatu yang memang disembunyikan dari Pak Sumi oleh Bu Rati.

"Lalu bagaimana dengan Marie?" Kata Pak Sumi tiba-tiba.

"…Marie setengah jam lagi akan melakukan operasi." Kata Bu Rati setelah diam untuk beberapa saat.

"Tapi, apa Dia baik-baik saja?" Tanya Pak Sumi.

"Entahlah." Jawab Bu Rati.

Mendengar hal itu, Pak Sumi hanya diam, lalu Ia melanjutkan,

"Tidak biasanya kau berkata seperti itu."

"Entahlah." Bu Rati seperti malas berbicara sekarang.

Pak Sumi menghela nafas panjang. Kali ini Pak Sumi melepaskan genggaman tangan kirinya dan mengangkat tangan kirinya menuju ke kepala Bu Rati. Sambil memegang kepala Bu Rati, orang tua itu berkata,

"Kalau begitu tolong, selamatkan anak kita, Riyati." Kata Pak Sumi dengan mencoba untuk tersenyum.

"Pak," kata Bu Rati.

"Aku sendiri tidak tahu apakah operasi ini akan berhasil, semua dokter spesialis sudah siap di dalam. Mereka menungguku yang sedang istirahat ini… dan tolong jangan memaksa tersenyum seperti itu, mukamu sangat jelek." Lanjut Bu Rati kali ini dia bisa tersenyum melihat tingkah suaminya itu.

"Pokoknya, jangan memaksakan dirimu, gunakan waktu istirahatmu ini sebanyak yang kamu mau." Kata Pak Sumi.

"Sebanyak yang Aku mau? Kalau operasinya terlalu lama dimulai, Marie bisa dalam bahaya loh." Goda Bu Rati.

"Ya, yuk sekarang cepat mulai operasinya!" Kata Pak Sumi.

Mereka tertawa kecil.

Lalu Bu Rati menyandarkan kepalanya di bahu Pak Sumi. Orang itu sangat kelelahan. Namun, Pak Sumi teringat hal lain.

"Ngomong-ngomong, bukannya kamu pernah bilang jika organ donornya masih kurang, kenapa sekarang sudah bisa operasi? Apa sudah ada orang yang mau mendonorkan organ?" Tanya Pak Sumi.

"Iya sudah." Kata Bu Rati singkat. Matanya masih terpejam.

"Oh alhamdulillah." Kata Pak Sumi.

"Kita pakai otaknya Lili." Lanjut Bu Rati.

"Oh iy- astagfirullah! Loh kok?" Pak Sumi sangat kaget.

"Maaf Pak, tapi aku... kami tidak punya pilihan lain lagi." Kata Bu Rati.

"Rati, apa kau sudah punya izin Lili? Aku tidak mau jika..." Kata Pak Sumi terhenti.

Pak Sumi tidak bisa menyelesaikan perkataannya. Dia juga ingin Marie selamat, meski itu dengan cara apa pun. Suasana sangat emosional saat itu.

Bu Rati menegakkan badannya lagi.

"Izin dari Lili? Pak, Lili sendiri yang menyerahkan dirinya untuk Marie!" Kata Bu Rati yang entah kenapa menunjukkan amarahnya.

Wanita itu merasa Dia sedang dituduh bersalah setelah apa saja yang telah dilakukan untuk Marie.

"Ah maaf jika itu menyinggungmu." Kata Pak Sumi.

"Maaf pak aku…" Kata Bu Rati.

"Tak apa kau hanya terlalu lelah." Kata Pak Sumi yang telah paham perilaku pasangan hidupnya itu.

"Iya." Kata Bu Rati.

Kemudian ada seorang dokter muda yang keluar dari ICU. Ia menghampiri Bu Rati dan berkata padanya bahwa operasinya harus segera dimulai. Bu Rati segera mengiyakannya dan beranjak dari tempat duduk.

"Pak, Aku pergi dulu. Tolong kembali ke rumah di sana berantakan." Kata Bu Rati.

"Ya aku tahu. Berantakan? Ahaha, iya Aku sudah tahu dari Warno. Selesai operasi ini berapa jam?" Tanya Pak Sumi.

"Berapa jam? hmm paling cepat 2 hari mungkin pak. Ini adalah rangkaian operasi. Kami akan bergantian melakukannya." Kata Bu Rati.

Pak Sumi jadi tahu, mengapa wanita terbaiknya itu tersinggung ketika ditanya tentang izin dari Lili. Dia sudah menanggung terlalu banyak beban. Harusnya Pak Sumi mendukungnya bukan bertanya tentang hal yang mengganggunya. Hal yang bisa di lakukan Pak Sumi adalah berharap, berdoa, dan menyelesaikan hal-hal yang lain. Menyelesaikan hal-hal yang lain? Iya. Pak Sumi harus menyelesaikan laporannya tentang siapa itu Deni dan apa motifnya kepada semuanya di kepolisian.

Kemudian Pak Sumi bergegas menuju ke parkiran mobil. Tak disangka di sana ada Quora. Quora menunjukkan sikap hormat saat bertemu dengan Pak Sumi. Lalu mereka sepakat untuk kembali ke rumah Pak Sumi saat itu juga.

"Pak, apa bapak tidak capai setelah lepas landas hari ini?" Tanya Quora yang sedang menyetir.

"Ya capai, Tapi aku tidak bisa istirahat dulu." Jawab Pak Sumi.

Quora diam.

"Ngomong-ngomong, kenapa kamu bisa 'pas' bersama Bu Rati tadi?" Kata Pak Sumi penasaran

"Maksudnya pak?" Tanya Quora.

"Maksudku, kau kok bisa bersama istriku saat Dia akan ke rumahku?" Tanya Quora.

"Ah… ee aku dipaksa pak." Kata Quora yang bingung bagaimana menjelaskannya.

"Bu Rati memaksamu?" Tanya Pak Sumi.

"Ee… Intinya Bu Rati ke kantor polisi lalu dia mengajakku ke rumahnya, intinya seperti itu." Kata Quora.

Pak Sumi tidak percaya jika Bu Rati melakukan semua itu. Tapi Pak Sumi tak ambil pusing tentang itu. Pria itu hanya memikirkan hasilnya. Hasil dimana Bu Rati berhasil membawa kedua anak itu ke rumah sakit tepat pada waktunya.

Sekarang Pak Sumi hanya bisa berharap pada Bu Rati. Dia tidak bisa membantu apa-apa saat ini (seperti saat itu, Bu Rati dengan skripsinya). Sebaliknya Bu Rati juga berharap agar Marie terus berjuang untuk tetap hidup. Hal ini dikarenakan dalam beberapa kasus, seorang pasien bisa terus bertahan dan tetap hidup karena mempunyai keinginan untuk hidup yang besar.

Pak Sumi berharap agar Marie bisa selamat. Pak Sumi tidak mau jika setelah kehilangan Lili, ia juga akan kehilangan Marie. Bertahun-tahun Ia bertahan bersama Bu Rati sendirian, baru kali ini Dia diamanahkan anak dari tuhan, dia mau menjaganya selama mungkin, sampai dia dewasa.

Namun, pikiran Pak Sumi terbagi menjadi dua, selain memikirkan itu, Dia juga memikirkan kemungkinan lain, yaitu Marie pasti akan selamat. Entah apa pun yang terjadi pada operasi kali ini, Marie pasti selamat. Hal ini Karena tumbal yang dibutuhkan sudah terpenuhi. Aquastor pasti akan membuat Marie tetap hidup. Tumbal itu adalah Lili dan Deni.